Part 3 - How It Started
"Di mana kau bertemu dengan si Lily ini?" tanya Callum lagi masih penasaran dengan sepupunya yang sepertinya memendam dendam kesumat dengan gadis bernama Lily. Belum apa-apa, Callum sudah merasa kasihan pada gadis ini.
Layton tersenyum lebar penuh arti. "Di perusahaan. Dia bekerja di SD."
"Astaga ....," desah Callum dengan tarikan napas panjang. "Dia benar-benar tamat."
Layton kembali menyeringai penuh arti. "Kau benar. Dia benar-benar tamat."
*
"Jangan lupa sore ini kita akan menyerbu sekolah mereka. Tidak ada satu pun yang boleh pulang. Kalau satu saja dari kalian tidak ikut, kalian yang akan mati di tanganku," ucap Layton mematikan. Puluhan anak berseragam SMA dengan segala gaya anehnya memandang penuh hormat kepada ketua geng mereka Layton Smith.
Layton terkenal sebagai ketua geng di sekolah bersama sepupunya Callum. Tidak ada satu pun anak yang berani melawannya. Guru pun kadang tidak berani bertindak terlalu jauh untuk menghentikan Layton. Karena bisa dibilang, SMA Regis adalah milik keluarga Layton. Layton juga sering beradu dengan anak-anak dari sekolah lain. Hari ini pun Layton sudah bersiap untuk menyergap salah satu geng paling ternama di SMA Bright Seminary. Tentu saja Layton tidak gentar.
Masalahnya sepele. Si ketua geng mengatai Layton berlindung dari keluarganya yang kaya raya. Tentu saja bagi Layton yang jago bertarung, kalimat itu adalah kalimat yang hina baginya. Karena itu dia akan membuat perhitungan dengan mereka.
"Siapapun yang tidak ikut adalah seorang pengecut terbesar!! Kau dengar aku!!!" teriak Layton penuh semangat yang disambut dengan sorakan dari para anak buah. Callum yang terlihat lebih kalem dari Layton walaupun dia sama jagonya dengan Layton, hanya tersenyum simpul di samping Layton. Bagi Callum, hari-hari seperti ini hanya sebagai penyeimbang kehidupannya yang menjemukan.
*
Hari itu Lily tidak benar-benar bisa berkonsentrasi di sekolah. Setelah telpon dari Ayahnya yang mengatakan bahwa mereka harus segera menjual rumah mereka dan pindah jauh dari New York, Lily hanya bisa termenung seharian tidak benar-benar mendengarkan penjelasan di kelas.
Dia sudah berada di kelas akhir SMA dan akan mengikuti ujian masuk Universitas. Kalau sudah begini, Lily bahkan tidak yakin dia bisa melanjutkan kuliah. Belum lagi rumah penuh kenangan Ibunya. Apakah Ayahnya benar-benar tidak memiliki pilhan lain?
Dengan sekuat tenaga, Lily menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak ingin teman-temannya melihatnya menangis di kelas.
Sore itu mereka harus mengikuti kelas aspirasi di mana semua siswa tingkat akhir akan mengikuti wawancara singkat dan mengisi angket tentang kehidupan seperti apa yang mereka impikan nanti setelah lulus SMA. Di kelas aspirasi nanti juga akan ada tes yang menentukan kemampuan paling unggul si siswa.
Lily sedang berjalan bersama temannya Hannah menuju hall sekolah untuk mengikuti kelas aspirasi. Saat itu tiba-tiba guru Bahasa Inggrisnya memanggil. "Lily!!"
Lily berhenti dan menoleh. Dia mendapati Mr White berjalan cepat ke arahnya.
"Hannah kau duluan saja aku ada perlu dengan Lily," ucap Mr White. Lily dan Hannah saling melempar pandang sebelum akhirnya Lily mengangguk. Mr White dan Lily minggir agar tidak menghalangi para murid kelas akhir yang berjalan ke arah hall.
"Ada apa Sir?" tanya Lily.
"Bawa si preman Layton ke sini. Dia dan yang lain harus ikut kelas ini. Orang tuanya barusan menelpon," ucap Mr White dengan cepat.
"Si preman?" ulang Lily tidak mengerti.
"Ya ya ... Layton Smith. Kau tahu dia kan. Kalian bukannya memiliki beberapa kelas yang sama?" ucap Mr White dengan tidak sabar.
"Ya Mr White aku tahu Layton. Tapi aku tidak yakin ..."
"Sudah seret saja langsung dia ke sini. Kalau dia ikut ke sini, yang lain pasti akan mengikuti dia. Ingat ya. Seret Layton saja. Kalau kau berhasil, yang lain pasti akan ikut."
Lily menatap Mr White dengan tidak yakin. "But Sir ..."
"Hei, jangan bingung gitu. Sudah cepat lakukan saja. Apa kau kira aku tidak tahu sudah berapa lama kau belum membayar sekolah dan masalah yang dihadapi Ayahmu sekarang. Sekarang cepat sana!"
Lily menatap ngeri ke arah Mr White. Bagaimana bisa seorang guru mengancam muridnya. Lily merasa malu dan merasa benar-benar direndahkan. Apakah Mr White tidak memiliki hati hingga dia tega mengungkit masalah keluarganya hanya karena keluarga Layton memintanya.
Telpon dari Ayahnya tadi sudah cukup membuat hati Lily lelah karena itu dia tidak lagi memiliki tenaga tersisa untuk Mr White. Lily tidak menjawab ya atau tidak tapi langsung berjalan ke arah lapangan sekolah.
"INGAT YA!!! KAU HARUS BERHASIL MEMBAWA LAYTON KE SINI!!!"
*
Layton berdiri di belakang lapangan baseball sambil bersandar di dinding yang sudah berlapuk. Di kejauhan dia memperhatikan Callum yang sedang bercumbu dengan pacarnya. "Tck," Layton mengeluarkan decakan muak dengan raut wajah tidak suka.
Berbeda dengan Callum yang benar-benar seorang Cassanova sejati, Layton malah tidak suka dekat-dekat dengan perempuan. Baginya mereka hanya merepotkan. Tentu saja walaupun wajahnya tampan, tidak banyak perempuan yang nekad mendekati si preman Layton.
Merasa jijik melihat kelakuan sepupunya sendiri, Layton memutar kepala dan mengecek jam tangannya. Masih ada waktu tiga puluh menit. Layton yang sedang menunduk melihat jam tangannya itu tiba-tiba merasa tangannya ditarik dengan keras oleh seseorang. Bahkan seseorang itu dengan beraninya menarik dirinya kuat.
Layton sudah bersiap dengan sumpah serapah saat melihat yang sedang menarik tangannya adalah anak perempuan dengan rambut coklat dikuncir. "HEI KAU MAU MATI YA!!!!!!" teriak Layton seperti orang gila sedangkan perempuan itu tetap saja menariknya kuat.
Layton sampai heran bagaimana perempuan sekecil dia bisa memiliki tenaga sekuat ini. Layton punya prinsip dia tidak akan melukai perempuan karena itu dia tidak akan menggunakan tangannya tapi mulutnya. "KALAU KAU TIDAK LEPASKAN TANGANKU, AKU BERANI BERSUMPAH HIDUPMU AKAN SENGSARA SETELAH INI!!!" Layton masih berteriak kencang seperti orang kesurupan.
"Memangnya bisa sesengsara bagaimana lagi hidupku," gumam perempuan itu pelan tapi Layton masih bisa mendengar ocehannya. Layton tidak henti-hentinya mengeluarkan sumpah serapahnya dan berkali-kali mengancam si perempuan yang Layton tidak bisa lihat wajahnya karena dengan kuat dia masih menyeret Layton hingga mereka kini sudah masuk di gedung sekolah.
Layton sudah tidak sabar ingin melayangkan tinjunya ke perempuan ini saat mereka melewati lorong kelas yang sepi. Kuncir rambut perempuan ini juga rasanya sudah ingin ditarik dengan keras oleh Layton tapi sekali lagi Layton menahan dirinya. Bagaimana bisa ancaman darinya sama sekali tidak mempan bagi perempuan ini.
Mereka berhenti di depan sebuah hall yang di dalamnya sudah penuh dengan siswa-siswi SMA Regis. Perempuan itu kini berjalan dengan mantap ke arah guru bahasa Inggris mereka Mr White. Bahkan sekarang cengkraman tangan perempuan ini semakin kencang kala dia berjalan mantap ke arah Mr White.
"OUCH!! KAU GILA YA!!! LEPASKAN TANGAN MENJIJIKKANMU!!" Layton mengaduh dan sekali lagi sepertinya perempuan ini tuli.
"Lily Murphy!! Well done. Kau berhasil membawa Layton Smith ke sini!" seru Mr White dan beberapa detik kemudian seorang pria dengan setelan jas navy gelap yang terlihat sangat mahal muncul dengan senyum hangat. Dia melihat ke arah Lily sebentar kemudian Layton.
"AYAH!!!!" pekik Layton.
*
Selama menarik Layton, Lily seakan tidak bisa mendengar apa-apa selain ancaman dari Mr White dan juga panggilan telpon dari Ayahnya tadi. Kalau saja bisa, Lily mungkin sudah menendang tulang kering laki-laki yang sangat berisik ini. Memang berapa umurnya masih sebebas ini berteriak-teriak dengan kencang.
Dia bisa melihat Mr White dengan rambut botaknya melihat sekeliling dengan sedikit cemas. Saat lily yang masih dengan susah payah menyeret Layton dengan mulutnya yang tidak bisa diam sudah dekat dengan Mr White, guru itu kini memperlihatkan kelegaan yang tidak bisa Lily jelaskan.
"Lily Murphy!! Well done. Kau berhasil membawa Layton Smith ke sini!" serunya.
Detik kemudian seorang pria yang terlihat sangat elegan dan mewah muncul. Saat itulah si berisik Layton berteriak, "AYAH!!!!"
Lily melepaskan cekalan tangannya dan benar saja si Layton sekarang tidak lagi mengincarnya. Si pria mewah masih dengan senyum simpulnya kini menarik kerah si Layton dengan gerakan pelan yang elegan.
Mr White, si pria kaya, dan Layton sepertinya sudah tidak lagi menyadari keberadaan dirinya. Maka Lily pun tanpa berpamitan langsung pergi dari sana. Dia juga merasa tidak perlu lagi mengikuti kelas aspirasi.
Sambil berjalan menuju halte bus di depan gedung sekolah, Lily tidak lagi memiliki kekuatan untuk menahan air matanya. Dia masih tidak siap meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan manis semasa kecilnya bersama Ayah dan Ibunya. Rumah itu, rumah yang akan dijual Ayahnya adalah sebuah kenangan bukan hanya sekedar sebuah bangunan. Ada coretan tangan Ibunya juga di dinding rumah mereka.
Seturpuruk apakah Ayahnya hingga harus melepaskan harta paling berharga ini.
'Ibu, aku merindukanmu. Tolong kami,' isak Lily sambil membiarkan air matanya tumpah.
*
Halooo .... sengaja publish sepagi ini karena sebagian dari kalian mungkin libur hari ini. Jadi semoga part ini bisa menemani hari libur kalian. Sekali lagi, jangan lupa komen dan vote ya. Vote dan komen kalian menaikkan rating ceritaku. Hehehehee ... makasssiiihhhh ^^3
Published on Wednesday, August 11, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top