38 | Konflik Babak Satu

Dewangga

Pindahan bukan hal mudah - semudah membolak-balikkan telapak tangan. Demi meminimalisir kerugian, aku harus cari orang yang berminat menempati kontrakanku. Belum lagi — aku harus mendapatkan tempat tinggal yang dekat dengan studio, tapi tidak terlalu jauh juga dari Ileana. Selama sebulan ini, aku pusing ke sana ke mari mencari hunian baru.

Ada alasan khusus kenapa aku pindah.

Ya, sebenarnya telepon aduan dari Tante Yoke berpengaruh besar bagi empunya rumah. Om Arifin - sepupu ayah - notabenenya orang yang sangat agamis. Dia enggan rumahnya menjadi saranaku menyalurkan dosa. Makanya dia memintaku out dari sana.

Padahal, kalau dipikir lagi ...

Dosa, aku yang bakal tanggung. Lagian, aku seringnya ena-ena di rumah Ileana, ketimbang di rumahku sendiri. Lalu bagaimana dengan uang pembayaran yang sudah om Arifin terima? Apa keputusan mengusirku tanpa refund tidak terhitung dosa? Tapi, sudahlah. Mana mungkin aku membantah kerabat ayah. Aku menghormati om Arifin sebagai salah satu anggota keluarga besar. Masih mending karena om Arifin setuju untuk membiarkanku mencari penghuni baru untuk menempati rumahnya. Dengan demikian aku bisa menerima biaya yang telah kukeluarkan buat sewa setahun.

Cari kontrakan tidak gampang. Ada banyak aspek yang harus kupertimbangkan; beberapa diantaranya adalah lingkungan sekitar dan biaya per tahunnya. Sebenarnya lebih simpel jika aku beralih ke apartemen. Namun, sayang ... minim budget. Baik studio di Malang mau pun di Surabaya sedang mengalami penurunan pemasukan. Aku harus ekstra pintar mengatur keuangan demi mencukupi semua. Terlebih, harga sewa bangunan untuk studioku di Surabaya tergolong tinggi. Sementara, aku terpaksa mengencangkan ikat pinggang.

Akhirnya dari sekian banyak pertimbangan — aku memutuskan tinggal di kos eksekutif sampai mendapatkan rumah kontrak yang cocok.

"Katanya mau bantuin? Kok malah melamun?" tegurku pada Ileana. Dia duduk melamun di tengah tumpukan kardus yang berserakan di lantai.

Ileana mendengkus.

"Aku nggak suka kamu pindah," sahut Ileana.

Aku menyusul Ileana. Kemudian mengambil tempat tepat di sebelahnya. "Kenapa?" tanyaku. "Lebih baik pindah dari pada ada di dekatmu tapi harus backstreet dari para tetangga."

"Jadi memang karena Tante Yoke, kan?" Ileana menatapku nanar.

Aku menggeleng. "Bukan. Salah satu pertimbangannya agar bisa lebih sering bersama denganmu tanpa perlu khawatir," dalihku.

Bagi Ileana, mendapatkan seseorang yang sungguh peduli padanya merupakan kelangkaan. Aku enggan memecah hubungannya dengan Tante Yoke, salah satu dari segelintir orang yang menyayanginya.

Ileana mengerucutkan bibir.

Aku kembali melanjutkan, "Selama ini kita selalu bingung cari tempat untuk berduaan. Tinggal di tempat baru akan mempermudah pertemuan kita."

"Aku terbiasa ada kamu di dekatku," gumam Ileana. "Cari makan sama-sama, berangkat bareng, selain itu, rumahmu merupakan destinasi Sultan kabur."

Aku terkekeh. "Kita masih akan melakukan semua itu, Ileana. Soal Sultan kabur, kamu nggak perlu khawatir, si penghuni baru cat friendly. Dia nggak akan bersikap kasar sama Sultan, seandainya Sultan nyelonong masuk ke sini."

"Hmm ..." Ileana merengut.

"Furthermore," lanjutku. "This is good for you and Aya."

"Why?"

"Adanya aku sebagai tetanggamu membuat Aya segan berkunjung. Padahal aku tahu, dulu, hampir setiap hari dia ke mari untuk menemuimu. Kurasa ini lebih sehat untukmu, Ileana. Aku mau kamu menyeimbangkan seluruh aspek kehidupanmu; baik percintaan, mau pun persahabatan."

Ileana menghela napas. "Ya ..." jawabnya.

Aku tahu ia menyimpan kecewa.

Menerima perubahan memang bukan hal mudah. Namun bukan berarti tidak bisa. Meski sulit, kelak kami akan terbiasa.

"Oke, aku akan melanjutkan packing di kamar." Aku pun beranjak dari duduk. Sebelum pergi, kusempatkan mengacak rambut pada puncak kepala Ileana.

"Dewa!" pelotot Ileana.

Aku justru tersenyum. "Kita selesaikan sebelum sore. Hari ini aku traktir fancy dinner, pikirkan mau makan apa."

"Nggak mau," tolak Ileana.

"Terus?" Aku tertahan pada ambang pintu.

"Aku maunya cuddling," ujar Ileana membuang muka.

Bibirku tersungging. "Then we will cuddle after dinner."

Aku lantas melangkah masuk ke kamar. Membongkar laci-laci untuk memilah-milah barang mana saja yang penting. Sambil berjongkok, aku bersenandung lirih demi mengalihkan penat. Aku suka bebersih, tapi packing — beneran bikin aku overwhelmed. Having too many option can lead to crippled by choice, then made me decision fatigue. Simpelnya — puyeng.

Mulutku sontak bungkam ketika menemukan kotak cincin yang semula kupersiapkan untuk melamar Aya. Gosh, aku hampir lupa punya ini. Cincin bermata berlian berharga selangit.

Kupandangi benda mengilap ini lekat-lekat.

Ternyata, cukup banyak juga effort-ku untuk si Soraya Ivona. Mungkin ... karena dia cinta pertamaku. Juga wanita pertama yang meniduriku, ehm, maksudnya kutiduri. Jadi, hadir Aya berkesan sangat istimewa bagiku. Sempat kukira dia selamanya.

Gila juga karena aku memutuskan pindah ke Surabaya agar bisa menjangkaunya. Padahal, dulu cita-citaku adalah buka cabang di Yogyakarta atau Bali. Kenal Aya semua planning-ku langsung belok. Memusat padanya. Tahu-tahu cinta, tahu-tahu pindah, dan tahu-tahu berniat menikahinya. Serba tiba-tiba saking takutnya aku kehilangan dia.

Mendadak, ada seutas ngilu mengetuk relungku.

"Dewa, ini celana dalammu bolong tengahnya mau dibawa juga apa nggaaak?" teriak Ileana dari luar.

Aku tersentak. Suara Ileana membuyarkan renunganku. "B-bolong?!" balasku.

"Iya!" tegas Ileana. "Buang apa gimana?"

Tarikan melengkung pun lantas tercipta pada kedua sudut bibirku. "Terserah kamu. Kamu bawa juga nggak apa-apa, sapa tahu mau diendus-endus sebelum bobok malam," timpalku.

"Edan!" dumal Ileana. "Aku nggak kelainan, ya!"

Tidak — pindah ke Surabaya merupakan pilihan paling tepat. Inilah jalanku berjumpa dengan Ariadne Ileana. Wanita luar biasa yang menggenggam sebagian dari jiwaku. Wanita sederhana yang mampu mencukupkan segala kurangku. Wanita paling keras kepala yang sanggup menerima baik buruk diriku, apa adanya.

Semua sudah takdir.

Semesta punya cara rahasia dalam menyatukan dua insan. Tulang rusuk mengenali siapa pemiliknya.

Tapi, kini sesal baru muncul menguasaiku. Jika diingat lagi, aku melakukan terlalu banyak untuk Aya, tetapi sedikit bagi Ileana. Mana pernah, sih, Ileana meminta barang mahal dariku? Wait, she even never ask me anything! Entah aku yang terlalu pelit, atau kelewat cuek. Ileana membuatku nyaman sekaligus aman. Sehingga aku lupa caranya berusaha. Seharusnya aku lebih memikirkan dirinya. Mana ada, sih, wanita yang tidak suka diberikan hadiah? Dan aku mengacuhkan semuanya karena Ileana selalu menjadikannya simple.

Kusimpan kotak cincin tadi ke dalam sisi ranselku. Kemudian aku bergegas keluar menghampiri Ileana. Dia sibuk memasukkan tumpukan pakaianku ke dalam box.

"Apa?" Ileana mengernyit sembari menengadah ke arahku.

Alih-alih menjawab, aku justru membungkuk untuk mengecup dahi Ileana. Lalu berpindah mencium pipinya mesra.

Ileana sedikit memberontak. "Ih, kenapa tiba-tiba sange?" rutuknya.

"Sange?" Aku mengikik. Dia memang garang, tetapi hatinya selembut puding susu. "Aku tuh cuma sayang!" sanggahku.

"Emang selama ini nggak?" Ileana berbalik tanya.

"Sayanglah. Tapi, detik ini sayangnya nambah 200 persen," jawabku.

Ileana mendecih. "Nggak jelas."

Aku senyum-senyum sendiri memandangi Ileana. Ada sebersit rencana yang kususun dalam benak.

"Jam empatan nanti aku keluar bentar, ya. Kamu nggak apa-apa, kan, kalau balik dulu ke rumah? Nanti malam aku balik buat makan malam bareng."

"Mau ke mana?" selidik Ileana.

"Ada urusan kerja," dalihku.

"Kok mendadak? Kamu bilang hari ini free?"

"Tadinya," elakku. "Cuman barusan klien potensial minta ketemu."

Ileana kembali memusatkan atensinya pada baju-bajuku. "Iya udah. Tapi jangan kemaleman, ya, Dewa."

"Nggak akan, Sayang," tegasku padanya.

Falling in love makes you do stupid things, but I don't mind being foolish for her.

***

Mr. Vanilla sudah tamat di Karyakarsa. Silakan berpindah ke sana kalau kalian nggak sabar menunggu di WATTPAD.

BAB 38 ini aku bagi jadi dua part. Sementara di Karyakarsa bab 38 utuh alias nggak terbagi jadi dua naskah.

Selamat membaca 🖤 berikan vote dan share ke media sosial kalian sebagai dukungan gratis untuk Ayana 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top