Episode 8 Our Beginning

Sebelum aku membuka mulut untuk bicara, otakku terasa beku untuk sesaat. Apakah dia akan mengerti jika aku mengakui semuanya? Apakah dia benar-benar bisa menerimaku jika dia tahu akulah orang jahatnya? Aku menatap matanya, dan aku sungguh-sungguh menginginkan lelaki itu. Seorang lelaki yang mau mendengar keluh kesahku. Lelaki yang tak sungkan menunggu kedatanganku, bahkan sampai harus menunda makan malamnya. Lelaki yang memedulikan makanan kesukaanku, meski pun bukan yang sebenarnya. Lelaki yang tak gentar melindungiku, terluka ketika melihatku terpuruk.

Tidak, Roxanne. Kamu tidak pantas mendapatkan dirinya. Jujurlah dan tinggalkan semua drama ini. Nuraniku menyeruak setelah sekian lama kuabaikan.

Namun, keberanianku yang sudah di ujung lidah kembali menciut manakala aku menatap matanya. I want him so bad. Dan aku ... tak mau dia membenciku. Aku hanya ingin tampak baik di matanya. Kukira setelah tadi malam, kami akan bisa bersenang-senang. Sayangnya sepertinya, kisah kami harus berakhir seperti ini.

"Jasper, kukira ... ini saatnya aku berkata yang sebenarnya. Maaf. Karena aku tak sebaik yang kamu sangka. Semua yang kukatakan di Tinder, aku ... mengarang semuanya. I'm sorry." Saat aku mengucapkan maaf, aku benar-benar mengatakannya dari hatiku.

Lelaki itu tampak tercekat. "Maksudmu, semuanya hanya kebohongan?"

Aku menundukkan kepala, karena dari dalam hatiku, aku tak sanggup mengucapkan kebohongan yang lain lagi. "I just want to be normal girl. I wanna live a normal life. I made up everything just to make you impress."

Meski pun yang kukatakan bukanlah sebuah kejujuran, tetapi wajah lelaki itu tampak terluka. Dan di dalam sana, aku seakan mendengar gemeretak hatiku yang hancur menjadi kepingan kecil. Dan entah apa yang bisa menyatukannya kembali.

"I'm sorry. Jika kamu tak ingin menemuiku lagi, aku mengerti. Beginilah hidupku, Jasper. Tak ada yang manis dan normal di sini. Dipuja sekaligus dicaci, bahkan untuk bisa menghirup udara segar di pagi hari, aku harus bersembunyi. Kemarin seperti oase yang menyegarkan di ladang tandus. Aku begitu terlena, sehingga lupa bahwa aku bukan orang biasa." Aku menghela napas panjang. Ini adalah pengakuan jujur dari dalam hatiku, meski pun sama sekali jauh dari kebenaran mengenai keberadaanku.

"Kau menyukaiku karena baik, rapuh dan tak berdaya. No. Itu bukan aku. Aku harus selalu kuat dan tegar, agar aku bisa bertahan di dunia entertainment. Ini baru dari masyarakat, kau tak tahu betapa lelah dan penatnya mengatasi tekanan dari para sineas. That's my life, Jasper. That's me. The real me. Maaf kalau aku tak berani jujur padamu selama ini. Aku mengerti kalau kamu marah. I deserved that. I'm a bad person."

Ada jeda yang terjadi cukup lama. Jasper memalingkan wajahnya sehingga aku tak bisa melihat ekspresinya. Aku mengerti. Jantungku berdebar kencang, semakin tak terkendali, apalagi lelaki itu juga menjauh dariku. Sepertinya, memang hubungan kami harus berakhir sampai di sini.

Aku meminta supir yang sedang menyetir untuk memberhentikan mobilnya. Sepertinya ibu-ibu itu sudah pergi dari hotel, jadi aku bisa kembali untuk mengemasi barangku dan pulang lebih awal dari rencana.

Jasper masih bergeming. Sepertinya aku memang salah, sehingga caraku tak mempan untuknya. Tapi sudah seperti rencana yang seharusnya, aku dan dia memang harus berakhir menjadi kenangan. Aku hanyalah gadis yang salah yang berada di tempat yang salah. Semuanya salah sejak permulaan.

"Aku pergi. Terima kasih atas waktumu selama ini. Mungkin kamu merasa ditipu setelah mempertaruhkan semuanya. Jangan khawatir, semua akomodasi yang kamu keluarkan selama di sini, akan kuganti. Kirim saja nomor rekeningmu, setelah itu kamu bisa memblok nomorku. Bye," ujarku panjang lebar, sebelum membuka pintu mobil.

Aku turun dari mobil, kemudian merogoh kacamataku dari tas. Aku harus kembali waspada, sehingga harus selalu menyamarkan wajah agar tidak dikenali. Sungguh sebuah realita yang teramat pedih, yang menyadarkanku kembali ke dunia yang keras dan kejam.

Selamat tinggal, Lelaki Dalam Kenangan. Semoga kita tak pernah berjumpa lagi. 

🖤🖤🖤

Sebuah cekalan tangan menghentikan langkahku. Aku menoleh dan tercekat.

"Jasper? Tapi kenapa?" Aku menatapnya kebingungan.

"Follow me!" titahnya dengan lembut, menuntunku kembali ke mobilnya. Kemudian kami sama-sama membisu, karena tak tahu harus mengucapkan apa. Dan tak seorang pun dari kami yang bersedia memecah dinding di antara kami.

Mobil berhenti di bandara. Aku menatapnya keheranan. Lelaki itu kemudian memerintahkan supirnya untuk mengeluarkan barang-barang di bagasi, yang ternyata itu adalah belanjaanku. Kukira aku menjatuhkannya di hotel tadi. Tapi mungkin karena aku tak sempat memikirkan apa pun, jadi aku tak tahu kalau supir tersebut berhasil mengamankannya.

"Ganti bajumu, kutunggu di sini."

Satu jam setelah aku berhasil membersihkan semua kekacauan di tubuhku, aku menghampirinya. Lelaki itu memberikanku sebuah tas bepergian Louis Vuitton. "Kita ... mau apa?" tanyaku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi.

Jasper tak menjawab, melainkan meraih kantong belanja yang berisi pakaian kotorku karena serangan ibu-ibu barusan dan membuangnya di tempat sampah. Tangannya kemudian menuntunku menuju pos pemeriksaan. Mulutku masih terkunci, tetapi mungkin dia ingin balas dendam padaku dengan menunjukkan rumahnya yang jelek dan mengatakan aku sudah menghancurkan impiannya? Entahlah, aku tak tahu.

Sebuah tiket atas namaku di kelas bisnis, membuatku bertanya-tanya, seberapa banyak uang yang ia bawa hanya untuk bertemu denganku.

****

Jasper membawaku ke sebuah cafe kopi yang sangat berkelas dan trendy. Aku tak tahu apa yang terjadi, tetapi mulutnya masih bungkam.

Setelah aku duduk dengan nyaman di depan bar, Jasper melepas jasnya dan menggantinya dengan celemek berwarna hitam. Tangannya cekatan menjalankan aneka mesin yang aku tak tahu nama serta kegunaannya.

Setelah itu ia menghidangkan segelas kecil kopi yang beraroma wangi ke hadapanku. Sepanjang dia meracik kopi, aku mengamatinya dan diam-diam mengaguminya. Kuraih gelas mungil itu, dengan ragu. Aku menghirup aromanya dan menyesapnya perlahan. Wow, aku benar-benar menyukai rasanya.

"Hai, aku Jasper Lee. Atau nama asliku adalah Jasper Kim. Lee adalah nama ibuku yang kupakai demi menyamarkan identitasku."

Mataku membulat sempurna. Apa maksudnya? Aku masih tak mengerti apa yang terjadi. Tangan lelaki itu cekatan mengetik sesuatu di layar ponselnya, kemudian menunjukkan sebuah foto dirinya dengan biodata di bawahnya. Keluarga Kim adalah salah satu dari keluarga konglo terkenal di Singapura.

Aku membekap mulutku. Astaga! Aku melotot ke arahnya, berusaha memberi isyarat baginya untuk melanjutkan.

"Terima kasih atas keberanian dan kejujuranmu. Aku terkesan. Dan terima kasih atas kepedulianmu padaku selama ini. Sehingga aku juga merasa perlu untuk mengakui hal ini. So, let's start our new beginning." Jasper menyeringai, seolah ia puas mengerjaiku dengan berpura-pura sebagai barista. Well, tentu saja penyamarannya sama sekali gagal, karena sejak awal dia sudah memberiku segala kemewahan itu, tanpa menutupi kekayaannya. Namun, aku manggut-manggut dan perlahan-lahan mulai menyeringai. Oke. Meski pun aku belum mengungkapkan semua kebenaran padanya, paling tidak kami berdua tahu, kami sama-sama saling menipu satu sama lain.

"Hai, Jasper Kim. Namaku Roxanne. You can call me, Roxy. Dan satu hal lagi. Aku benci kemangi." Aku mengulurkan tanganku padanya, merasa senang bahwa setelah ini aku tak perlu berpura-pura.

Seringaian di wajah Jasper lenyap. "At all? Kamu beneran nggak suka kemangi sama sekali?" Alis matanya naik, seolah sangsi.

Aku menggeleng dengan sikap canggung. "At all. I hate the smell."

Lelaki itu mengangkat bahu dan merentangkan tangan. Tawa menyembur dari mulutnya, seolah menertawakan kebodohan kami selama ini. "Good. I don't like it either."

Kami berdua tertawa. Meski pun jauh di dasar relung hatiku, aku tahu, kesenangan ini takkan berlangsung selamanya. 

Roxy selamat, sementara. Kira-kira kalian pernah nemu kencan yang berawal dari penipuan ini nggak ya, Kels?

Apa kira-kira bakal langgeng hubungan yang dimulai dari kebohongan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top