Episode 1 Pertemuan Pertama
"Maaf, aku terlambat."
Sebuah suara mengagetkanku, hingga aku mendongak dan terperangah. Mata ini menatap seseorang di depan dengan tak percaya. Tanganku meraih ponsel yang berada di atas meja, lalu menggulir layarnya. Aku berkali-kali membandingkan foto yang ada di aplikasi Tindernya dengan wajah lelaki yang menyeringai padaku sekarang.
"Hai, namaku Jasper Kim."
Astaga dragon. Lelaki ini tampan sekali! Aku sampai tak sadar menahan napas selama menatap raut muka yang seakan dipahat oleh dewi kecantikan dengan sempurna.
"Kau benar-benar ... Jasper Kim?" tanyaku dengan sangsi. "Tinder?" Aku menunjuk ponsel yang sedang membuka aplikasi pencari jodoh itu.
"Benar," ujarnya seraya melepas jas biru navy-nya yang tampak mahal, kemudian mengangsurkannya padaku. "Kau pasti kedinginan. Boleh aku membantu memasangkannya di bahumu?"
Tak hanya tampan, tapi juga gentleman. Aku merasakan seluruh daging di tubuh ini meleleh perlahan, sehingga kaki terasa lemas seperti agar-agar. Aku mengangguk dan lelaki itu segera menaruh jasnya di bahuku yang kedinginan. Tanganku bahkan gemetar saat memegang jas yang kini melekat di tubuh. Aroma musk dan cedar segera terhidu, membuat mabuk kepayang.
Sepertinya, aku benar-benar diprank olehnya. Jasper Kim yang kutahu hanya seorang barista di kafe di Singapura. Tak mungkin ada barista yang mampu membeli jas semahal ini. Tanganku sempat merasakan bahannya dan bukan kain murahan yang biasa dijual di toko. Aku menelan ludah. Jika lelaki ini bukan kriminal, berarti malam ini aku mendapat jackpot, karena lelaki itu melampaui ekspektasi yang biasa. Namun, diriku mulai dirambati kegugupan yang teramat sangat. Pengalaman berakting selama enam tahun, tidak membuatku lebih tenang sekarang, ketika dituntut untuk berakting di dunia nyata-di depan lelaki tampan yang kini merangkum kedua tangannya di atas meja dan tersenyum. Semoga, Jasper Kim tidak mengetahui bahwa aku sebenarnya bukanlah gadis yang ia kenal di Tinder.
🖤🖤🖤
"Jadi kamu nyuri identitas dan fotoku, cuma buat nipu cowok di Tinder?" Mataku terbelalak ke arah lawan bicaraku, yaitu kakak sekaligus manajer yang sudah lima tahun ini mendampingi. Aku benar-benar tak pernah mengira sebelumnya. "Sungguh tak masuk nalarku sama sekali bahwa Miss Ivory Felicia Ferdita akan melakukan hal yang ... selicik ini."
Ivo menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Bukan itu. Aku nggak maksud nipu!" elaknya dengan suara histeris.
"Kalo bukan nipu, apa namanya? Kenapa juga bawa-bawa namaku dalam hal ini?" Aku menunjuk gadis berambut sebahu yang sering dikuncir ekor kuda itu. Sebagai seorang artis, aku mengetahui ada orang yang memakai fotoku untuk ditaruh di profil mereka, mencoba mengelabui orang-orang yang polos dan lugu demi kepentingan mereka. Sudah sering sekali aku mendapat pengaduan penipuan. Tak terhitung berapa kali aku harus bolak-balik ke kantor polisi untuk membuktikan kalau aku tidak tahu-menahu atau terlibat peristiwa itu. Dan ternyata kakakku tercinta malah melakukan hal yang sama.
Ivo menurunkan kedua tangannya, menatapku yang sedang menghapus riasan di depan kaca dengan sedikit canggung. "Aku cuma pengen nyari teman ngobrol, itu aja! Nggak macem-macem, Roxy!" Suaranya terus saja melengking dengan nada tinggi.
Aku memutar bola mata. Dia baru tahu kakaknya pandai berkomedi. Memasang foto artis yang notabene adiknya, untuk mengelabui orang-orang di Tinderーtidak termasuk kategori macam-macam bagi Ivo. Sekalian saja porotin cowoknya.
"Oke, let's skip to this guy. Jasper Kang?" Aku mengangkat sebelah alis. Aktivitasku seusai syuting sungguh melelahkan. Namun aku harus bertahan dan mendengarkan ocehan kakakku mengenai pacarnya. "Jadi kalian pacaran di Tinder selama setahun dan dia tahunya kalo itu aku?"
"Jasper Kim. Kami ... nggak pacaran. Cuma deket aja." Ivo menoleh ke arah pintu dengan gelisah. Karena setiap saat kru bisa datang dan memberikan briefing.
"Sedeket apa, sampai dia mau ke sini dari Singapura, buat nemuin kamu? Apalagi dia cuma seorang bartender." Aku menghela napas, karena merasa kasihan dengan cowok yang diperdaya oleh Ivo. Berapa gaji seorang bartender sehingga bisa digunakan untuk membeli tiket pesawat ke Indonesia?
Sialan, Ivo.
"Bukan bartender, tapi barista," ralat Ivo seolah kami sedang latihan menghapal skrip.
"For God's sake, Ivo! Why'd you even bothered doing this?"
Ivo segera meraih tanganku-yang kutampik dengan ogah-ogahan. Namun, gadis itu sangat gigih rupanya. Ia meraih tanganku-menggenggamnya dengan erat. Matanya menatapku seperti tatapan anak kucing. "Please, Roxy. Temui dia sekali, hanya untuk memberinya kenangan manis. Dia bilang sudah lama sekali ingin liburan ke Indonesia. Makanya ia nabung selama beberapa bulan. Kamu cukup temuin dia, temenin sebentar dan kalau dia minta hubungan ini berlanjut, bilang aja nggak akan berhasil. Dengan segala kesibukan keartisanmu itu. Please, ya?"
Aku melepaskan genggaman tangan Ivo, lalu menutup wajah dengan satu tangan. Ivo yang berbuat, tetapi diriku yang merasa malu. Aku bahkan harus menghela napas beberapa kali demi menenangkan amarah.
"Ayolah, Roxy. Hanya sekali. Dia bilang dia ngefans kamu sejak jadi Bawang Merah, karena itu dia senang banget bisa kenalan dengan Bawang Merah di Tinder. Anggap aja ini ... jumpa fans. Kayak yang kamu lakukan biasanya," bujuk Ivo dengan suara lembutnya. Dan wajahnya itu-sumpah. Tak heran dia dipilih produser menjadi Bawang Putih. Aku heran mengapa dia tak melanjutkan karirnya sebagai aktris.
"Aku nggak tahu apa aku bisa ngelakuin itu, Ivo. Cowok ini kayaknya udah cinta mati sama kamu."
Ivo sempat menunjukkan rekaman percakapan antara dirinya dan cowok tersebut, dan rasanya ini bukan jumpa fans biasa. Aku memang jarang berbelas kasih pada orang, terutama para lelaki playboy yang memang sering kumanfaatkan. Tetapi mereka takkan merasa patah hati atau terluka terlalu dalam. They're used to play with girl's heart. Berbeda dengan cowok lugu dan polos yang bahkan dengan mudahnya percaya kibulan Ivo di Tinder.
"Cuma sekali kencan, Roxy. Anggap aja kamu berakting. Look, kalo kamu mau ngelakuin ini buat aku, aku bakalan carikan kamu proyek protagonis. Ngelobi produser film atau webseries, sebut aja kamu mau kerjasama sama siapa. Oke, deal?" Ivo bahkan duduk bersimpuh di hadapannya, seraya menatap dengan pandangan memohon. "Pertemuan ini sangat penting buatku, Roxy. Cowok ini udah baik banget sama aku selama ini. Aku cuma mau ngasih kenangan indah karena dia bisa ketemu kamu sebelum kami mengucapkan selamat tinggal."
Aku menarik napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Ini perasaan orang, Ivo. Don't play with good man's heart. Kamu selalu bilang itu sama aku."
Aloha Keliners
Jadi ini aku republish cerita lama. Bukan bikin cerita baru. Cerita ini kuikutkan Festival Ellunar, kategori novelet dan jadi peringkat 4 🎇🎇🎇
Buat yang belum tahu, ini cerita re interpretasi dunia modern kisah Bawang Merah dan Bawang Putih ala aku. Ya, mungkin endingnya juga bakal beda sih 😆
Iya, cerita ini emang banyak kurangnya. Pernah kubawa di grup kepenulisan juga dibantai. Cuma setelah ikut lomba, aku mutusin untuk republish aja daripada draft ku penuh ya kan. Nanti kalo sempat, aku bakal revisi 😁😁😁
Eniwei, selamat mengikuti cerita ini ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top