Pelanggan Royal

"Aku ulangi, ya, Om. Tiga boba matcha, dua boba taro, satu red velvet tanpa topping, tiga mocca-cincau, lima porsi pisang cokelat-keju, satu roti bakar selai stroberi," ujar Amel megulangi pesanan lelaki di depannya.

Lelaki itu mendengarkan dengan saksama lantas mengangguk setelah yakin Amel mencatat pesanannya dengan benar. Bibir kecokelatan itu mengulas senyum tipis saat mengeluarkan dompet. "Semuanya berapa?" tanyanya bersiap melakukan pembayaran.

Amel dengan cekatan menghitung total belanjaan. Dia menyebutkan angka yang tertera pada kalkulator. Senyum manis mengembang tanpa bisa ditahan. Mata sipitnya tidak mau diajak kompromi kali ini. Dengan lancangnya, dia menatap lelaki itu tanpa kedip. Sosok berbadan tinggi tegap yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali berbelanja di Bonana.

"Kembaliannya buat kamu jajan aja."

Sebaris kalimat yang diucapkan lelaki itu membuat Amel mengerjap. Matanya berbinar terang. "Ini kembaliannya lebih dari lima puluh ribu, loh, Om," ujarnya mengkonfirmasi.

"Bisa diantar kayak biasanya, kan?" tanya lelaki itu seraya memasukkan dompet. Anggukan Amel ditanggapi dengan senyum kepuasan. "Kalau begitu, anggap sebagai ongkos kirim."

"Wah, makasih banyak, Om. Sering-sering belanja di sini, ya," pesan Amel mengakrabkan diri.

Lelaki itu mengacungkan jempol. "Sudah enggak bisa pindah ke lain tempat."

"Alhamdulillah."

"Jangan lama-lama, ya! Saya enggak mau didemo sama anak-anak."

"Siap, Bos!"

Biasanya, Amel membatasi interaksi dengan pelanggan lelaki. Namun, kali ini dia mencoba memberanikan diri. Dari beberapa kali jumpa, dia menilai lelaki itu bukan tipe perayu. Jadi, tidak ada salahnya bersikap lebih ramah kepada pelanggan setia. Terlebih, uang tip yang diberikan terbilang besar. Lebih dari sekadar lumayan untuk menambah tabungan.

Berada di akhir pendidikan, Amel memerlukan lebih banyak uang. Masih belum bisa dipastikan berapa biaya yang harus dikeluarkan hingga saat menjelang kelulusan nanti. Maka, sebisa mungkin dia berhemat dan menabung. Dia tidak mau terus-terusan menjadi beban bagi sang kakak, Lily. Selain itu, dia juga sudah cukup sering merepotkan Baby. Hal itu terkadang membuatnya sungkan.

Lantas, saat Baby mengatakan akan membuka usaha beberapa bulan lalu, dengan senang hati dia mengajukan diri membantu. Berapa pun upah yang diberikan, dia senang hati menerima. Namun, hal itu tidak berarti Baby semena-mena padanya. Ternyata upah yang diberikan Baby lebih dari perkiraan Amel sebelumnya.

"Heh, ngelamun aja kerjaan!" tegur Lily. Dia berdiri berkacak pinggang di samping Amel.

Amel mengerjap, tidak menyadari jika pelanggannya telah pergi. Dia tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putih pada sang kakak.

"Baru ditinggal ke kamar kecil sebentar, sudah kayak orang kesambet." Lily mengedarkan pandangan. Tidak hanya Bonana, daerah di sekitarnya termasuk jalan raya tampak lengang. Tidak hanya pejalan kaki, pengendara roda empat dan dua pun bisa dihitung dengan jari. Sepertinya, hal itu disebabkan oleh matahari yang bersinar terik. Karena terlalu panas, orang-orang lebih memilih untuk tidak keluar. "Dari tadi, kok, enggak ada yang mampir, ya? Sepi banget! Enggak kayak biasanya."

"Eh, ini ada pesanan, loh, Kak!" seru Amel gelagapan. Dia mengangsurkan selembar kertas kecil berisi catatan pesanan dari Mr. Royale—sebutan yang dia berikan untuk sang pelanggan setia lantaran memberikan tip hampir di setiap pembelian.

"Wih, banyak banget!" Mata Lily membulat melihat daftar pesanan. "Ini pesanan Mr. Royale, ya?"

Amel mengangguk cepat dengan wajah semringah. "Aku dikasih tip lagi, dong! Lebih dari lima puluh ribu!" ujarnya bangga seraya mengipasi wajahnya dengan tip yang dia terima.

Lily berdecak melihat beberapa lembar uang yang dipamerkan Amel padanya.

"Sudah wajahnya ganteng, badannya tinggi, bodinya oke, orangnya ramah. Dan, yang paling penting, dompetnya tebal dan enggak pelit. Andai masih single …."

"Hus! Jangan berandai-andai! Enggak baik," tegur Lily menyentil hidung bangir Amel.

"Kalau gitu, ayo! Bantu Kakak buatin pesanannya. Supaya Mr. Royale kesayangan kamu itu enggak kecewa sama pelayanan kita."

"Let's go!" seru Amel tak kalah semangat.

"Uangnya disimpan baik-baik. Jangan dijajanin yang enggak penting," pesan Lily sambil lalu di tengah kesibukan menyiapkan roti bakar dan adonan pisang yang akan digoreng.

"Ya, Kak." Amel tidak kalah sigap dibanding Lily. Dia menyiapkan pisang kepok yang akan digunakan membuat pisang cokelat-keju dan mulai memanaskan minyak.

Sementara Lily mengolah roti bakar dan pisang goreng, Amel menyiapkan minuman. Gelas-gelas plastik tersusun rapi di depannya. Dengan gesit, dia megisi beberapa gelas yang kosong dengan boba. Ada juga yang diisi dengan cincau. Semua sesuai dengan takaran yang sudah Lily ajarkan padanya.

Setengah jam kemudian, semua pesanan telah siap. Amel bergegas mengantarkan. Tidak jauh, hanya cukup menyeberang jalan. Tempat yang dituju Amel merupakan ruko tiga lantai. Lily terus mengawasi dari Bonana.

"Bayu?" Tanpa sadar Lily mengenyit. Dia terus mengawasi dua orang lelaki bertubuh tinggi di seberang jalan. Seorang perempuan berada di antara kedua lelaki itu. Ketiganya memasuki ruko tempat Amel mengantarkan pesanan. "Itu beneran Bayu, enggak, sih?" tanyanya pada diri sendiri.

Lily tidak sabar menanti Amel kembali. Jantungnya berdetak lebih kencang. Jika benar sosok yang dilihatnya tadi adalah Bayu, mengapa lelaki itu tidak pernah sekali pun menyambangi Bonana? Atau … sebenarnya Mr. Royale kesayangan Amel itu sebenarnya adalah Bayu? Apa mungkin lelaki itu selama ini mengawasi Bonana dari jauh? Ah, sayang sekali, Mr. Royale tidak pernah datang saat dia menjaga tempat itu seorang diri.

Senyum mengembang di bibir Lily saat melihat Amel keluar dari bangunan itu. Adiknya bersiap menyeberang jalan. Langkah kecil Amel membuatnya gemas sekaligus kesal. Mentang-mentang jalan sedang lengang, bisa-bisanya Amel melenggang santai.

"Ya, ampun, Mel! Lama banget, sih?" sembur Lily kesal.

Amel menatap kakaknya bingung. "Cuma lima menit, loh, Kak!" Dia bahkan sampai mengecek jam di pergelangan untuk memastikan. Benar saja, hanya lima menit waktu yang dia habiskan mengantarkan pesanan di seberang jalan. Setelah itu, dia langsung kembali. Mengapa Lily bisa setegang itu?

"Kenapa, Kak? Ada yang enggak beres?"

"Kayaknya Kakak tadi lihat Bayu," cetus Lily tidak yakin.

"Bayu ...?" Amel berpikir, mengingat-ingat Bayu mana yang dimaksud oleh kakaknya.

"Bayu, Mel!" ulang Lily gusar.

"Pacarnya Kak Bebi?"

Lily mengangguk mantap.

"Dia masuk ke ruko itu juga?"

"Iya, yang tinggi itu."

"Mr. Royale?"

"Pokoknya yang tinggi, pakai kemeja hitam."

Amel berdecak. "Temannya Mr. Royale juga tinggi dan pakai kemeja hitam, Kak. Tapi, dia sama cewek. Mana mesra banget, lagi! Ceweknya gelendotan kayak anak monyet. Masa, iya, itu pacarnya Kak Bebi? Atau … Mr. Royale itu sebenarnya pacarnya Kak Bebi?"

"Bisa jadi Kakak cuma salah lihat orang." Lily mengibaskan tangan setelah beberapa saat terdiam. Dia lalu menggeleng saat melihat sang adik menatapnya menuntut penjelasan. "Minus Kakak nambah kayaknya, nih!" gumamnya seraya memijat pelipis.

Kalau memang Mr. Royale itu Bayu, kenapa selama ini enggak menampakkan diri secara terang-terangan? Apa karena enggak ada Bebi di sini? Ah, perasaanku enggak enak banget. Semoga kejadian yang dulu enggak terulang.




Slow dulu, ya... Kita main tebak-tebakan alur dulu sebelum ngegas 🤭

Samarinda, 6 Januari 2021
Salam sayang,
BrinaBear88

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top