Memangnya Kenapa Kalau Kuning?

Kebahagiaan menyambangi Baby saat penat mulai menggerogoti tubuhnya. Panas yang terik, seorang kurir mengantarkan buket bunga untuknya. Bagai pengembara yang menemukan oase setelah menyusuri gurun pasir, dahaganya terpenuhi bahkan sebelum air melewati tenggorokan.

Tanpa perlu melihat kartu ucapan yang terselip di antara tatanan bunga nan apik, Baby sudah tahu siapakah sang pengirim. Mawar kuning, menjadi sangat identik dengan Bayu akhir-akhir ini.

"Ciyeee ... yang barusan dapat kiriman bunga," goda Amel menaikturunkan alis. Dia bersiul, persis lelaki genit yang suka sekali nongkrong di pinggir jalan dan menggoda perempuan. "Senyumnya murah banget. Diumbar ke mana-mana."

"Ah, Amel resek!" Baby mengentakkan kaki, berlalu memeluk buket bunga. Meskipun demikian, senyum lebar tak surut menghiasi wajahnya.

Menit demi menit berlalu tanpa terasa. Kesibukan tidak lagi membuat Baby terjebak lelah. Meskipun dalam keadaan ramai, pengunjung Bonana mendapat pelayanan sepenuh hati, tanpa terkecuali.

"Dih, yang habis dapat kiriman bunga. Senyumnya berkilau kayak pecahan beling ketimpa cahaya. Silau." Puspa yang baru saja datang ikut-ikutan menggoda. Tentu saja Amel yang membagikan gosip padanya.

"Iya, Mbak Pus. Bikin hati para jomlo meronta karena iri. Mendadak galau," cetus Amel menambahkan. Saat Baby menoleh, mengerling dengan bibir mengerucut, cengiran lebar terukir di wajah Amel.

"Matanya berbinar-binar kayak habis nemu duit sekarung, ya, Mel?"

"Ho'oh, Mbak. Matahari aja langsung ciut. Kalah saing. Noh, ngumpet di balik awan mendung."

"Herannya, Mel, biarpun ngobral senyum, itu gigi enggak kering-kering."

"Ngomongin aku lagi, pulang sana! Katanya aja kangen, mau bantu di Bonana. Huh!" Baby mencibir. Lidahnya dijulurkan ke arah Puspa yang memandangnya dengan binar tanpa dosa. "Lambe! Kalau mau gibah, Anda salah lapak, Nyai!"

"Mumpung sepi, enggak ada kerjaan, mending ngerjain kamu," tukas Puspa. Saat Baby menghadiahinya gumpalan tisu bekas mengelap keringat, dengan sigap Puspa berkelit.

"Jangan sering-sering ke sini, deh, Pus! Racun banget, soalnya! Amel itu anak baik, tapi semenjak kamu sering mampir, dia ketularan suka gosip," omel Baby sewot.

"Sensi, niyeee!" sahut Puspa yang ditingkahi cekikikan Amel. Mereka melakukan high five karena berhasil membuat Baby cemberut.

"Kenapa kuning, bukan merah?" celetuk Lily acuh tak acuh. Matanya tertuju pada Baby, tetapi tangannya terus bergerak memarut cincau.

"Apanya?" Baby menoleh, balas menatap Lily. Kerutan terpahat di keningnya, mengisyaratkan keheranan. Dirinya benar-benar tidak mengerti maksud pertanyaan Lily.

"Kenapa yang dikirim Bayu mawar kuning, Beb? Bukannya biasanya cowok-cowok romantis itu ngasihnya mawar merah?" Lily berhenti. Cincaunya sudah habis. Wadah berisi parutan cincau dia dorong ke ujung meja. Sarung tangan plastik yang membungkus tangannya dilepas lalu dibuang ke tempat sampah.

"Memangnya kenapa kalau kuning? Masalah, ya?" tanya Baby lagi. Dirinya tidak mengerti, apa yang Lily coba ungkapkan. Jika ada yang janggal, mengapa tidak dibicarakan langsung tanpa berputar-putar?

Terdengar helaan napas sebelum Lily menjawab pertanyaan Baby. "Agak aneh aja menurutku. Mawar kuning enggak lazim dikasih ke pacar, tunangan, apalagi calon istri. Yang aku tau, mawar kuning itu artinya-"

"Cuma masalah warna, loh, diributin," sela Puspa yang mencium aroma perselisihan pada interaksi dan reaksi dua perempuan di depannya. "Mau merah, kuning, hijau, biru, atau warna apa pun itu, yang penting Bayu yang ngasih. Berarti di sela kesibukan, doi masih ingat sama Bebi."

Amel mengangguk takut-takut. Masih sempat diliriknya sang kakak yang memasang wajah datar. "Kalau aku jadi Kak Bebi, pun, pasti senang. Bunga apa pun, apalagi mawar, kalau pacar yang ngasih, pasti kesannya romantis."

"Iya. Mawar, ya, mawar. Apa pun warnanya, mawar tetap melambangkan cinta," sahut Baby tegas. Ucapannya berhasil membungkam Lily.

Hening. Tidak ada lagi pembahasan tentang bunga kiriman Bayu. Baby melarikan pandangan ke arah langit mendung. Matahari yang tadi bersinar terang entah ke mana menghilang. Seperti perasaannya saat ini, kebahagiaan itu secara pasti tenggelam karena ucapan Lily.

Di lain sisi, Lily merutuki kelancangannya mencampuri urusan Baby. Namun, alih-alih meminta maaf, dirinya memilih menyibukkan diri memeriksa bubuk-bubuk minuman yang disimpan dalam wadah terpisah antara satu dengan lainnya.

Amel dan Puspa saling senggol. Keduanya saling lirik, melempar kode untuk memulai bicara dan mencairkan suasana. Namun, beberapa menit berlalu tanpa perubahan. Tidak ada satu pun topik yang dirasa pas untuk digelontorkan.

"Aku tinggal Bonana sebentar, enggak apa-apa, kan? Ini rasanya enggak enak banget." Baby mengipasi wajahnya dengan tangan. "Gerah," pungkasnya tanpa menunggu tanggapan Lily, Amel ataupun Puspa. Baby berbalik, berlalu setelah menyambar kunci sepeda motor di dekat laci kasir.

"Kak Lily, sih, mulutnya enggak bisa dikondisikan," tegur Amel setengah berbisik. Baby berada beberapa langkah di depannya, mengayun langkah lebar.

"Sudah, deh! Enggak usah kita dibahas lagi. Lagian, bentar lagi juga baik. Si Bebi lagi sensi, mungkin efek tamu bulanan yang mau datang aja, kali? Biasanya cewek, kan, gitu. Senggol bacok kalau dekat siklus."

Lily menghela napas lagi, semakin merasa bersalah. Yang dilakukannya hanya menunduk menekuri setumpuk bungkusan plastik kecil berisi bubuk matcha di dalam wadah.

"Eh, Mbak Pus, itu!" Amel menarik-narik lengan baju Puspa. Telunjuknya mengarah pada Baby yang memunggungi mereka. Perempuan itu berdiri tepat di samping sepeda motornya, sedang memasang helm.

"Eh, Beb!" seru Puspa panik saat matanya mengikuti arah telunjuk Amel. "Be-" Puspa urung berteriak. Baby sudah melaju meninggalkan Bonana.

"Yah, telat, deh!" Amel pasrah.

-***-

Baby menghentikan sepeda motornya di depan minimarket sejuta umat tidak jauh dari Bonana. Sebenarnya perutnya kram sejak beberapa jam sebelum kedatangan Puspa. Namun, karena Bonana sedang ramai pengunjung, perut yang melilit dibiarkan begitu saja. Baby memang lapar, tetapi dia kehilangan nafsu makan beberapa hari terakhir.

Baby berdiri di depan rak makanan ringan, lantas memasukkan beberapa bungkus keripik singkong favoritnya ke dalam keranjang. Kegiatannya berhenti saat seseorang menepuk punggungnya. Dia berbalik cepat karena terkejut. Seorang remaja putri dengan jaket melilit di pinggang berdiri tepat di depannya.

"Tante, ini dipakai, kayak aku!" ujarnya seraya menyerahkan selembar sweater hitam.

Aroma kayu-kayuan terhidu kuat saat sweater itu disodorkan nyaris menyentuh wajah Baby.

Baby menggerutu dalam hati. Apakah gadis di depannya yang terlalu tinggi atau dirinya yang memang terlalu mungil? Apa pun itu, tidak sopan sekali caranya! Lagipula untuk apa sweater itu? Dirinya tidak sedang kedinginan saat ini.

Baru saja membuka mulut hendak bertanya, gadis itu kembali bicara. "Kata Daddy, buru-buru pakai ini sebelum ada yang lihat. Bokong Tante ada bercak merah kayak aku."

Dengan sigap, Baby mengecek bagian belakang tubuhnya. Benar saja ucapan gadis itu. Hawa panas menjalari wajah Baby saat mengedarkan pandangan ke sekeliling. Otaknya mulai mengkalkulasi berapa banyak yang telah melihat hal memalukan itu.

Baby yakin, pipinya bersemu karena malu saat ini. Mengapa dirinya bisa tidak sadar? Hal ini justru diketahui lebih dulu oleh orang lain. Sialnya, orang itu adalah lelaki, ayah dari gadis di depannya.

"Ayo, Tante, cepat! Nanti sempat ada yang lihat," desak gadis itu tidak sabar. Tangannya yang terulur di depan Baby bergoyang-goyang. "Ini, aku juga beli pembalut. Tante bisa pakai punyaku. Kita ke toilet sama-sama."

Baby melongo ditodong seperti itu. Belum hilang keterkejutannya, seorang lelaki datang menghampiri. Jaraknya begitu dekat, membuat Baby bisa dengan jelas mencium aroma parfumnya.

Lelaki bercambang tipis itu mencondongkan tubuh ke arah Baby, sedikit membungkuk karena selisih tinggi badan yang cukup jauh. Tepat di telinga Baby, lelaki itu berbisik, "Tolong ajari Cessa pakai itu. Ini haid pertamanya."

Alamak! Tolong ... otakku konslet!


Semoga enggak pada bosan. Alur masih panjang. Sepanjang jalan kenangan bersama mantan 🤭

Samarinda, 10 Januari 2022
Salam sayang,
BrinaBear88

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top