satu

Mahsa menatap satu persatu tamu yang hadir di upacara penghormatan terakhir untuk mendiang tunangannya Kris yang sudah berpulang terlebih dahulu menghadap tuhan yang kuasa.
tatapannya terhenti dan fokus pada calon adik iparnya yang berdiri di ujung peti mati yang diselimuti bendera negara sebagai simbol hormat bagi prajurit yang gugur saat bertugas.
Adik iparnya CEO Morteza grup yang termuda dalam sejarah, terlihat begitu tegar dan dingin tanpa pernah menunjukkan kesedihannya di depan para pelayat.
Wajah imut dan tampannya tidak akan bisa membuatnya di remehkan karena sorot matanya yang tajam terasa membekukan, meski bibirnya selalu menyunggingkan senyum dan kata manis yang membuat ratusan wanita tergelak di kakinya.

Mahsa terus mengamati laki-laki yang terkenal suka berganti wanita seperti Menganti baju dari lemari saja.
Dengar-dengar dia tidak pernah meniduri wanita yang sama, berganti setiap malamnya.
Apa bajingan itu pakai pengaman, kondom.?
Mahsa tak mau tertular penyakit kelamin, apalagi dia berniat punya anak mengingat umurnya yang menjelang tiga puluh tahun dan masa suburnya yang bisa berakhir kapan saja.
Dia mengamati Kian dari atas sampai kebawah, bibirnya tersenyum tipis teringat bocah cengeng dan kerempeng yang kini terlihat sangat gagah perkasa dengan wajah tampan rupawan dan tubuh bak atlit UFC, olahraga favorit Mahsa.

Waktu begitu cepat berlalu, sudah sepuluh tahun dia bertunangan dengan Kris, penantian yang panjang dan sia-sia.
Dia begitu sabar menunggu meski tau Kris enggan menikahinya.
Dia tidak terluka saat kabar perselingkuhan Kris sampai ke telinganya.
Dia tidak mencintai Kris, dia hanya butuh suami atau nama Morteza di belakang namanya, menggantikan nama Zarvian yang terasa hina baginya.
Lalu tiba-tiba saja kabar kematian Kris datang dan semua keinginannya untuk keluar dari rumah Zarvian dan menjadi istri orang kenamaan yang bisa mengalah Zarvian. langsung runtuh seketika.
Sial.!
Nasib baik benar-benar enggan bertengger berlama-lama padanya.

Dan sekarang di depan matanya berdiri Kian Morteza yang lebih muda empat tahun darinya.
Kenapa dia harus repot-repot mencari calon lain jika dia bisa mendapatkan yang bahkan lebih hebat dari Kris.
Kian Morteza sang CEO lebih hebat dari seorang tentara penebar benih di sana-sini, setan.!
Jadi jangan salahkah Mahsa jika tak ada satu tetespun air yang keluar dari matanya semenjak kabar kematian Kris sampai ke telinganya.

Dia memang menangis tapi itu untuk waktunya yang terbuang sia-sia menunggu bajingan itu yang selalu menahan rasa jijiknya pada  Mahsa selama sepuluh tahun.

Jantung Mahsa terasa berhenti sejenak saat tiba-tiba saja Kian mengangkat wajahnya dan tatapannya bertemu Mahsa, mengunci Pandanga mereka satu sama lain.
Kian menarik bibirnya, senyum samar terlihat membuat jantung Mahsa berdentam cepat.
Dengan mengepalkan jarinya Mahsa bertahan membalas tatapan Kian, menarik sudut bibirnya menbentuk senyum culas menunjukkan karakternya yang angkuh dan jahat yang sengaja dibentuknya supaya tidak ada yang pernah menindas dan meremehkannya lagi.
Mahsa Zarvian si liar dengan ambisi melebih bakat hingga akan Melakukan apapun untuk mencapai tujuannya.

Kian berjalan meninggalkan Peti mati Kris, saat tembakan penghormatan diberikan pada Kris.
Dia berjalan ke arah Mahsa tanpa pernah mengalihkan tatapanya, duduk di kursi kosong di sebelah ibu yang duduk di sebelah Mahsa.
Mahsa tidak mengikuti Kian, tatapannya lurus dagunya terangkat, tidak mengernyit saat suara tembakan memekan telinga.

Tiga jam setelah itu pemakaman Kris selesai, satu persatu pelayat mengucapakan belasungkawa meninggal keluarga berduka yang masih duduk di tempatnya.
Silu adalah temannya yang terakhir meninggalkan tempat itu, wajah Silu terlihat pucat tapi Mahsa tidak bisa bertanya apakah Silu baik-baik saja.
Bagaiamapun nanti dia akan mencari waktu, harus bicara dengan Silu yang baik dan lembut tapi kini terlihat dipenuhi sedih dan jadi pendiam.

"Mahsa.!"

Mahsa berbalik, menatap calon mertuanya yang terlihat begitu terpukul dengan kematian putra sulung kebanggaannya.
Dia harus menyimpan kekhawatirannya pada Silu, saat ini masalahnya dulu  yang harus beres.

"Kau kau kemana.?"

"Kembali ke rumah Zarvian."
Mahsa tidak pernah menyebut kata pulang sebab dia tidak punya rumah, dia hanya menumpang di sana.

"Jangan.!" Flora Morteza menggeleng lemah, mendekati Mahsa yang hanya menatapnya, mengabaikan sosok Kian yang berdiri selangkah di belakang mama nya.
"Ikutlah pulang bersama kami."

"Aku pikir mungkin keluarga morteza butuh privasi."
Mahsa meremas jemari mertuanya yang gemetar, dia tulus memberi dukungan.

"Ya kami semua butuh privasi termasuk kau.
Meski kau tidak pernah menikah dengan Kris, tapi bagiku kau sudah seperti putriku sendiri."
Flora menekan punggung tangan Mahsa ke pipinya yang basah.
"Aku mohon ikutlah, jangan menjauh. Aku sudah kehilangan Kris, jangan sampai kehilanganmu juga. Bagiku kau sudah seperti putriku sendiri."

Sangat ajaib nyonya Flora selalu tulus sayang padanya meski gosip dan berita miring tentang Mahsa tidak pernah sepi di kota ini.
"Aku akan ikut pulang ke rumah Morteza, malam inj aku akan menginap."
Dia tidak akan menbuang peluang sekecil apapun.
Sebentar lagi umurnya tiga puluh, tidak akan ada sponsor yang bersedia membayar untuk membebaskannya dari keluarga Zarvian.

"Ayo naik mobil yang sama."
Nyonya Flora memegang tangannya membimbing Mahsa yang tak siap.
Mahsa kelimpungan, nyaris jatuh kalau saja Kian tidak menangkap pinggangnya.

"Hati-hati kakak ipar..!" Katanya dengan bibir yang seperti menahan senyum.
"Kau cukup berat.!"

Reflek Mahsa berbalik, melepaskan diri dari pelukan Kian yang tetap terlihat santai.
Nyonya Flora meraih jemari Mahsa, menariknya lembut menuju mobil Limo yang terparkir diujung pemakaman.

Mereka bertiga sudah naik lalu tuan Morteza yang terlihat lesu, menyusul masuk, duduk di sebelah istrinya, berhadapan dengan Mahza yang duduk di sebelah Kian.
"Apa kau baik-baik saja.?" Tanya pria tua itu pada Mahsa.

"Ya aku baik-baik saja.!" Jawab Mahsa menunduk, masih menyimpan kesal pada Kian yang menyebutnya berat.
Dia begitu kurus, nyaris kulit pembalut tulang.

"Kami menyesal atas apa yang terjadi." Tuan Morteza kembali bicara.
"Andai saja Kris mendengarkan kami, sudah ada status hukum dan resmi antara kalian.
Aku tidak mengerti kenapa dia selalu menundanya, padahal kami tau dia menyukaimu."

"Lebih baik seperti ini. Kalau mereka menikah dan Kris mati, maka dia hanya akan dapat status janda."
Kian menjawab sambil tersenyum.
"Kalau janda kaya akan jadi incaran orang tapi Kris bukan orang kaya. Dia hanya punya nama Morteza, tapi bukan uangnya.
Dia kehilangan semua itu saat menolak melanjutkan bisnis keluarga."

Mahsa menghela napas, meraih tangan Kian dan tersenyum.
"Aku tau itu, Kris sudah mengatakannya. Meski kau tidak percaya tapi aku menikahi Kris bukan karena uangnya. Aku tulus mencintainya."
Bohong, semua yang keluar dari Bibir Mahsa adalah dusta.
"Kelak saat kau menemui wanita yang tepat, kau akan mengerti apa yang aku katakan."
Dengan lembut diremasnya jemari Kian.
"Aku tidak sabar melihatnya adik ipar."

Kian tersenyum, melihat pada papa dan mamanya lalu tertawa.
"Sungguh aku minta maaf,  harusnya aku tidak boleh tertawa, Kris baru saja pergi ini tidak tepat."
Dia balas meremas jemari Mahsa.
"Aku sudah jatuh cinta dengan satu wanita disaat umurku lima belas tahun.
Aku tidak akan pernah jatuh cinta pada wanita manapun atau menikahi perempuan manapun selain wanita itu yang kuinginkan.
Aku bahkan harus bersabar selama sepuluh tahun sampai akhirnya dia mau melihatku."
Senyumnya makin lebar.
"Jadi kakak ipar, jangan bicara omong kosong di depanku.
Reputasiku sebagai playboy tidak sesuai dengan cintaku yang tulus ini."
Diletakkannya tapaj tangan Mahsa di dadanya.

Mahsa tercenung laku cepat-cepat menarik tangannya, dengan malu melihat calon mertuanya yang ikut tersenyum meski tipis sekali, sepertinya mereka sangat mengerti dengan isi hati putranya.

Tidak.!
Inj tidak boleh terjadi.
Kris sudah pergi, saat ini hanya ada Kian dan dia harus menikahi bajingan sombong ini.
Dia harus bertindak secepatnya, dia tidak mau menunggu sampai keluarga Zarvian mencarikan calon suami baru untuknya.
Yang dia tau Tidak ada yang sekaya Kian Morteza selain keluarga Omer, tidak ada yang bisa memberinya perlindungan dan uang sebaik Morteza.

Perlahan Mahsa melepaskan jemarinya dari Kian.
Malam ini, harus malam ini.
Dan besok pagi seluruh kota, seluruh dunia harus tau apa yang sudah terjadi.
Besok dia adalah calon istri Kian, bukan Kris lagi.

Mahsa meremas jemarinya, menelan ludah membulatkan tekadnya, menghilangkan rasa cemas dan ragu di hatinya.
Dia melihat pada Kian yang mengangkat alis menbalas tatapanya.
Mahsa tersnyum lalu berpaling.
Lihat saja bagaimana dia akan menghancurka mimpi romantis bocah tengik itu yang hanya boleh menikah dengannya.

***************************
(24122023) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top