tiga
"Zeenat sayang kenapa makanmu sedikit, akhir-akhir ini mama perhatikan kau terlihat tidak selera."
Nyonya Nadia umran, mertua Zeenat berkerut kening menatap menantunya.
"Apa menunya tidak menarik." Dia memperhatikan hidangan di atas meja, tau sekali kalau semuanya adalah yang Zeenat sukai.
"Mama akan minta dibikinkan yang lain saja ya.!"
Zeenat menggeleng.
"Aku hanya sedikit lelah ma."
Zeenat meletakkan sendoknya.
Nadia Umran tertawa pelan.
"Apa kau merindukan Savar.?"
Dia berdiri mendekati menantu kesayangannya, memegang kedua lengan Zeenat.
"Lusa dia sudah pulang, jadi kau bisa memeluknya.!"
Zeenat langsung berbalik memeluk mertuanya dan menangis di perut sang mertua yang bodynya masih sangat cantik.
"Dia jahat sekali. Katanya cuma seminggu tapi malah jadi dua minggu.!"
Nyonya Nadia entah mau terbahak atau mau apa, dia hanya mengatupkan gigi, mengembungkan pipinya melirik semua ART yang berusaha tidak tersenyum melihat tingkah menantu keluarga Umran.
"Tapi dia selalu menelponmu, berjam-jam setiap malamnya."
Hibur sang nyonya.
Zeenat melepaskan pelukannya dengan tiba-tiba, langsung berdiri dan menghapus airmatanya.
"Tapi dia selalu menolak sambungan video."
Dia berbalik menuju tangga.
"Lihat saja saat dia kembali nanti, aku pasti membalasnya, kali ini aku tidak akan membiarkannya menyentuhku."
Nyonya Nadia tertawa membayangkan bagaimana putranya akan sangat menderita kalau Zeenat memegang kata-katanya.
"Ya berjuanglah." Ucapnya pada Zeenat yang memgangguk mantap sebelum menaiki tangga menuju kamarnya.
Nyonya Nadia melanjutkan makan siang sendirian, suaminya sedang ada pertemuan bisnis di luar kota, putranya ke luar negeri dan menantu kesayangannya sedang merajuk.
"Kalian duduk makan bersamaku." Dia memberi isyarat pada Mereka semua yang langsung duduk dan mulai ikut makan bersamanya sambil menggunjingkan anak dan menantunya.
Sementara itu Zeenat yang masih kesal duduk di ujung tempat tidur membalas pesan dari Sonam temannya.
Tidak puas hanya berbalas pesan, Zeenat memilih menelpon Sonam.
"Temani aku makan malam di luar."
"Aku akan bicara pada Rakin." Tambahnya sebelum Sonam menolak dengan alasan Rakin si posesif itu takkan mengizinkannya.
Sonam tertawa diseberang sana dan menyerahkan segala urusan pada Zeenat yang selalu membuat Rakin mati kutu hanya karena Savar teman baik Rakin selalu menuruti kehendak Zeenat.
Malam itu Zeenat berhias dengan sangat cantik, memakai gaun merah yang Savar belikan yang belum sempat dipakainya di depan Savar karena suaminya itu mendadak harus pergi ke kantor cabang yang ada di luar negeri.
"Zeenat..!!" Seru Mertuanya saat Zeenat melewati ruangan di mana mertuanya itu sedang bergosip di Hp.
"Mau kemana.?" Mata mertuanya membesar melihat Zeenat dan tanpa pemberitahuan langsung memfoto menantu kesayangannya yang sudah memenuhi galeri nya.
"Makan malam dengan Sonam."
Jawab Zeenat berputar di depan mertuanya.
"Berdua saja., boleh mama ikut.?"
Mana nyonya Nadia mengiba seperti golden retriever.
Zeenat menggeleng.
"Tidak boleh.!" Tegasnya.
"Kalau mama ikut, Savar akan biasa saja tapi kalau hanya aku dan Sonam baru seru."
Mata sang nyonya membesar lalu dia mengangguk mengerti.
"Yakinlah mama akan mengirim foto ini pada Savar."
Mereka selalu berkirim foto Zeenat.
Zeenat tertawa lalu segera berlari kecil meninggalkan mertuanya yang terdiam memberi kode pada salah satu ajudannya untuk mengikuti Zeenat secara diam-diam seperti selama ini.
Sonam sudah menunggu di depan pintu cafe saat Zeenat turun dari mobil.
Dia mendelik melihat Rakin yang berdiri di sebelah Sonam, merangkul erat pinggang istrinya.
"Apa yang kau lakukan di sini.?" Ketusnya pada teman baik Savar tersebut.
"Aku menemani istriku.
Aku tidak akan membiarkan istriku menjadi incaran para buaya di luar sini."
Tegas Rakin mengangkat dagu.
"Kau adalah raja buayanya.!"
Gumam Zeenat yang tau persis bagaimana Rakin dan Sonam memulai hubungannua, rasa sakit dan kekecewaan Sonam serta perjuangan Rakin untuk mendapatkan kembali Sonam.
Sonam mendorong Rakin.
"Kau sudah janji akan pergi begitu Zeenat sampai."
Dia meraih tangan Zeenat.
"Tadi Simran menghubungiku, jadi aku bertanya apa dia punya waktu untuk bergabung makan malam dengan kita dan dia bilang bisa."
Zeenat makin gembira.
"Makin ramai makin asik.!"
Serunya.
"Kita bisa membahas rencana Reuni, membagikan ke grup untuk menanyakan pendapat yang lain.!"
"Dia menyuruh kita memesankan untuknya, katanya dia mungkin sedikit terlambat."
Sonam menarik Zeenat masuk lalu duduk di area yang pencahayaannya remang-remang.
Rakin yang terabaikan duduk di depan meja bar, diam-diam memotret dan memvideokan istrinya dan istri temannya yang duduk tak jauh dari meja segerombolan para lelaki yang terus melirik ke arah mereka, video dan foto tersebut langsung dikirimnya pada Savar.
Rakin mengigit bagian dalam pipinya saat hp nya berdering memperlihatkan nama Savar di sana.
"Yah.." jawabnya pura-pura santai.
"Sebaiknya kau datang ke sini. Aku disini hanya menjaga istriku."
Rakin menyebutkan nama cafe nya lalu memutus sambungan.
Dia lalu bergerak mendekati meja istrinya, duduk di sebelah istrinya, tidak peduli pada Zeenat yang terlihat jengkel.
Tak lama Simran dan Dastan muncul, suasana terasa semakin menyenangkan.
Ketika Hp nya kembali berdering dua jam kemudian, Rakin sengaja menjauh sebelum mengangkatnya.
"Di mana, aku sudah sampai.?"
Tanya Savar tanpa basa basi.
"Lantai dua. Kiri paling ujung.!"
Lalu Rakin menutup telpon, memberi kode agar Sonam mendekat padanya.
Dia juga menghubungi Dastan, meminta rekan bisnisnya itu membawa istrinya menjauh dari Zeenat yang kebingungan ditinggal sendirian.
Rakin dan dastan yang kini duduk di tempat lain bersama istrinya, tertawa saat melihat Savar si gunung Es muncul tak lama kemudian.
"Jadi ini tujuanmu meninggalkan Zeenat sendirian." Tegur Sonam yang merasa kasihan pada satu laki-laki di meja sebelah Zeenat yang mendekat lalu mengajak Si mungil berkenalan.
Rakin dan Dastan paham betul apa yang akan terjadi setelahnya.
Sama seperti saat istri mereka di dekati laki-laki lain.
Savar sampai di lantai dua, langsung menuju ke sisi kiri seperti yang tadi Rakin katakan di kawal Ben yang selalu selangkah di belakangnya.
Tangan terkepal saat melihat Zeenat duduk sendirian dengan baju merah seksi yang membuat kulitnya jadi terlihat pucat dan tubuh mungilnya menarik mata semua laki-laki normal.
Dia mendekat, tanpa ampun mendorong keras si bajingan yang sudah berani mendekati istrinya.
Tentu saja bajingan itu bersikap sok keren di depan wanita incarannya yang kini berada dalam rangkulan si tuan tinggi besar yang tampak menakutkan.
"Lepaskan dia.!" Perintah si Romeo saat melihat Juliet disandaran oleh penjahat membuat Rakin dan Dastan terbahak diujung satunya.
Tanpa peringatan Asisten Ben menarik lengan si Romeo lalu melemparnya ke lantai.
Bukannya membantu, teman-teman si Romeo yang tadi mendorongnya untuk mendekati Zeenat malah mundur dan segera berlari meninggalkan si Romeo yang terkapar kesakitan.
Zeenat mendongak menatap suaminya yang memancarkan hawa panas dari badannya.
Kalau disiram air, pasti bunyinya akan mendesis.
"Aku tidak kenal dia." Ucapnya pada Savar yang diam-diam kalau sedang serius selalu membuat Zeenat takut untuk menggodanya.
Savar menunduk melihat pada Zeenat, memperhatikan penampilan sang istri yang terlihat menggoda.
"Apa kau sedang mempermainkanku.!?"
Beraninya Zeenat main-main di belakangnya.
Zeenat bisa mendengar nada mengancam dalam suara Savar yang sorot matanya membuat jantung Zeenat berdebar kencang.
"Bukankah kau baru akan pulang besok.?"
Savar melangkah, membawa Zeenat yang masih dirangkulnya tapi tidak lagi memijak lantai.
"Jadi selagi aku masih belum pulang kau ingin bersikap liar dan menggoda."
Desis Savar dengan bibir yang nyaris tak bergerak.
"Tidak bukan begitu Savar.!" Zeenat mulai merasa takut.
Dia harusnya ingat Savar paling benci jika dipermainkan atau dianggap bodoh.
"Aku hanya makan malam dengan Sonam dan Simran. Tapi mendadak Mereka meninggalkanku sendirian.
Siapa yang memberi tahumu aku ada di sini.?"
Savar tidak menjawab dia terus melangkah di bawah rintik hujan.
"Aku tau pasti itu Rakin atau Dastan.!?" Geram Zeenat.
"Merekalah yang sedang mempermainkanmu.!"
Savar melempar Zeenat ke dalam mobil yang dibukan oleh Ben, dia masuk menindih dan mengurung istrinya, lalu ben menutup pintu.
Dan seperti biasa masuk lalu membawa mobil menjauh dari tempat itu.
Ben menekan tombol hingga bagian belakang ditutupi oleh sekat.
Sepanjang perjalanan Savar membuat istrinya menjerit memohon agar Savar berhenti, Zeenat bahkan berjanji tidak akan lagi keluar rumah tanpa izin Savar.
tapi Savar tidak berhenti, dia terus menyiksa Zeenat dengan cara yang tidak akan membuat Zeenat terluka.
Gaun merah yang Savar belikan, koyak tak berbentuk lagi.
***************************
(27062024) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top