enam belas (reuni)
Karena suami dari teman-teman Zeenat adalah pemimpin, bos atau CEO pastinya mereka punya satu atau dua orang Asisten yang ikut kemanapun mereka pergi, jadi sama seperti tahun-tahun sebelumnya kali ini untuk para asisten itu juga disediakan ruangan khusus agar mereka semua juga bisa berkumpul.
begitulah, hingga akhirnya Asisten Ben harus berpisah dengan tuan dan nyonyanya.
Saat Zeenat masuk melewati pintu yang dibukakan Savar untuknya, ke ruang Reuni, dia langsung melihat Sanae yang sudah dua tahun terakhir tidak pernah ikut Reuni.
Zeenat langsung bersorak, berlari menghampiri Sanae yang tengah hamil besar.
Zeenat membentangkan tapak tangannya di perut Sanae, matanya berkaca-kaca diliputi kebahagiaan.
"Aku rindu sekali padamu. Aku bahkan tidak tau cara menghubungimu."
Sanae tersenyum dan memeluk Zeenat.
"Aku juga rindu padamu."
Saat itu yang lain ikut bergabung.
"Aku rindu kalian semua."
Dia mengusap perutnya.
"Sebentar lagi aku akan melahirkan, aku senang reuninya dipercepat kalau tidak aku akan cetak Hattrick, tiga kali berturut-turut tidak ikut reuni."
Sonam merangkul Sanae.
"Karna mahsa tau kau akan melahirkan. Jadi kami semua sepakat mempercepatnya."
Sanae merangkul mahsa.
"Maaf.! Pengantin baru jadi sibuk karena aku."
Dia tersenyum.
"Apa tuan muda Morteza tidak merajuk.?"
Mahsa tertawa, melirik Savar yang masih menggenggam lengan kiri Istrinya.
"Tuan Umran kau terlambat." Tegurnya.
"Suamiku tersayang ada disana, pergilah bergabung dengannya.
Kami para wanita ini ingin bergosip."
Savar mengangguk dan tersenyum.
"Karena istriku terlihat sangat cantik malam ini, jadi aku meminta waktunya, enggan berpisah darinya."
Semua orang tau apa yang Savar maksud, mereka tertawa membuat Zeenat merona seketika, melepaskan tangannya dan mendorong Savar bergabung dengan para suami.
"Apa semuanya sudah sampai.?"
Tanya Zeenat memperhatikan semuanya dan tau siapa yang belum datang saat Savar pasrah dan meninggalkannya.
"Silu." Jawab Mahsa.
"mari kita dengarkan nanti alasannya.!"
Zeenat lega luar biasa karena akhirnya Silu muncul dan semua godaan padanya kini diarahkan pada istri Kaisar Balder yang pemalu yang dibuat mati kutu oleh candaan mahsa.
Semuanya sudah berkumpul, terlihat gembira dan dipenuhi tawa bahagia.
Mereka bergosip, membahas masalalu dan rencana masa depan.
Mereka bernyanyi, menari dan memainkan alat musik.
Kelompok-kelompok kecil diantara mereka terbentuk secara otomatis dengan posisi dan anggota yang berganti setiap saat.
Zeenat yang sedang berbahagia setelah mendengar pengakuan Savar dapat merasakan para suami istri diruangan ini memiliki cinta yang luar biasa dimasing-masing hati mereka.
Dia bisa melihat tatapan cinta yang diberikan para suami pada sang istri dan bagaimana sang istri menyadari itu dan menerimanya dengan bahagia.
Kecuali Sanae.!
Zeenat melihat betapa putus asanya Taimur saat melihat Sanae dan respon yang Sanae tunjukkan memberitahu mereka semua bahwa Sanae tidak lagi menginginkan cinta Taimur.
Zeenat tidak mengerti apa yang terjadi pada pasangan ini tapi dia yakin Taimur pasti bisa memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, lagipula Sanae sangat penyayang jadi mudah-mudahan semuanya berakhir baik untuk mereka berdua.
Ketika Mereka semua mulai makan malam,
Para istri langsung bergelayut di lengan suaminya menuju meja makan dan duduk berdampingan.
Yang terakhir duduk adalah Silu dan kaisar yang kakinya masih belum pulih sepenuhnya.
Mereka duduk mengelilingi meja bulat dengan menu yang berputar, Zeenat merasa nafsu makannya meningkatkan, dia mencicipi semua yang lewat di depan matanya dan membuat Savar ikut mencicipi.
"Kau sudah minum banyak.!" Bisik Zeenat saat Savar kembali mengisi gelasnya dengan anggur.
"Aku tidak kuat menggendongmu."
Simran yang mendengar kata-kata Zeenat tertawa mendengarnya.
Dia mengangkat bahu.
"Mereka semua sudah mulai mabuk." Tunjuknya dengab mata pada para Suami yang tak berhenti minum.
"Mereka saling kenal jadi tidak ada rasa canggung lagi."
"Syukurlah jadi reuninya terasa menyenangkan."
Jawab Zeenat yang duduk bersebelahan dengan Simran.
"Ya syukurlah.!" Jawab Simran yang yakin Dastan takkan pernah mengizinkannya ikut reuni jika dia tidak kenal betul suami dari teman-teman Simran.
Apa yang terjadi baru-baru ini membuat Dastan jadi sangat protektif.
"Tahun ini kita semua sudah menikah. Mudah-mudahan tahun depan semuanya bisa membawa anak-anak."
Zeenat mengusap perutnya.
Mata Simran membesar dia langsung mengerti situasinya.
Zeenat menekan telunjuknya ke bibir, tidak mau Simran bicara.
"Aku belum memberitahu Savar.!" Bisik Zeenat pada Simran.
"Aku ingin memberinya kejutan."
Simran mengangguk, saat dia menoleh dia melihat Dastan sedang memperhatikannya sambil minum dari bibir gelas.
Simran menghela napas, dia mengusap perutnya.
Semua orang bahagia akan kehamilannya tapi Simran tidak berhenti berpikir untuk mengugurkan anak yang ada di dalam perutnya, dia tidak bahagia karena dia takut anak ini bukanlah anak dari suaminya.
Saat melihat Sanae berdiri, menepis tangan suaminya yang ingin membantu, Zeenat dengan inisiatif sendiri ikut berdiri meninggalkan meja makan,
Di pintu keluar dia memegang siku Sanae, membantu temannya yang lagi hamil besar itu berjalan menuju toilet.
"Terimakasih.!" Desah Sanae.
"Ada tiga di dalam sini yang harus kubawa kemana-mana.!"
Dia pura-pura menyeka keringatnya.
"Lumayan berat dan melelahkan."
Zeenat tersenyum.
"Taimur kembar jadi anaknya juga kembar."
Dia mengusap perutnya.
"Aku juga kembar, bisa jadi anakku juga kembar."
"Apa kau tengah hamil.?"
Sanae berhenti, memegang lengan Zeenat, terlihat sangat bahagia.
Zeenat mengangguk, membekap bibir Sanae yang menjerit senang.
"Aku masih belum memberitahu Savar."
Sanae mengangguk, mengerti.
"Aku senang mendengarnya. Setelah tiga tahun akhirnya kau mengandung anak Savar.
Dengan ini hubungan kalian akan semakin kokoh.
Tidak ada yang bisa merusak cinta kalian, bahkan Zarin tidak punya hak melakukan itu."
Zeenat tau pasti sebelum kedatangannya, Mahsa sudah bercerita pada yang lain tentang Zarin yang bangun dari koma.
"Savar sudah menegaskan, membuatku percaya dan yakin untuk tidak melepaskannya dan pergi.
Terlebih lagi aku merasa takkan sanggup memisahkan anak ini dari Savar.
Dan yang terpenting aku tau aku tidak akan baik-baik saja tanpa Savar."
Sepanjang jalan melalui koridor menuju toilet wanita, keduanya mulai menceritakan apa saja yang Mereka rasakan hingga akhirnya memeriksakan diri ke dokter.
Mereka tertawa dan dengan mata berkaca-kaca terus membahas wajah dan sifat anak-anak nanti yang akan diwariskan dari ayah dan ibu.
"Sanae.!" Zeenat memanggil saat mereka sudah selesai dengan urusan di dalam bilik toilet.
"Ya Zeenat, tunggu sebentar. Aku butuh waktu untuk menarik CD dan memasangnya dengan pas."
Jawab Sanae dibalik pintu toilet yang tertutup.
Zeenat tertawa.
"Ya silahkan. Gunakan waktumu sesukamu. Kau ratunya."
Zeenat berjalan menuju wastafel.
Dia terperanjat, segeralah membekap mulutnya agar tidak berteriak saat melihat dua orang pria bersandar santai.
"Apa yang kalian lakukan di sini.?" Bentak Zeenat.
"Ini toilet perempuan.!"
Savar mengangguk, maju merenggut pinggang Zeenat.
"Tentu saja ini toilet perempuan, istriku tidak akan kutemui di toilet pria. Aku masih normal, tidak akan menikahi yang sejenis."
Taimur tersenyum tapi begitu mendengar pintu dibuka, dia segera meluruskan punggungnya, menatap Sanae penuh kerinduan dan dibalas sedingin gunung es oleh Sanae yang berjalan seperti pinguin nenuju wastafel dan mencuci tangannya, Sanae berbalik dan tersenyum pada Zeenat setelah mengering tangan.
"Mr perfect sudah menjemputmu. Pergilah, aku bisa kembali sendiri."
Zeenat melirik Savar lalu pada Taimur yang melihat istrinya penuh kepahitan karena Sanae benar-benar tidak menganggapnya.
Savar perlahan menarik lengan Zeenat, meninggalkan Sanae dan Taimur.
"Kenapa menangis.?"
Savar memegang bahu Istrinya, membungkuk dan tersenyum.
"Kau sedih untuk Sanae atau untuk Taimur.?"
Zeenat mendongak mengedipkan matanya, menghilang air mata yang nyaris tumpah.
"Aku perempuan, Sanae juga temanku."
Savar tertawa, menarik Zeenat dalam pelukan nya saat dia terhuyung bersandar ke salah satu pintu yang berjejer sepanjang koridor.
"Dan aku laki-laki, Taimur adalah rekan bisnis, kami kenal cukup lama."
Dia meraih kenop pintu menekannya hingga pintu terbuka, memperlihatkan ruangan kosong.
Savar menarik Zeenat masuk lalu menutup pintu itu kembali.
"Kita tidak boleh berada di sini. Nanti kita bisa kena denda."
Zeenat menarik tangan suaminya.
"Aku mampu membeli satu bangunan ini."
Gumam Savar mengendus leher istrinya.
"Kau mabuk."
Zeenat menyentuh wajah Suaminya.
Dalam pelukan Savar yang tinggi berotot dia jadi seperti bocah genit.
"Yah.. aku minum karena hatiku diliputi kebahagian.
Sekarang aku tidak takut lagi kau tiba-tiba akan meninggalkanku, memberikanku pada perempuan lain yang tidak kucintai."
Senyum Savar lenyap.
"Kau benar-benar tidak akan meninggalkanku kan.?"
Mata Savar berkaca-kaca seperti bocah yang mainan kesayangan dirampas membuat Zeenat tertawa.
"Kau selalu terlihat imut saat mabuk.!"
Dia menekan tapak tangannya ke pipi Savar, menariknya turun.
"Aku tidak akan pernah pergi darimu. Aku tidak akan menyerahkanmu pada Zarin atau perempuan manapun di dunia ini."
"Apa karena kau mencintaiku.?"
Savar benar-benar imut, Zeenat tidak tahan untuk tidak menciumnya.
"Ya Karena kau sangat manis dan imut, seperti kucing oyen."
Savar mengembungkan pipinya.
"Apa kau tau kau sudah sangat jahat padaku.?"
"Aku jahat padamu.?"
Ulang Zeenat mengangkat alis.
"Ya kau jahat padaku."
Savar menekan keningnya ke kening Zeenat.
"Kau tidak pernah sepenuh hati padaku. Kau selalu memasang sekat diantara kita.
Dulu kau bahkan selalu menjaga jarak dariku membuatku bertanya-tanya dengab sedih apa yang sudah aku lakukan hingga kau terasa tak tegapai.!"
Savar mendorong Zeenat hingga telentang diatas meja dan kaki yang mengantung.
Dia masuk diantara dua kaki Zeenat, tapak tangannya menyusuri paha istrinya, mendorong dress ke atas.
"Savar tidak di sini.!" Bisik Zeenat saat Savar mulai membuka gesper dan menarik resleting turun.
"Aku tak bisa menahannya."
Savar menepikan CD Zeenat lalu menghujam masuk, bergerak liar penuh semangat mengantar mereka berdua ke puncak.
"Ya tuhan.." lirih Zeenat saat Savar membantunya berdiri setelah semuanya usai.
"Kalau Mahsa tau ini dia akan membahasnya sampai reuni tahun depan."
Savar tertawa, merapikan rambut dan lipstik Zeenat.
"Aku yakin sebagian dari mereka pasti mencuri kesempatan melakukan hal yang sama dengan kita.
Terutama sekali Mahsa."
Sebab Savar melihatnya, berapa kali Kian mengubah posisi berdirinya agar bukti gairahnya tidak terlihat, sama seperti suami lainnya.
Zeenat meraup tisu yang Savar gunakan membersihkan sisa-sisa percintaan mereka.
Mencari tempat sampah dan segera membuangnya.
"Ayo keluar dari sini."
Dia menarik Savar tak mau memberi kesempatan Savar yang bisa saja menidurinya di lantai yang dingin ini mengingat tadi dia mendorong Savar keluar meski saat itu Savar masih menginginkan ronde kedua.
Kening Zeenat berkerut saat mendengar ribut-ribut.
Savar pasti juga mendengarnya karena posisi tubuhnya langsung berubah waspada melindungi Zeenat.
Mata Zeenat membelalak saat Melihat Kian, Rakin dan Taimur sedang berkelahi dengan sekolompok preman ruang sebelah.
Belum habis rasa terkejutnya, Savar tiba-tiba melompat dan ikut bergabung dalam perkelahian tersebut, lalu para suami muncul dan tak ada satupun yang tak terlibat perkelahian tersebut yang baru bisa dihentikan setelah polisi datang semobil penuh.
***************************
(05072024) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top