BAB 5 : Untitled

Aku tak bisa benar - benar tertidur. Mataku terpejam namun pada kenyataannya pikiranku masih sadar sepenuhnya. Berbagai kemungkinan muncul di otakku tentang sesuatu yang akan Tuan Ookami tunjukkan kepadaku. Sungguh, saat ini aku merasa gelisah dan berdebar.

Singkat waktu, kini langit mulai berubah menjadi warna jingga temaram. Kulihat banyak sekali burung gagak yang beterbangan mencari mangsa lewat jendela kamar. Bintang - bintang di arah timur juga mulai menunjukkan sosoknya satu - persatu. Mereka berkelap - kelip di langit sana. Seakan sedang merasa bahagia.

"Akai?" tiba - tiba Tuan Ookami membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu.

"Jadi, apa yang ingin kau tunjukkan sore ini?" tanyaku.

Tanpa menjawab pertanyaan dariku, Tuan Ookami langsung menggendong tubuhku ala bridal style. Jelasnya, sekarang kami mirip seperti sepasang pengantin. Diperlakukan seperti itu tanpa persetujuan, aku langsung memukul pelan bahunya.

"Apa - apaan kau ini!?" pekikku malu.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu." jawabnya enteng.

"Apa menggendongku harus dilakukan?" protesku.

Tuan Ookami tidak menjawab. Ia langsung pergi membawaku keluar dari rumahnya yang hangat dan nyaman. Jantungku terus berdegup cepat tak karuan. Apalagi jarak kami sekarang ini sangat dekat. Dari posisiku, aku dapat melihat wajahnya dengan sangat jelas. Agak mengerikan namun aku nyaman dibuatnya. Perasaan aneh yang tak kukenali kembali berkecamuk di dalam hatiku. Rasanya menyenangkan dan tidak terasa sakit lagi.

Perlahan tangan kananku bergerak ke atas, ingin menyentuh wajah Tuan Ookami. Namun cepat - cepat kuturunkan kembali tanganku. Uh...rasanya begitu berat dan tidak mungkin kulakukan. Tapi kenapa? Apa alasanku berpikir begitu?

Setelah cukup jauh berjalan, pada akhirnya Tuan Ookami berhenti di hadapan sebuah pohon yang sangat besar. Akar - akar gemuknya menjulur kesana - kemari, saling berlomba untuk mencari makanan dari dalam tanah.

SET!

Dalam hitungan detik, tiba - tiba Tuan Ookami melompat ke atas pohon. Sangat cepat, sampai - sampai kami sudah berada di puncak pohon besar tersebut. Aku terdiam beku. Untuk beberapa saat kucoba mengatur nafas akibat adegan ekstrem barusan. Bagaimana kalau aku jatuh?

Kemudian Tuan Ookami mendudukkanku di salah satu dahan yang tak jauh di dekatnya. Ia menggenggam tanganku lalu mengarahkannya agar aku memegangi dahan yang lain sebagai penjaga keseimbanganku. Ia tersenyum puas lalu duduk di sebelahku.

"Mau apa kita kesini?" tanyaku bingung.

"Ini adalah tempat kesukaanku. Biasanya jika aku kesepian, aku akan datang ke tempat ini dan menatap Desa Kimberlly dari sini." jelas Tuan Ookami.

"Desaku? Tapi kenapa?" tanyaku.

"Desa itu pasti identik dengan keluarga. Dan setiap aku menatapnya, aku selalu membayangkan kalau aku memiliki keluarga seperti manusia.Pasti menyenangkan." jawabnya polos. Namun terdapat nada tulus dari sana.

"Yah, aku jadi teringat lagi dengan tujuanku." gumamku tersadar.

Kutatap seluruh pemandangan hutan dan juga desaku dari atas sini. Sangat indah dan serba hijau. Aku bersyukur aku tidak tinggal di kota besar. Karena jika aku tinggal di kota besar, maka aku tidak akan pernah bertemu dengan Tuan Ookami. Perlahan langit jingga mulai berubah menjadi gelap. Bintang - bintang di langit tampak lebih jelas dari biasanya.

"Indahnya..." gumamku terpana melihat aliran sungai bintang di atas kepalaku.

"Kau suka?" tanya Tuan Ookami.

"Ya!" jawabku antusias.

Setelah dihibur oleh pemandangan itu, sekarang butir - butir cahaya kecil mulai beterbangan di sekitar kami. Jumlahnya ada banyak, membuatku merasa kalau bintang - bintang itu turun dan terbang di sekitar kami. Aku terkekeh pelan. Berkali - kali kucoba menangkap satu namun gagal.

"Bukankah tadi kau ingin menyentuh wajahku?" tanya Tuan Ookami tiba - tiba.

"Heee!?" aku terperanjat kaget.

"Tidak usah berbohong, aku melihatnya." ujar Tuan Ookami cepat. Seakan ia tak ingin aku untuk mencari alasan agar bisa mengelak.

Aku tidak menjawab dan hanya mengangguk sambil menggembungkan kedua pipiku, pertanda kesal.

GREP. Hangat.

Tuan Ookami menggenggam tanganku dengan lembut. Sambil terus menatap wajahku, ia menggerakkan tangan kananku ke wajahnya. Astaga, sekarang jarak kami berdua sangat dekat dan semakin lama aku memandang wajahnya, jantungku semakin berdegup kencang. Apa sebenarnya yang sudah terjadi?

"Baka ookami, apa yang kau lakukan?" lirihku sambil berusaha membuang muka. Kucoba menarik kembali tangan kananku namun Tuan Ookami malah semakin menambah erat genggamannya.

"Kumohon jangan dilepas, aku suka seperti ini." ujarnya lembut.

"Terserah." gumamku kaku. Eh, kenapa suaraku mendadak kaku begini, ya?

"Akai, terimakasih sudah datang ke dalam hidupku." ujarnya tiba - tiba.

DEG! DEG! DEG! DEG! DEG!

"A-aku.." gumamku terbata - bata. Sebenarnya aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.

Kemudian tangan kanan milik Tuan Ookami bergerak menyentuh pipi sebelah kiriku. Hangat dan nyaman kurasakan disana. Ia lalu tersenyum lembut kepadaku. Dan bersamaan dengan itu rasanya jantungku mau copot dari tempat bersarangnya. Wajahku rasanya panas sekali tanpa alasan jelas. Uh, sebenarnya aku kenapa? Seharusnya aku marah diperlakukan seperti itu olehnya, bukan?

Tapi kenapa...aku diam saja?

Perlahan Tuan Ookami mengelus pipiku dengan ibu jarinya. Sedangkan aku hanya terdiam beku sambil menatap iris hazelnya yang tajam. Jauh di dalam diriku, sebenarnya aku merasa sangat senang. Alasannya aku tidak mengerti, sih. Tapi sungguh, aku merasa sangat senang berada di dekatnya seperti sekarang ini.

Kemudian dengan gerakan lembut, tangan kanannya itu bergerak menuju tengkuk leherku. Dan setelah itu kedua kelopak mata Tuan Ookami langsung terpejam. Aku terperanjat kaget dengan kelakuannya itu. Aku sangat merasa gugup dan tidak tahu harus berbuat apa. Sedangkan secara perlahan tapi pasti wajah Tuan Ookami semakin dekat dengan wajahku.

SET! Pada akhirnya kuputuskan untuk menutup mataku secara paksa. Perasaan aneh dalam diriku terus berkecamuk dan melompat - lompat tak terkendali. Satu pertanyaan aneh terus - terusan bermunculan di dalam kepalaku tentang si Ookami itu.

Kenapa dia ingin.....menciumku?

PUK! PUK!

Kubuka mataku perlahan karena aku merasakan tepukan aneh di puncak kepalaku. Lalu kudapati Tuan Ookami tengah menepuk - nepuk puncak kepalaku dengan tangan kanannya. Seukir senyum simpul terukir jelas di bibirnya. Sedangkan matanya menerawang kosong ke depan. Ia tidak menatapku.

"Tuan Ookami..." gumamku.

"Eh, Akai? Hehehe..." ujarnya sambil memasang cengiran andalannya.

"Ke...kenapa?" tanyaku pelan.

"Oh, tadi ada daun di atas kepalamu. Jadi kusingkirkan, deh! Haha..., maaf ya, membuat kepalamu kotor, Akai - chan." jawabnya sembari terkekeh geli tanpa merasa berdosa.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku. Itu bukanlah hal yang ingin kutanyakan..." ucapku pelan.

Seketika Tuan Ookami langsung tertunduk. Bibirnya bungkam tak bersuara dan tidak mengukirkan senyum lagi.

"Kenapa kau ingin...ingin..." tanyaku terputus karena suara kegaduhan yang terdengar tak jauh dari tempat kami berada.

Secara refleks, Tuan Ookami kembali mengangkat wajahnya. Telinga serigalanya bergerak - gerak seperti sebuah radar yang sedang berusaha mendeteksi suara. Tak lama kemudian kunang - kunang yang awalnya berada di sekitar kami langsung menghilang entah kemana. Tidak diketahui jejaknya.

"Ini buruk." gumamnya.

"Ada apa, Tuan Ookami?" tanyaku panik.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Tuan Ookami langsung menggendongku dan melesat turun ke tanah. Setelah kakinya sukses menapaki tanah, kemudian ia berlari lebih jauh ke dalam hutan. Wajahnya berubah pucat. Membuatku khawatir kepadanya. Sebenarnya suara gaduh barusan itu apa?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top