BAB 3 : Keributan

Suasana di Desa Kimberlly pagi itu amat riuh dengan suara – suara protes dan ketakutan warga. Mereka semua telah berkumpul di hadapan balai desa dengan wajah – wajah cemas. Menunggu sang pemimpin desa keluar dari tempat persembunyiannya yang nyaman. Seorang pendeta bernama Charles Mckelvin, memimpin unjuk rasa warga pada pagi mendung itu.

Ia berdiri di depan pintu raksasa bangunan balai desa dengan tubuh tegap yang angkuh. Beberapa kali ia menggedor pintu raksasa yang tak kunjung mau membuka. Beberapa kali ia juga telah meneriakkan nama sang kepala desa dengan lantang. Para warga yang melihat aksi sang pendeta menjadi tersulut kemarahannya dan ikut – ikutan meneriakki nama pemimpin mereka.

Tak lama kemudian, nampaknya usaha mereka membuahkan hasil. Seorang pria dengan rambut berubannya pada akhirnya menunjukkan batang hidungnya dari balik pintu raksasa yang sudah berkali – kali digedor itu. Penampilan pria itu nampak kusut. Baru saja seminggu salah satu warga desanya hilang, kini seorang gadis kecil ikutan menghilang tanpa jejak. Sungguh beban yang berat bagi si pria berkepala lima tersebut.

“Tuan Mephisto, anda harus segera mengambil tindakan!” ujar Tuan Charles, sang pendeta. Ia merenggut kerah kemeja Tuan Mephisto sang kepala desa dengan kasar.

“Aku tahu itu! Tapi tindakan tepat apa yang harus kita semua ambil?” tanya Tuan Mephisto berusaha menahan emosi. Nafasnya memburu tak karuan.

“Hah, jadi Tuan Mephisto sendiri masih bingung dalam menentukan tindakan?”...

Terdengar suara riuh warga yang cemas. Satu – satunya tokoh yang mereka harapkan ternyata sedang berada dalam posisi yang sama seperti mereka. Bingung dan terlalu takut untuk bertindak.

Tuan Charles berdecih kesal. Kemudian dengan kasar, ia menghempaskan genggamannya pada kerah sang kepala desa. Kedua lengan kokohnya ia taruh di pinggang. Tak lama kemudian ia berbalik ke arah para warga dan berkata, “Semuanya harap jangan panik mendengar teoriku tentang hilangnya dua warga desa kita. Semua yang kukatakan ini hanyalah teoriku saja. Jadi...”

Belum selesai Tuan Charles berbicara, tiba – tiba seorang pria berkacamata datang tergopoh – gopoh dari barisan paling belakang para warga. Setelah sampai di hadapan Tuan Charles, ia terduduk lemas di tanah. Tubuhnya nampak agak bergetar, keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Melihat kondisi itu, sang pendeta langsung berjongkok, menyamakan tinggi dengan si pria berkacamata.

“Ada apa Prof. Shouta?” tanya Tuan Charles.

“A...aku melihat makhluk aneh di hutan..” jawab sang profesor gemetaran.

“Makhluk aneh seperti apa maksudmu?” tanya Tuan Charles lagi.

“Tadinya aku sedang mencari anakku yang kemarin menghilang, lalu saat di tengah hutan aku melihatnya...” lanjut profesor sambil menengadah ke arah wajah Tuan Charles.

“Melihat apa?” tanya Tuan Mephisto ikutan nimbrung ke dalam obrolan menegangkan tersebut.

“Manusia setengah serigala yang sedang memakan hewan ternak dengan brutal dan begitu menjijikkan.” jawab sang profesor.

Hening. Tak ada satupun suara riuh lagi yang terdengar. Angin dingin pagi itu meniupkan perlahan daun – daun pohon di halaman balai desa kemudian berhembus melewati para warga. Membuat bulu kuduk dari masing – masing mereka berdiri. Sang pendeta berdiri membenarkan posisinya. Lalu dengan suara agak gemetar ia berucap, “Dia kembali.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top