9. Tawaran Kerja Sama

"Entah kenapa aku ngerasa kalau dalam waktu dekat, Eshika bakal punya pacar. Dan itu artinya bentar lagi kamu bakal sendirian."

Suara Reki yang mengatakan itu di warung pangsit tadi sore kembali mengiang di benak Velly. Membuat gadis itu mondar-mandir di kamarnya berulang kali. Berpikir. Ia seperti tengah merenungkan hal tersebut layaknya informasi yang tak sengaja disampaikan oleh lawan bicaranya.

"Apa itu bukannya tanda-tanda kalau Reki sebenarnya udah tau kalau Tama dan Eshika ada apa-apa? Ehm ...."

Kepala Velly meneleng ke satu sisi. Bibir mengerucut dan matanya menyipit. Sementara itu tampak dahinya pun mengerut.

"Ehm .... Ini mencurigakan."

Beberapa lama menghabiskan waktu untuk mondar-mandir, pada detik selanjutnya gadis itu merasa pegal pula pada kedua kakinya. Akhirnya ia pun mendaratkan bokongnya di tepi tempat tidur. Tangannya terulur, meraih ponsel. Sesuatu melintas di benaknya.

Aku bakal sendirian?

Sembarangan aja Reki ngomong.

Kenapa nggak sampe jadian?

Ck. Kayak yang aku perlu laporan sama dia aja kalau aku udah jadian sama Kak Putra dari sebelum dia tamat kemaren.

Dan memikirkan hal itu, Velly mendadak saja berpikir untuk menghubungi Putra. Bagaimanapun, dulu ketika mereka mulai berpacaran, itu adalah ketika Putra tengah persiapan ujian akhir nasional. Praktis mereka tidak memiliki waktu bersama yang banyak.

[ Kak Putra ]

[ Malam, Kak. ]

[ Lagi ngapain? ]

Velly melihat pada pesan yang telah ia kirim. Dari satu centang abu-abu dengan segera berubah menjadi dua centang abu-abu, tapi belum berubah menjadi biru. Membuat ia mengembuskan napas panjang. Dan selagi menunggu pesannya dibaca oleh Putra, Velly iseng aja mengirim pesan pula pada Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Ki! ]

Hanya itu pesan yang Velly kirim pada Reki. Dan ia melihat pada dua kontak yang ia kirimkan pesan, benaknya mengira-ngira. Siapa yang akan lebih dulu membuka dan membalas pesannya. Hingga semenit kemudian, ternyata ponselnya berbunyi karena pemberitahuan pesan balasan dari Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Kagak ada sopan santun ya jadi anak gadis. ]

[ Laporin ke Om tau rasa. ]

Velly melongo sedetik karena pesan itu. Seperti ia yang butuh waktu untuk mencerna baik-baik perkataan Reki. Hingga tanpa sadar membuat ia menggerutu.

"Ini pasti gara-gara kemaren dia ngeliatin Papa ngejewer telinga aku. Ck."

Dua ibu jari tangan Velly bergerak dengan lincah. Mengetik pesannya.

[ P. Reki F. ]

[ Ki ..., aku mau nanya yang di warung pangsit tadi. ]

[ Kalau menimbang omongan kamu, kok aku berasa kayak yang ada feeling kamu itu sebenarnya tau kalau Eshika dan Tama ada sesuatu gitu ya? ]

Mata Velly fokus pada kolom pesannya. Menahan napas ketika melihat bahwa Reki langsung membacanya beberapa detik setelah pesannya terkirim. Dan sekarang Velly menunggu dengan berdebar balasan cowok itu. Tapi, semenit kemudian ... jangankan mendapatkan balasan pesan yang ia kirim, yang terjadi justru sebaliknya. Reki tidak lagi daring.

Velly melotot.

"Eh? Di-read doang? Dibalas kagak?" tanyanya tak percaya. "Wah! Wah! Wah!"

Menyadari hal tersebut, sontak saja membuat Velly menjadi menggeram. Tak berpikir dua kali, cewek itu lantas menekan fitur panggilan di aplikasi Whatsapp tersebut. Menunggu untuk beberapa saat hingga ia mendengar suara di seberang sana.

"Halo?"

Suara cewek.

Dan itu otomatis membuat Velly membelalakkan matanya. Langsung melihat pada jam dinding dan mendapati bahwa saat itu masih jam delapan malam.

"Oh, maaf. Aku teman Reki," jawab Velly dengan terburu-buru. "Cuma mau nanya tugas kelompok sama Reki. Ntar aja deh aku telepon lagi. Ma---"

"Eh? Bentar bentar. Biar aku panggil bentar dia."

Mata Velly membesar.

Aduh.

Ini dia pasti lagi keluar sama cewek dia kan?

Tapi, sesuatu membuat pikiran tersebut lenyap seketika dari benak Velly. Itu adalah ketika ia mendengar suara cewek itu berteriak di seberang sana.

"Dek! Ada temen cewek kamu nelepon nih!"

Mata Velly mengerjap-ngerjap sementara bibirnya mengerucut lagi.

Oh, kakaknya toh.

Kirain cewek dia.

Lalu samar-samar terdengar suara cowok. Terdengar jauh. Tapi, tetap saja Velly bisa mendengarnya dengan cukup jelas.

"Siapa, Kak?"

Dan jawaban yang ia dengar membuat Vellya membesarkan matanya lagi.

"Katanya sih cewek kamu."

Rasa-rasanya Velly ingin memutuskan panggilan itu daripada benar-benar menunggu Reki.

Ternyata sifat Reki emang genetik.

Velly hanya bisa memejamkan matanya karena pemikiran tersebut. Sekarang ia tidak akan heran lagi kenapa Reki memiliki sifat cerewet dan cenderung suka mempermainkan orang –terlebih lagi dirinya-. Kakak perempuan cowok itu saja langsung mengerjai dirinya padahal tak pernah bertemu. Hanya lewat panggilan dan ia mendapati perlakuan seperti itu. Velly tidak bisa membayangkan kalau mereka sampai bertatap muka, mungkin akan lebih dari itu yang ia dapatkan.

"Eh? Cewek? Kapan aku punya cewek?"

Kali ini suara Reki terdengar lebih jelas. Makin jelas malah.

"Eleh eleh eleh. Sok polos. Ini ada cewek minta pertanggungjawaban kamu."

"Eh?!"

Bukan hanya Reki, tapi Velly juga terkesiap lantaran perkataan itu. Tapi, belum lagi Reki bersuara, kembali terdengar kakaknya berkata.

"Pertanggungjawaban buat tugas kelompok. Hahahaha."

Kali ini bukan hanya memejamkan matanya, tapi Velly sontak menepuk dahinya. Merasa lunglai dan langsung terduduk di tempat tidurnya lagi.

"Kakak nih! Jangan suka ngangkat telepon aku ah. Loh. Eh? Velly?"

Velly membuka matanya. Tepat ketika ia mendengar suara Reki yang menyebut namanya dengan kesan yakin tak yakin.

"Vel? Sejak kapan kamu jadi cewek aku heh?"

Ya salam.

Ini beneran memang genetik keluarga Reki kayaknya mah.

Velly mengembuskan napas panjangnya. Berusaha untuk tidak mendadak meledak. Ia tidak ingin terbawa emosi sebelum tujuannya tercapai.

"Sembarangan aja," tukas Velly. "Aku nggak ada ngomong sama kakak kamu kalau aku cewek kamu."

"Aaah," lirih Reki. "Entah mana yang harus aku percaya. Entah kamu atau Kak Nora. Ckckckck. Sama-sama nggak ada yang bisa dipercaya."

Velly mendengus.

"Ehm ... by the way. Kamu mau nanya tugas kelompok yang mana? Apa kita ada tugas? Perasaan aku ... kita nggak ada sekelompok apa-apa selain sekelompok vertebrata."

"Ha ha ha ha."

Velly tertawa dengan nada yang terdengar janggal. Terutama dengan ekspresi wajahnya.

"Ya, aku cukup senang mengetahui fakta bahwa kita masih dalam satu kingdom."

Reki tertawa terbahak-bahak di seberang sana dengan sindiran Velly. Hingga beberapa saat kemudian, setelah tawanya mereda, ia terdengar mendehem sejenak.

"Serius deh. Kita ada tugas kelompok apa?"

Mencibirkan bibir bawahnya sekilas, gadis itu kembali membuang napas panjang. "Nggak ada tugas kelompok. Aku cuma mau nelepon kamu aja."

"Wah! Sepertinya kali ini Kak Nora yang bisa aku percaya," komentar Reki. "Ini aja kamu udah bohong. Jangan-jangan tadi kamu beneran ngomong ke Kak Nora kalau kamu cewek aku ya?"

"Nggak usah GR, Ki. Sumpah. Kalau nggak penting, males banget aku nelepon kamu semalam ini."

Reki kembali tertawa. "Jadi ... kenapa kamu nelepon aku?" tanyanya. "Soal chat kamu tadi?"

"Tuh kan! Kamu emang sengaja baca dan terus malah nggak balas," vonis Velly. "Maksudnya apa coba?"

"Ckckckckck. Eh, Maimunah. Abang tadi dipanggil Enyak. Disuruh ke belakang. Galon kagak ada yang ngangkat. Biji mane sih?"

Mungkin di lain kesempatan Velly akan tertawa mendengar logat Betawi Reki, tapi untuk kali ini tidak. Alih-alih merasa lucu, ia justru merasa seperti tengah dipermainkan. Siapa yang bisa menjamin kalau Reki tidak membohongi dirinya coba? Bisa saja kan cowok itu cuma mencari alasan? Dan memang sengaja tidak membalas pesan Velly? Karena sejujurnya ... itulah yang terbersit di benak Velly.

"Udah ah. Dari tadi ngomong vertebrata, kingdom, eh sekarang biji. Aku lagi nggak mau belajar Biologi."

Reki tertawa.

"Aku cuma mau nanya maksud perkataan kamu tadi, Ki. Jujur deh ke aku. Tama pasti ada cerita ke kamu kan soal hubungan dia dan Eshika?"

"Aku sarankan kamu tamat besok masuk jurnalistik ya, Vel. Sumpah. Kegigihan kamu buat menggali fakta itu benar-benar bisa ngebuat Najwa Shihab jadi minder. Hahahaha."

"Ki!" sentak Velly. "Coba kalau aku ngomong serius itu ditanggapi serius juga. Kamu ini kebanyakan main-mainnya coba."

"Ehm ...."

Deheman Reki terdengar begitu bernada di seberang sana. Hingga membuat Velly mengernyitkan dahinya.

"Yakin mau aku seriusin? Kalau mau ya udah ... aku nggak bakal main-main lagi."

"Eh? Ma-ma-maksud kamu apa?"

"Loh?" Reki tertawa lagi. "Eshika dan Tama, Vel. Ya ampun. Hahahaha. Emang kamu mikir apa?"

Velly merasa pipinya memanas. Maka ia pun mendehem dengan nada angkuh.

"Oke. Coba aku mau lihat bentuk keseriusan kamu tentang Eshika dan Tama. Ehm ... Tama emang lagi ngincar Eshika kan?"

"Vel, Tama itu siswa biasa. Bukan pemburu. Dan Eshika, teman kamu itu, siswi biasa. Bukan hewan buruan. Ini nih kalau sering tidur pas pelajaran Bahasa. Aku bilangin Bu Hilda loh. Penempatan kosakata kamu itu benar-benar payah."

Tubuh Velly merosot. Tak berdaya untuk jatuh terbaring di atas kasurnya yang empuk.

"Tadi bahasan kita Biologi, sekarang Bahasa Indonesia? Kamu itu keliatan banget nyoba buat memindahkan fokus pertanyaan aku, Ki. Dan itu ngebuat aku makin yakin. Tama pasti udah cerita ke kamu kan tentang kedekatan dia dengan Eshika?"

"Ckckckck."

"Soalnya bukan apa," kata Velly dengan setengah menyelidik. "Setiap aku membahas soal Tama dan Eshika, kamu pasti yang seolah-olah selalu mencoba menciptakan celah buat membelokkan topik. Kayak kamu yang mau menghindar."

"Dek ...."

Mata Velly membesar. Tapi, belum lagi ia sempat mengomentari panggilan Reki, cowok itu lanjut bicara.

"Abang bilangin. Kagak usahlah adek itu pusing dengan Tama dan Eshika. Bukannya apa, Abang kagak mau manjat ring basket kalau Adek sampai dilempar Tama ke sana."

Dooong!

"Lagian ..." Kali ini logat Reki kembali normal. "... aku tuh ya penasaran. Kok kamu sampe sekepo itu sih dengan mereka berdua? Emangnya dosa gitu kalau Tama mau ngedeketin Eshika?"

Velly mengerucutkan bibirnya. Tampak merenungkan pertanyaan Reki untuk beberapa saat. Hingga kemudian ia membuang napas panjang.

"Aku cuma nggak mau Eshika dimainin sama Tama. Orang seprovinsi juga tau sebanyak apa mantan Tama." Velly cemberut. "Terakhir kali Eshika kena keroyok coba di kantin. Dan itu gara-gara siapa coba? Tama kan?"

"Ehm ... in case you forget, Vel. Waktu itu sebenarnya Tama juga yang ngebela Eshika loh. Kan kamu sendiri saksi mata di tempat kejadian perkara."

Velly diam.

"Aku sih sebenarnya memang nggak tau hubungan Tama dan Eshika udah sampe mana, tapi ... aku mau nanya. Seandainya mereka emang saling suka, terus kamu mau ngelarang mereka buat jadian gitu?"

Mata Velly mengerjap untuk beberapa saat. Lantas menarik napas dalam-dalam. Hingga senyum samarnya terbentuk.

"Ya ... nggak dong. Kalau ceritanya Eshika beneran juga suka sama Tama, ya aku nggak bakal ngelarang."

"Nah! Terus? Kenapa kamu sibuk mikirin mereka?"

"Ih! Aku tuh penasaran, Ki. Soalnya aku ngerasa aura mereka berdua beda, sementara Eshika ngomong nggak ke aku."

"Ehm .... Tungguin aja ah. Ntar kalau mereka beneran ada hubungan ... ya pasti kita bakal tau juga."

Velly merenungkan perkataan Reki. "Jadi ... kamu beneran nggak tau?"

"Kamu ini emang keras kepala banget, Vel."

"Orang ngomongnya berkemauan kuat," kilah Velly. "Ehm ..., Ki. Ngomong-ngomong soal berkemauan kuat, aku punya ide deh."

"Kenapa perasaan aku nggak enak sih?"

Mengabaikan itu, Velly lanjut bicara. "Tadi kamu ngomong kalau kamu juga nggak tau tentang hubungan Tama dan Eshika kan?" tanyanya. "Iya?"

"Ehm ... iya," jawab Reki dengan kesna ragu-ragu. "Kenapa?"

Senyum penuh tekad pun seketika mengembang di wajah Velly. Jawaban Reki menumbuhkan semangat di dadanya. Bersamaan dengan rencana yang mendadak muncul di benaknya.

"Jadi ...," lanjut Velly kemudian. "... gimana kalau kita berdua nyari tau sejauh mana hubungan mereka."

"Eh? Maksud kamu?"

Bangkit dari posisi tidurnya, Velly kembali duduk. Kali ini wajahnya menampilkan ekspresi misterius dengan kemauan yang tak akan terbantahkan. Ia menjawab.

"Kita mata-matai mereka."

Kalau di kamarnya Velly merasakan semangat yang berkobar, maka sebaliknya yang terjadi pada tempat terpisah. Di seberang sana, terdengar kesiap Reki.

"Hah?! Kamu gila?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top