8. Sisi Lain

Ketika motor besar bewarna hitam itu melaju di jalanan, Reki melayangkan lirikan melalui kaca spionnya yang terletak di sebelah kanan. Berusaha melihat ke belakang. Karena demi apa pun, ia kerap kali merasa tak nyaman bila membonceng seseorang yang membisu sepanjang jalan. Terutama bila yang ia bonceng adalah cewek seperti Velly. Jangankan soal berceloteh, bahkan Reki pun tau kalau cewek itu sangat aktif. Dia diam, sontak saja membuat Reki yang resah.

"Vel ...."

Suara Reki memanggil nama gadis itu.

"Ehm ...."

Hanya satu deheman yang menyahut. Lalu hening lagi.

Mendapati itu, Reki pun lantas mengerutkan dahinya seraya membawa kembali tatapannya untuk terarah lurus ke depan. Sesuatu tampak tak asing, tepat ketika ia melihat satu objek yang membuat ia sumringah. Matanya yang membesar tertuju pada satu warung pangsit yang sering ia singgahi kalau perutnya mendadak lapar sebelum ia sampai ke rumahnya.

Reki sedikit membelokkan arah motornya. Menepi. Dan lantas berhenti di depan warung pangsit itu. Langsung membuka helm yang ia kenakan, menoleh ke belakang.

"Turun."

Di belakangnya, Velly celingak-celinguk. Bingung. Tangannya spontan menahan tas ransel di pundak Reki.

"Ngapain turun di sini?" tanya Velly. Ia melihat pada warung pangsit itu. "Kamu mau makan pangsit?"

Reki mesem-mesem. "Ya kagaklah. Aku turun di warung pangsit kan mau makan pizza," tukasnya. "Ck. Jelaslah mau makan pangsit. Buruan turun. Aku laper. Sebelum aku makan kamu, mending kamu buruan turun."

Velly cemberut. "Ya sabar, Ki. Jangan buru-buru, ntar aku jatuh."

Gerutuan Velly mengundang kekehan lirih Reki. Terutama ketika ia melihat bagaimana dengan penuh kehati-hatian, Velly berpegang pada tasnya. Baru kemudian turun.

Setelah kedua kakinya menapak dengan mantap di atas jalanan, Velly langsung melepaskan helmnya. Menyerahkan benda itu pada Reki dan langsung memberikan beberapa pijatan di lehernya yang terasa kaku.

"Menurut kamu, apa sebaiknya aku beneran ganti helm aja? Aku khawatir leher kamu beneran patah ntar."

Velly mendelik. "Kamu mau makan atau kamu yang mau aku makan?"

"Hahahaha." Reki tertawa seraya turun dari motor. "Ayo."

Setelah memarkirkan motornya di tempat yang seharusnya, Reki mengajak Velly untuk masuk ke waring pangsit itu. Duduk di satu meja dan seorang pelayan langsung menghampiri mereka.

"Pangsitnya dua porsi, Mas. Sama mi ayamnya juga," kata Reki.

"Pangsitnya mau pangsit apa, Mas?"

Reki tampak menimbang sejenak. "Satu sayur, satu lagi ayam."

"Baik, Mas. Ditunggu bentar."

Ketika pelayan itu meninggalkan meja mereka, Reki mendapati bagaimana Velly memutar kepalanya. Mengamati keadaan warung itu yang kebetulan sedang tidak terlalu ramai oleh pengunjung.

"Di sini pangsitnya enak," kata Reki. "Aku sering mampir kalau mendadak lapar di jalan." Tangan Reki menarik teko air minum. Mengisi dua gelas dan menyodorkan salah satunya pada Velly. "Nih."

"Makasih," kata Velly seraya menyambut gelas itu. Meneguknya sekali. "Ehm ... seenggaknya airnya enak."

Reki mendesah sekilas saat air dingin itu membasahi tenggorokannya. "Airnya enak?"

"Ck. Banyak warung makan itu punya air yang nggak enak. Makanya sebelum makan di tempat baru, biasanya aku minum airnya dulu. Salah-salah, balik bisa diare loh."

"Oh ..., sensitif sekali," kata Reki dengan nada mencemooh.

Velly mengembuskan napasnya. "Emang. Padahal ya dulu itu waktu aku kecil, mau makanan jatuh di parit aja aku nggak bakal sakit. Heran aja kenapa kayak semuanya berubah pas aku udah gede."

"Kamu kena kutuk kali."

"Kena kutuk apaan," gerutu Velly.

Menunggu pesanan mereka sampai, Reki lantas berniat untuk menanyakan sesuatu. Karena jelas sekali saat ia mengeluarkan motor dari parkiran tadi, ia sempat melihat Velly dan Alex yang tengah berbincang-bincang.

"Tadi kayaknya sebelum aku datang, aku ngeliat kamu ngobrol sama Alex deh," kata Reki kemudian. "Aku pikir kamu bakal balik bareng dia. Taunya malah ditinggalin gitu aja."

"Hahahaha. Mana mungkin Alex mau ngantar aku balik. Dia kan demennya sama Eshika, bukan sama aku."

Mata Reki seketika melotot. "Eh, Markonah. Kamu jangan sampe ngambil kesimpulan kalau aku mau ngantar kamu balik gara-gara aku demen sama kamu ya?"

"Tenang aja. Aku tau. Lagian ya kalaupun kamu demen sama aku, akunya yang nggak demen sama kamu."

Reki mencibirkan bibir bawahnya sekilas. Tepat ketika pelayan membawa satu nampan yang berukuran lumayan besar ke meja mereka. Dengan cekatan meletakkan semua pesanan mereka. Di saat itu, sebelum pelayan itu berlalu, Reki kembali berkata.

"Es tehnya dua ya, Mas."

"Oh iya, Mas."

Velly menarik satu mangkok mi ayamnya. Langsung membubuhkan saos, kecap, dan sambal. Mengaduknya beberapa kali untuk mendapatkan cita rasa yang ia inginkan.

"Ngomong-ngomong, kamu ini emang hobinya ngerjain orang ya?" tanya Velly seraya menarik sehelai tisu. Mengelap jejak kecap di jari tangannya. "Kenapa coba nggak pesan es tehnya tadi?"

Reki juga mengaduk-aduk mi ayamnya. Menyesap sesendok kuahnya dan menjawab.

"Itu taktik. Soalnya kalau kita pesan minum dan makanannya bareng, pasti minumnya duluan yang sampe. Eh, keburu mencair duluan itu esnya."

Velly terkekeh sekilas. "Kamu lumayan pinter."

Tak menghiraukan perkataan Velly, Reki mengambil satu pangsit. Mencelupnya sejenak di mangkok kuah mi ayam dan baru menikmatinya. Terdengar ia mendehem nikmat saat rasa lezat itu menyapa indra pencecapnya.

Melihat itu tentu saja Velly tergoda. Ia mengambil satu pangsit pula dan menggigitnya.

"Ehm ... ini enak."

Reki menyeringai. "Bener kan?" tanyanya bangga. "Warung makan pilihan aku nggak pernah ada yang mengecewakan."

"Hahahaha."

"Tapi, beneran deh," kata Reki kemudian. "Aku penasaran. Kalau tadi Alex nggak ngajak kamu buat balik bareng, ngapain dia sampe nyamperin kamu?"

"Kamu nggak yang mikir Alex ada sesuatu gitu kan sama aku? Terus ngerasa cemburu gitu?"

"Huuukkk!"

Reki tersedak kulit pangsit yang kenyal itu. Rasanya tersangkut di tenggorokannya. Beruntung es teh yang ia pesan telah sampai. Dengan segera ia menyambar minuman itu. Meneguknya beberapa kali hingga kulit pangsit itu berhasil tertelan dengan sempurna. Melihat itu, Velly terkekeh.

"Ketahuan. Kamu emang ada nyimpan something gitu ke aku."

"Astaga, Markonah. Kamu ini beneran sesuatu ya?" tanya Reki horor. "Aku cuma mau tau aja."

"Oke!" Garpu di tangan Velly terangkat. "Aku bakal ngasih tau kamu."

"Apa?"

Mata Velly menatap mata Reki lekat-lekat. "Sebenarnya Alex tadi itu jelas sekali nyamperin aku gara-gara Eshika."

"Eshika?" tanya Reki dengan hati-hati. "Bawa nama Tama juga?"

"Ehm ...."

Velly mendehem sejenak. Berpikir. Dan lalu memutuskan bahwa tak ada gunanya ia menyangkal.

"Ya. Nanyain Eshika dan Tama ada sesuatu atau nggak," kata Velly. "Dan itu semakin memperkuat dugaan aku, Ki."

"Dugaan?" Dahi Reki mengerut. "Dugaan apa?"

Merendahkan suaranya seperti ingin memberikan efek dramatis di drama-drama yang sering ia tonton, Velly berkata dengan menyipitkan sedikit matanya.

"Dugaan kalau antara Eshika dan Tama itu memang ada sesuatu," kata Velly yakin. "Orang Alex aja mendadak jadi resah coba dengan Tama."

Reki menikmati mi ayamnya terlebih dahulu, kemudian meletakkan sendok dan juga garpunya.

"Mungkin itu bisa jadi cuma kegelisahan cowok yang takut dapat saingan."

"Ehm ...."

Velly mendehem lagi. Berpikir, walau jelas bukan memikirkan perkataan Reki. Melainkan hal lain.

Tadi ... pas Alex ngomong soal jalan-jalan kelas, kenapa aku ngerasa kayak yang beda gitu ya ekspresi wajahnya?

Kayak yang dia mau ngerencanain sesuatu gitu.

Velly mengangkat wajahnya. Tak sengaja membawa tatapan matanya untuk beradu dengan mata Reki.

"Apa?"

Apa aku bilangin aja ke Reki?

Tapi, walau perasaan aku nggak enak gini, kayaknya nggak bagus kali ya kalau ngomong sesuatu yang nggak ada bukti?

Bisa aja ini cuma perasaan aku aja.

Salah-salah ntar malah nyulut permasalahan lain coba.

Velly menggeleng. "Nggak apa-apa."

"Ehm ...." Tatapan mata Reki berubah menyelidik. "Apaan sih, Vel?" tanyanya kemudian. "Sumpah deh. Tiap kamu nggak bersuara atau diam, itu aku mendadak ngeri aja. Bukan tipe kamu banget yang diam."

Sendok di tangan Velly bergerak. Mengambil satu pangsit lainnya.

"Kamu ini beneran mau ngoceh terus ya?" sengit Velly seraya menggigit pangsitnya. "Lagian aku itu bukannya kayak kamu yang hobinya ngoceh. Ck. Jenis kelamin sih iya cowok. Sifat dan kepribadian mah cewek."

Reki tergelak. "Yakin kamu kalau kelamin aku cowok?"

Menggenggam garpunya yang kosong, Velly mengacungkan benda itu pada Reki. "Ngomong macam-macam, garpu ini bakal nancap di mata kamu, Ki."

"Lihat ini lihat. Kamu ini kecil-kecil, tapi emang nyalinya gede ya? Ckckckck. Salut aku."

Bola mata Velly memutar sekilas. "Darah jawara kampung mengalir di tubuh aku."

"Hahahaha." Reki tergelak. "Iya iya. Jawara kampung yang masih kena jewer sama bapaknya."

Velly tau dengan pasti bahwa Reki sedang meledek dirinya. Menyinggung kejadian beberapa malam yang lalu saat telinganya ditarik oleh Bandi saat masuk ke dalam rumah. Membuat gadis itu merasa malu juga sebenarnya.

"Kamu ngomongin itu ke orang-orang, awas ya! Beneran aku tancapkan ini garpu ke mata kamu."

Setelah mengatakan ancamannya itu, Velly membawa garpu tersebut untuk menancap di satu pangsit. Lalu membawanya ke depan mulutnya, menggigitnya dengan melayangkan sorot mengancam pada Reki.

"Vel, aku bilangin deh ya. Kalau kamu kayak gini, kamu bakal susah dapat jodoh loh. Nggak ada cowok yang suka sama cewek kecil-kecil, tapi galak."

"Ehem ... nggak ngaruh nggak ngaruh," kata Velly. "Lagian aku yakin kok pasti ada yang suka sama aku. Kamu aja yang nggak bisa ngeliat pesona aku, Ki."

"Hahahaha. Siapa yang suka sama kamu coba?" tanya Reki semakin meledek. "Perasaan selama ini kamu nggak ada pacaran."

"Yah ... kamu bisa ngomong kalau aku setia kawan sama Eshika. Kalau aku pacaran, kasian dia bakal sendirian."

"Hahahaha. Good one, Vel. Beneran deh. Harusnya dulu kamu masuk ekskul debat aja."

"Dan menerima kemungkinan untuk ketemu kamu dalam intensitas waktu yang lebih banyak lagi?" tanya Velly melotot. "No way!"

"Yes way!" tukas Reki geli. "Tapi, sekarang kita juga udah kelas tiga. Kegiatan ekskul udah bukan kewajiban kita lagi. Yah ... kayaknya kamu emang nggak usah gabung lagi, Vel. Udah yang telat banget."

Velly mendengus.

"Lagian ya ... kalau dicermati, omongan kamu tadi itu kayak yang mau ngasih tau aku kalau kamu nggak suka ketemu aku lama-lama."

Tangan Velly terulur. Meraih gelas es tehnya. Menikmati minuman dingin itu beberapa kali tegukan.

"Tentu aja. Soalnya setiap deket-deket sama kamu, entah kenapa perasaan aku selalu sial. Bahkan bisa ngebuat aku jatuh dari pohon."

"Hahahaha. Itu udah lama kali, Vel."

Velly cemberut. "Aku beneran nggak suka jatuh," katanya. "Apalagi jatuh di atas semak-semak. Ck. Buat aku ingat kenangan buruk aja."

"Kenangan buruk?" tanya Reki. "Kenangan buruk apa?"

"Bukan kenangan yang menakutkan sih. Cuma dulu itu ada bocah cowok yang pernah buat aku jatuh juga. Sampai gedebuk di semak-semak. Ah. Sakit iya, kotor iya, eh malu juga iya."

"Hahahaha."

"Jadi aku berasa nggak suka aja kalau sampe jatuh." Matanya melirik Reki. "Apalagi pake acara jatuh nimpuk kamu."

Reki membalas cibiran itu. "Harusnya aku yang nggak suka, Vel. Kecil-kecil, kamu itu berat juga."

Velly diam. Percakapan itu membuat ia teringat sesuatu di masa lalu.

"Mana abis jatuh waktu itu kita kepergok lagi. Ah! Benar-benar memalukan."

"Hahahaha." Reki tertawa. "Tapi, aku jujur aja nggak tau kalau Kak Putra waktu itu bakal mergoki kita."

Velly diam. Tak memberikan komentarnya lantaran tawa Reki yang semakin menjadi-jadi.

"Tapi, kayaknya dia nggak nganggap kita ada apa-apa gitu kan?" tanya Reki kemudian. "Orang abis itu kalian deket kan?"

Bahu Velly naik sekilas.

"Kenapa nggak sampe jadian?"

Mata Velly menajam. "Ngapain kamu jadi nanya-nanyain aku sih dari tadi? Kepo banget."

"Hahahaha. Bukannya kepo. Tapi, insting aku ngomong bahwa dalam waktu dekat kamu harus punya cowok."

"Kenapa?"

Menyeringai, Reki menutup sendok dan garpunya di pinggir mangkok. Dengan entengnya ia menjawab.

"Entah kenapa aku ngerasa kalau dalam waktu dekat, Eshika bakal punya pacar. Dan itu artinya bentar lagi kamu bakal sendirian."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top