7. Pemikiran Mencurigakan

"Ki, balik belom? Atau mau nutup gerbang sekolah?"

Reki merasakan satu tepukan di pundaknya. Hal yang membuat ia memutar tubuh dan mendapati bahwa Sang Ketua Kelas yang tidak lengser selama tiga tahun mereka sekelas itu menghampiri dirinya. Bima menghampirinya seraya menyandang satu tas di bahunya.

"Bentaran," katanya singkat. Lalu matanya melihat pada teman-temannya yang lain. "Kalian duluan aja."

Bima angguk-angguk kepala. Begitupun dengan teman-temannya yang lain. Mereka lantas beranjak keluar dari kelas seraya membicarakan beberapa hal yang membuat mereka tertawa-tawa.

Di tempatnya duduk, Reki menatap lurus pada Velly yang tampak sudah merapikan tasnya. Tapi, aneh. Cewek itu tidak terlihat akan beranjak dalam waktu dekat.

Ehm ....

Aneh, biasanya ini Cebol langsung melompat kegirangan kalau bel terakhir bunyi.

Tapi, kenapa dia malah nggak gerak-gerak?

Ehm ....

Mencurigakan sekali.

Sementara itu, di depan sana, Velly tampak mengusap-usap dagunya. Dahinya berkerut melihat ke pintu. Di mana tadi ada satu kejadian yang membuat ia menjadi menduga-duga. Dan karena itulah pada akhirnya ia bangkit.

Semula Reki berpikir bahwa Velly akan keluar, namun ia kecele. Ternyata gadis itu justru beranjak ke jendela. Tampak memposisikan dirinya demi bisa melihat ke luar. Menahan keinginan untuk turut mengintip di jendela, Reki hanya bisa menduga-duga tentang apa yang dilihat Velly di luar sana.

Velly menarik kursi guru. Kemudian naik ke atasnya, melanjutkan usahanya untuk mengintai. Hal yang tentu saja membuat Reki geleng-geleng kepala.

Ckckckck.

Ini cewek beneran deh.

Emang, aku nggak heran sama sekali.

Lagi pohon cemara kipas aja bisa ia panjat.

Apalagi cuma semacam naik ke atas kursi mah.

Remeh banget untuk dia.

Tapi ....

Reki menyandarkan punggungnya. Bersidekap. Melihat bagaimana Velly celingak-celinguk naik turun di depan jendela berkaca bening itu.

Dia itu mau ngeliatin apa sih?

Dan sebenarnya, Velly berusaha untuk melihat ke tempat parkiran. Tepatnya di mana para siswa biasanya memarkirkan mobil mereka.

Aku nggak bakal salah ngira.

Pasti Eshika balik sama Tama.

Velly tau dengan pasti, hari itu Eshika terlihat tak begitu sehat. Memang sih sahabatnya itu izin untuk pulang lebih dulu.

Tapi, siapa yang bisa nebak?

Jangan-jangan Eshika justru istirahat di UKS.

Soalnya bukan apa.

Tapi, tadi itu Tama kayak yang kilat aja keluar dari kelas.

Bahkan sampe ninggalin Reki yang cerewet itu.

Ngomong-ngomong soal Reki, Velly lantas mengerjapkan matanya beberapa kali. Bertahan pada dua tangan yang menekan jendela, ia memutar tubuh. Dan tatapan matanya bersirobok dengan tatapan mata Reki.

"Apa liat-liat?" tanya gadis itu tanpa tedeng aling-aling.

Reki melotot. "Lah situ juga kenapa ngeliatin aku?"

Velly tak membalas perkataan itu, melainkan memutar kembali kepalanya. Tepat ketika dilihatnya ada satu mobil yang melintas. Tidak cepat sebenarnya, tapi tetap saja. Ketika Velly melihatnya, mobil Lexus dengan warna perak yang berkilau itu telah berlalu. Ia hanya sempat melihat bagian belakangnya sebelum pada akhirnya mobil itu benar-benar lenyap dari pandangan mata. Mobil Tama sudah meninggalkan halaman parkiran.

"Argh! Bener-bener deh! Aku jadi nggak ngeliat!"

Di kursinya, Reki mengerutkan dahinya.

Apa yang nggak dia liat?

"Ck. Argh!" geram Velly dengan kesal.

Gadis itu turun dari kursi, mengembalikannya dengan kasar di posisinya semula. Dan langsung menghampiri Reki yang spontan melotot ketika mendapati Velly menuding dirinya.

"Gara-gara kamu aku jadi kehilangan kesempatan buat ngeliat hal yang penting!"

Reki diam beberapa saat. "Ya ampun, Vel. Kalau mau ngigau, kamu tidur dulu gih. Berasa aneh tau nggak sih ngigau kalau lagi sadar?"

Velly melotot. Lalu tanpa kata-kata lagi, ia memutar tubuhnya hingga rambut selehernya tampak berkibas sekilas. Mengambil tas ranselnya dan langsung keluar dari kelas.

Ck.

Tapi, walaupun nggak sempat ngeliat, aku yakin banget dengan skenario itu.

Eshika permisi pulang, tapi bisa aja dia justru milih istirahat di UKS.

Dan pas bel terakhir bunyi, Tama langsung ngacir.

Pasti dia ke UKS.

Nyamperin Eshika dan ngajak balik berdua.

Ehm ....

Aneh.

Kenapa mereka berdua makin lama makin aneh?

Velly mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya. Langsung membuka satu aplikasi ojek daring. Memesan dan menunggu seraya terus berpikir. Bahkan saking benar-benar memaksa otaknya untuk merenungi setiap hal aneh yang terjadi pada sahabatnya belakangan ini, Velly tanpa sadar mengerutkan dahinya.

Hingga sejurus kemudian, kepalanya terasa sedikit berdenyut.

"Argh! Disuruh mikir bentar ya otak aku udah nyut-nyutan kayak gini."

Gadis itu lantas menepis keinginan untuk terus berpikir.

"Ntar aja lanjut mikirnya. Otak aku emang diciptakan Tuhan bukan buat mikir."

Pada akhirnya ia bersenandung bersenandung kecil seraya celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri bergantian. Kemudian beralih pada ponselnya. Mengecek kalau-kalau pengemudi ojek daringnya menghubunginya dan satu suara terdengar menyapa dirinya.

"Lagi nunggu jemputan?"

Velly menoleh. Melihat pada satu motor dan pengemudinya yang tampak menepi menghampiri dirinya. Cowok itu melepaskan helm berkaca gelap yang menutupi wajahnya. Membuat Velly mengembuskan napas sekilas.

Alex.

Dan Velly tersadar akan pertanyaan cowok itu pada dirinya. Hal yang lantas membuat dirinya mengangguk, tapi sejurus kemudian menggeleng.

Jawaban yang jelas saja membuat Alex bingung.

"Eh?"

Kebingungan Alex membuat Velly mengerjapkan matanya sekilas. Lalu tertawa kecil karena geli dengan ekspresi bingung cowok itu.

"Maksud aku, aku lagi nungguin ojol aku," klarifikasinya. "Hehehehe."

"Oh ...."

Velly melirik kanan kiri, memilih diam untuk beberapa saat sementara otaknya kembali berpikir secara spontan.

Ini nggak mungkin banget Alex nyamperin aku kalau nggak ada maksud dan tujuan yang tersembunyi.

Kalau dia sampe nyamperin aku, itu artinya ....

Velly tersadar.

Jangan mikir lagi, Vel.

Maka dari itu, pada akhirnya Velly pun bertanya dengan terus terang pada Alex. Ketimbang ia penasaran dengan rasa menebak-nebaknya.

"Kenapa, Lex?"

Sejenak Alex tampak diam. Hingga kemudian ia menarik napas dalam-dalam. Terlihat sedikit bertopang pada helm yang ia letakkan di atas tangki minyak motornya.

"Ada yang mau aku tanyain."

Tuh kan.

Praduga bersalah aku emang selalu benar.

Apa ini artinya aku harusnya masuk IPS aja?

Alih-alih IPA?

Memasang wajah datar, seperti wajah polos anak kecil, ia mengangguk. "Ya tanyain aja. Tentang apa?"

"Eshika," jawab Alex.

Bingo!

Tebakan aku benar lagi.

Ehm ....

Apa aku nyari nomor togel aja sekalian ya?

Kali aja aku jadi milyuner gitu.

"Mau nanya apa soal Eshika?" tanya Velly kemudian. Tetap berusaha untuk memasang ekspresi datar.

"Eshika udah punya cowok?'

Velly mengerutkan dahi. Menggeleng. "Setau aku sih dia belum ada cowok," jawabnya. Bertepatan dengan satu kilasan perbincangan dirinya dengan Eshika beberapa waktu yang lalu muncul di benaknya. "Tapi ...."

"Tapi?"

Velly menimbang sejenak. Apakah ia harus jujur atau sebaliknya. Tapi, pada akhirnya satu kesimpulan ia dapat.

Kayak yang aku peduli banget dengan Alex.

Dia juga nyamperin aku kalau lagi butuh doang.

Dikiranya aku nggak nyadar ya?

"Tapi, dia memang pernah cerita kalau lagi naksir seseorang," pungkas Velly kemudian.

Wajah Alex terlihat berubah sejurus kemudian. "Maksud kamu Tama?"

"Tama?" Velly menelengkan wajahnya ke satu sisi.

Jujur saja, Velly sedikit syok menyadari bahwa ia dan Alex memiliki pemikiran yang sama. Tapi, mendadak saja ia seperti mendengar suara Reki di benaknya.

"Kamu mau dilempar barbel lima kilo sama Tama?"

Glek.

Auto tambah pendek dong aku.

Maka Velly pun geleng-geleng kepala. "Kayaknya sih bukan."

"Masa kamu kayak yang nggak yakin gitu," protes Alex. "Kan kamu temennya Eshika."

"Masalahnya Eshika nggak pernah cerita soal cowok itu. Dia nggak pernah ngasih tau aku sekarang itu lagi naksir siapa. Yang pasti adalah dia memang ngomong kalau dia lagi naksir seseorang. Siapa seseorang itu aku juga nggak tau, Lex."

Alex mengembuskan napas panjang. Lalu ia kembali bertanya lagi. "Bukan Tama?"

"Ehm ...."

Ah, beneran deh.

Lagipula kan ini cuma dugaan aku aja.

Kalau jawaban aku malah buat tambah masalah ...

Glek.

... bakal mampus aku dihajar Tama.

Kali ini deheman Velly terdengar lebih panjang dari biasanya. Membuat Alex menatap Velly dengan tatapan menyelidik.

"Tama ya?"

Velly kembali menggeleng. "Nggak tau sih. Eshika beneran nggak ada ngomong apa pun ke aku soal nama cowok itu. Yah, walaupun ...."

"Walaupun apa, Vel?"

Kalau cuma ngomong sedikit dugaan aku, nggak apa-apa kali ya?

"Walaupun memang akhir-akhir ini aku ngerasa mereka berdua makin lama makin adem, makin akur, dan aura di antara mereka kayak beda banget gitu."

Perkataan Velly seketika membuat Alex menggertakkan rahangnya.

"Nggak tau kenapa sih. Memang mereka sekali dua kali masih sering adu mulut, tapi mereka berdua kayak beda aja gitu ngeliatnya." Velly menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mungkin perasaan aku aja kali ya? Karena gimanapun juga, kayaknya nggak mungkin banget Eshika bisa naksir Tama. Hehehehe."

Alex membeku, tak menghiraukan tawa Velly.

"Kalau Tama naksir Eshika sih aku masih masuk akal. Lagian kan Eshika emang deket sama keluarga Tama. Tapi, kalau Eshika sampe naksir Tama ... ehm ... aku sedikit ragu sih."

Tapi, kok aku ragu dengan omongan aku sendiri ya?

Soalnya mereka berdua emang tampak beda gitu.

"Kamu tau, Vel?" tanya Alex tanpa menunggu jawaban Velly. "Eshika nolak aku lagi."

Segala pemikiran di benak Velly seketika buyar. Lenyap. Tergantikan oleh seruan tak percaya.

"What?"

Mata Velly melotot. Ia meneguk ludah dan benaknya mulai mempertanyakan sesuatu.

Ini kenapa ojol aku belum sampe-sampe sih?

"Ehm ..., sorry sorry sorry, Lex. Beneran aku minta maaf," kata Velly cepat ketika sadar dengan responnya yang membuat wajah Alex berubah merah seketika.

Ugh!

Pasti cowok itu malu sampai kena tolak Eshika dua kali.

Dalam hati Velly meringis.

Tenang aja, Lex. Belum separah Tere yang ditolak berkali-kali sama Tama dalam waktu beberapa hari sih.

Eh?

Kok agak mirip ya?

Ini bener-bener semakin mencurigakan.

"Apa mungkin ini memang perasaan aku aja ya?" Napas cowok itu mengembus panjang. "Tapi, aku ngerasanya Tama kayak yang lagi deketin Eshika gitu."

Mata Velly berkedip-kedip. Bagaimanapun ia merasa kesal karena Alex kerap kali mendekati dirinya hanya kalau sedang ada perlu saja, ia tetap berusaha untuk sedikit bijak.

"Ehm ... mereka kan emang deket sih, Lex. Ya walau mereka sering berantem, sebenarnya mereka itu deket," kata Velly dengan raut bingung untuk menjelaskan fakta itu pada Alex. "Orang Mama Tama datang yang pertama dicari juga bukan Tama, tapi ya pasti Eshika."

"Menurut kamu gimana ya, Vel?" tanya Alex.

Kepala Velly celingak-celinguk ke kanan dan kiri secara bergantian. "Gimana apanya, Lex?"

Gila!

Itu ojol kok nggak muncul-muncul sih?

Mana kaki udah pegal, eh ini pake acara ngobrol soal perasaan pas di gerbang lagi.

"Soal Eshika ini, Vel. Aku beneran suka sama dia."

Velly meneguk ludah.

Ya kalau Eshika nggak suka kamu juga mau digimanain? Masa mau dipaksa suka sih? Kan nggak lucu kali.

Velly mendehem.

"Ehm ... gimana ya, Lex, ngomongnya? Soalnya Eshika itu gitu-gitu dia orangnya keras kepala juga sih."

"Aku nggak bakal nyerah. Apalagi kalau semisalnya cowok itu adalah Tama."

Velly mendadak merinding melihat wajah Alex. Ekpresinya terlihat penuh tekad. Tampak tak akan gentar untuk terus maju mendekati sahabatnya.

Ya salam.

Ampun dah.

Ini ojol aku mana?

Nyasar atau kesedot Segitiga Bermuda sih?

Lalu, Alex menatap Velly setelah perbincangan mereka terjeda oleh keheningan untuk beberapa saat.

"Bulan depan kita ada jadwal jalan-jalan sebelum ujian semesteran kan?"

Velly mengerjap. Bingung dengan perubahan topik yang dilakukan Alex dengan tiba-tiba. Otaknya berpikir. Dan ia mengangguk.

"Sepertinya ...."

Alex menyeringai. "Oke ..., kalau gitu aku duluan ya?"

"Oh. Ah ...." Velly mengangguk. "Oke ...."

Velly terlihat tak bisa berkata apa-apa setelah melihat kepergian Alex. Yang pasti, cewek itu mengembuskan napas lega. Lalu, ia merutuk seraya mengambil ponselnya dari saku seragamnya.

Eh, ada pesan dari Si Mas Ojol.

[ Mbak, saya mendadak mules. ]

[ Maaf ya. ]

[ Tolong cancelin dong. ]

Velly menggeram.

Sialan.

Dari tadi aku nungguin orang pup ternyata ya.

Misuh-misuh, Velly melihat Reki yang baru saja mengendarai motornya dari tempat parkir. Ketika cowok itu lewat, enteng sekali Velly mengulurkan tangannya. Menghentikan laju motornya.

Reki menarik rem. Membuka kaca helm dan mengerutkan dahi. "Kamu pikir ini semacam ojek pangkalan gitu? Main diberhentiin aja."

Tanpa merasa bersalah atau sungkan, Velly meletakkan tangannya di satu stang motor Reki. Antisipasi kalau-kalau Reki mendadak ingin melajukan lagi motornya.

"Aku nungguin ojol dari tadi, Ki. Dan ternyata dia malah pup. Aku nungguin orang pup sekitaran sepuluh menitan coba."

Mau tak mau, Reki spontan tertawa mendengar keluhan Velly. Lalu, ia meraih satu helm yang tergantung di stang motornya. Memberikannya pada Velly.

"Berapa ongkos dari sini ke rumah kamu?"

Velly menerima helm itu dengan menyipitkan matanya. "Kenapa?"

"Ya bayar dong. Masa gratis."

Reki tergelak terbahak-bahak sementara Velly duduk di belakangnya. Tapi, sebelum cowok itu melajukan motornya, ia mendapati Velly kembali berkata.

"Kapan hari itu, ada yang ngomong kalau rumah kami berada di arah yang sama. Jadi, sekali jalan gitu kan? Nggak rugi sama sekali."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top