53. Demi Status

Malam itu, sekumpulan lagu Maroon 5 terdengar mengalun dari kamar Reki. Memeriahkan suasana di saat pemiliknya tengah berisap-siap dengan penuh semangat. Tanpa terlewatkan seraya ikut-ikutan bernyanyi, pastinya.

"Jaket, oke."

"Celana panjang, oke."

"Syal, oke."

"Bokser andalan, juga oke."

"Hahahahaha."

Reki tertawa dengan riang setelah memastikan semua perlengkapan telah ia masukkan ke dalam travel bag. Bahkan handuk dan kain sarung pun tidak lupa ia masukkan pula.

"Ehm ...."

Reki lantas menepuk-nepuk tangannya beberapa kali. Melihat travel bag itu, mendadak saja Reki merasakan ada sesuatu yang ganjal. Dahinya berkerut.

"Kayaknya semua perlengkapan udah masuk semua," katanya dengan suara rendah. "Tapi, kenapa perasaan aku ngomong kayak ada yang kurang ya? Ehm .... Apa ya?"

Mondar-mandir, Reki memaksa otaknya untuk berpikir. Dan cowok itu nyaris menyerah andaikan tidak ada pesan Velly yang masuk ke ponselnya.

[ Velly ]

[ Ki, besok kamu mau jemput aku jam berapa? ]

Demi apa? Reki membelalakkan matanya melihat pesan itu. Ia pun langsung sadar untuk sesuatu yang sangat amat penting.

"Mobil!"

Maka mengabaikan pesan Velly, bahkan cowok itu melemparkan ponselnya begitu saja di atas kasur, Reki pun berlari keluar dari kamarnya. Langsung menuju ke kamar Nora.

"Tok! Tok! Tok!"

Tak sabaran, Reki pun memanggil nama kakaknya itu.

"Kak? Kak Nora. Kaaak ...."

Hening, tidak ada suara yang menjawab. Tapi, Reki yakin kalau Nora belum tidur. Saat itu masih jam delapan malam. Maka Reki pun kembali mengangkat tangannya. Berniat untuk mengetuk lagi, tapi mendadak saja satu suara terdengar di telinganya.

"Hahahahaha. Mama sih. Tapi, Papa kan udah ngajak."

Mata Reki langsung membesar.

Ternyata di bawah.

Lagi ngumpul sama Mama dan Papa.

Maka langsung saja Reki pun meluncur ke lantai bawah. Menuju pada ruang keluarga di mana ada Nora, Laras, dan juga Wiguna yang tampak bercengkeram walaupun televisi tengah menyala. Dan kehadiran Reki yang mendadak, membuat tawa di sana sontak berhenti seketika.

"Kak ...."

Tak ada angin tak ada hujan, Reki langsung duduk di sebelah Nora. Begitu tiba-tiba hingga membuat wanita itu mengernyit.

"Kamu kenapa?" tanya Nora. "Lupa minum obat? Kumat?"

Laras dan Wiguna sontak tertawa. Tapi, tidak untuk Reki. Wajah cowok itu terlihat serius sekali. Terutama ketika tanpa tedeng aling-aling, ia berkata.

"Aku pinjem mobil Kakak besok ya?"

"Eh?"

Nora langsung melongo. Benar-benar menganga untuk beberapa saat. Seperti dirinya yang perlu waktu beberapa lama demi bisa mencerna perkataan Reki.

"Ya, Kak? Please .... Aku pinjem mobil buat ke Puncak besok."

Mata Nora berkedip sekali. "Si Bungsu mulai melunjak ya, Bun."

Dooong!

Laras dan Wiguna kembali tertawa. Dan tak hanya itu, Laras pun berkata.

"Tumben kamu mau bawa mobil, Ki. Biasanya nggak mau."

Hal yang langsung ditimpali oleh Nora. "Nah iya. Biasanya kamu nggak mau bawa mobil. Sukanya bawa motor."

Reki merengut. "Ya kali aku iket travel bag di jok belakang, Kak. Bukannya aku kayak yang mau mudik," gerutunya. "Aku kan mau piknik."

"Hahahahaha." Wiguna tertawa. "Nggak bareng Tama?"

Reki menggeleng seraya melihat pada ayahnya itu. "Tama mau dua-duaan sama gebetannya, Pa. Aku mana mau yang jadi racun nyamuk di antara dua sejoli yang lagi dimabuk cinta."

Lantas, perkataan itu membuat Nora mengerutkan dahi. Matanya menyipit dengan sorot penuh selidik. Untuk beberapa saat, ia tampak menatap Reki tanpa kedip. Hingga membuat cowok itu jadi merasa ngeri juga ditatap seperti itu.

"A-a-apa sih, Kak?" tanya Reki. "Ngeliatnya biasa aja kali."

Tapi, Nora tidak mengubah sorot matanya. Malah yang terjadi justru sebaliknya, semakin menajam.

"Itu ... Tama yang mau dua-duaan dengan gebetannya?" tanya Nora dengan penuh irama. "Atau ... kamu yang mau dua-duaan dengan Velly heh?"

"Kakak ...."

Ekspresi wajah Reki seketika berubah horor. Ngeri. Seperti dirinya yang mendadak bertemu dengan Sundel Bolong di tengah hutan.

"Sekali ngomong kok buat merinding ya?"

Menghiraukan perkataan Reki, Nora berkata pada Laras.

"Itu, Ma. Mau dua-duaan sama yang ngasih kue lapis legit kemaren loh. Masa Mama lupa sih?"

"Kakak!"

"Oooh .... Lapis legit," lirih Laras tersenyum lebar. Ia pun lantas beralih pada suaminya. "Itu, Pa. Yang kemaren ada lapis legit. Itu kan dikasih sama pacar Reki."

Tuing tuing.

Mata Reki berkedip-kedip. Berusaha untuk tetap bisa bernapas sementara di benaknya mendadak ada suara yang menggema.

Tau kan, Ki, kalau omongan itu doa?

Apalagi omongan orang tua coba?

Omongan Mama.

Hiks.

Yakin aku bakal dikabulkan Tuhan ini mah.

Semua pintu akan terbuka ketika Mama sudah berkata.

Ha ha ha ha ha.

Tapi, Reki berusaha untuk menjaga ekspresi wajahnya. Jangan sampai deh ia kelepasan untuk berjoged-joged ria di sana. Ckckckck. Memalukan.

"Oh, Papa baru tau kalau Reki ada pacar," kata Wiguna kemudian. "Anaknya udah pernah ke rumah, Ma?"

Yang menjawab kemudian justru Nora.

"Belum, Pa. Lapis legitnya aja yang udah ke rumah. Hahahahaha."

Reki cemberut. "Giliran lapis legit lagi diingat-ingat. Lagian ..." Bibir Reki tampak semakin cemberut. "... kan tadi kita bahas soal mobil, Kak. Ya, Kak? Please ...."

Nora mencibirkan bibir bawahnya. Tapi, Reki tidak menyerah.

"Ayolah, Kakak Sayang."

"Giliran gini juga mulutnya manis banget. Semua rayuan keluar, deh."

"Ya? Ya? Ya?" Reki mengedip-ngedipkan matanya dengan ekspresi memelas. "Ntar aku bawain sate kelinci deh balik dari sana."

"Iiih ...," gidik Nora. "Masa mau pake mobil Kakak, imbalannya cuma sate kelinci."

Mendengar itu, Reki jadi mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Merasa kesal, tapi tak urung juga malu. Lantaran ternyata dari tadi kedua orang tuanya dengan saksama mengamati percakapan mereka. Dengan mengulum senyum pastinya.

"Ya udah deh," kata Reki kemudian. "Kak Nora emang kayak gitu. Sama adek sendiri pelitnya ampuuun dah."

"Hahahahaha."

Nora tergelak. Melihat pada orang tuanya dengan mata yang basah.

"Lihat deh. Kalau nggak dituruti, sifat manja anak bungsunya keluar. Hahahahaha."

Sudah, Reki tidak bisa bertahan lagi. Hingga ia memutuskan untuk bangkit. Dengan wajah yang memerah, ia berkata.

"Kalau Kakak nggak mau minjemin, ya udah."

Mata Nora menyipit. "Kamu mau minjem mobil siapa heh?" tanyanya curiga. "Mau nelepon Kak Isna? Atau Kak Gigi?"

"Mau ngubungi Raffi Ahmad aja sekalian."

Setelah mengatakan itu, Reki pun putar badan. Langsung beranjak dari sana. Meninggalkan Nora yang tertawa terbahak-bahak bersama dengan kedua orang tuanya. Hingga sejurus kemudian, Laras menepuk pelan tangan putri ketiganya itu.

"Kamu itu sering banget ngangguin Reki. Padahal udah besar juga."

"Namanya aja sesama saudara, Ma. Mumpung belum nikah. Kalau udah nikah mah aku nggak bakal ngangguin Reki lagi," bela Nora. "Iya nggak, Pa?"

"Ya ... ada benarnya juga."

"Tuh kan."

Tapi, walau bibir Nora mengatakan itu, pada akhirnya wanita itu tetap beranjak. Iseng saja ia berkata.

"Mau ngecek ke atas dulu ah. Kali aja Reki udah buat surat wasiat. Hehehehehe."

Laras dan Wiguna sontak tertawa dengan kompak. Seraya melihat bagaimana Nora lantas langsung beranjak meninggalkan mereka berdua.

Sementara itu, di kamarnya Reki semakin uring-uringan. Jelas, itu karena dirinya bingung. Terutama ketika pesan yang bertubi-tubi masuk ke ponselnya. Dari Velly. Nahasnya, tadi ketika ia keluar demi mencari Nora, ia belum keluar dari kolom percakapan dengan Velly. Otomatis dong pesan itu menjadi terbaca. Hiks.

[ Velly ]

[ Ki .... ]

[ Ya ampun.]

[ Nggak dibalas? ]

[ Kamu tidur atau lagi berusaha nyari masalah? ]

[ Benar-benar aja deh. ]

[ Besok mau jemput aku jam berapa? ]

[ REKIII!!! ]

Sial!

Capslock udah nyala, Pemirsa.

Hiks.

Dan ketika Reki bingung, otaknya pun mendapatkan satu jalan keluar. Ide yang cemerlang sebenarnya.

"Apa aku sewa mobil aja ya?" tanya Reki pada dirinya sendiri. "Kira-kira di---"

"Tok! Tok! Tok!"

Ketukan pintu memutus ucapan Reki. Alih-alih terus bicara sendirian, ia pun menoleh ke arah pintu dengan mata yang menyipit.

Pasti Kak Nora.

Dan memang. Karena sedetik kemudian, jelas terdengar suara Nora bicara.

"Adek Kakak yang cakep, Kakak masuk ya?"

Pertanyaan itu membuat Reki berpikir sikap apa yang harus ia berikan pada kakaknya itu. Tapi, eh ... ternyata Nora sudah lebih dulu membuka pintu. Tanpa permisi sedikit pun, langsung masuk.

Reki memasang ekspresi manyun. "Ngapain Kakak ke sini?"

"Idiiih ...," goda Nora seraya mendekat. "Gitu aja ngambek."

Reki sedikit menyingkir. Tetap berusaha untuk datar merespon pada Nora. Tapi, eh .... Mendadak saja tangan Nora memamerkan sesuatu di depan wajah Reki.

Kunci mobil!

"Sreeet!"

Tanpa babibu, Reki langsung menyambar kunci mobil itu. Senyum pun langsung mengembang di wajahnya.

"Aduh. Kakak baik banget deh."

Nora tertawa. "Giliran dikasih juga, baru dibilangin baik. Tadi juga manyun aja."

Melempar-lempar kunci mobil itu di tangannya, Reki menyeringai dengan ceria. "Ya iya dong. Masa aku bilangin Kakak baik padahal aku nggak dikasih pinjem mobilnya. Hehehehehe," kekeh cowok itu seraya mengulurkan tangan. Merengkuh Nora dan mencium kepalanya. "Makasih banyak, Kak."

Nora mencibir. "Tapi, ingat ya. Jangan buat yang macam-macam di mobil Kakak. Kakak nggak mau mobil itu jadi dapat sial."

"Tenang aja, Kak. Aku ini cowok baik-baik. Hahahahaha."

Dan sejurus kemudian, ketika Nora sudah meninggalkan kamarnya, Reki pun langsung menyambar ponselnya. Kini, cowok itu dengan penuh percaya diri membalas pesan Velly.

[ Velly ]

[ Maaf, Vel. ]

[ Tadi ada urusan bentar, makanya belum balas. ]

[ Btw. Besok aku jemput jam 6 ya? ]

[ Takut macet soalnya. ]

Lalu, menyisihkan ponselnya, Reki pun merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Dengan kedua tangan yang melipat di bawah kepala, ia melayangkan tatapan lurus pada langit-langit kamar.

"Berapa jam sih ke Puncak? Empat jam? Lima jam? Atau enam jam? Ehm ... selama itu masa nggak ada pembicaraan soal status sih."

Reki tergelak.

"Dia nggak ngasih jawaban besok, lihat aja. Aku turunin dia di tengah jalan. Hahahahaha."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top