50. Pengungkapan Perasaan
"Ka-ka-kamu ... ngomong apa, Ki?"
Reki tau, Velly pasti akan bingung. Justru hal yang aneh bila Velly tidak sampai bingung. Tapi, mau bagaimana lagi? Semua sudah terjadi.
Tadi pagi sebenarnya sih Reki masih ragu bahwa semak-semak yang bergemerisik itu lantaran Velly. Tapi, sehelai daun di rambut gadis itu sudah berhasil menjelaskan semuanya. Velly memang mengintai dirinya dan Jessi.
Reki mengembuskan napasnya. "Aku tau kamu denger apa yang aku bilang tadi, Vel," katanya. "Jadi, jawaban kamu apa?"
Mata Velly melotot.
"E-e-eh!" Reki buru-buru mengangkat tangannya. "Maksud aku, jawaban untuk pemilihan waktu kamu."
Walau tak mengatakan apa-apa, tapi jelas. Ekspresi wajah Velly sedikit menunjukkan kelegaan.
Astaga.
Ini cowok mau buat aku jantungan atau gimana sih?
Sibuk merutuk di dalam hati, Velly nyaris tidak siap ketika mendapati Reki yang kembali bertanya padanya. Tentang sesuatu yang teramat penting.
"Pagi tadi ... kamu ngeliatin aku dan Jessi kan?"
Refleks, Velly menggigit bibir bawahnya. Bingung harus menjawab apa. Bukannya takut sih, tapi malu!
Reki mengangguk sekali. "Udah. Nggak perlu jawab juga nggak apa-apa. Aku udah tau jawabannya," katanya kemudian. "Tapi, yang sekarang ngebuat aku penasaran adalah ..."
Velly mendapati bagaimana Reki kali ini menatap dirinya dengan sorot ingin tau.
"... kamu nguping pembicaraan aku sama Jessi sampe mananya?"
Mata Velly memejam dramatis.
Ya Tuhan.
Beneran aku dibilangin dia nguping coba?
Ckckckck.
"Karena ..."
Suara Reki kembali membuyarkan rutukan di benak Velly.
"... jujur aja semuanya jadi kacau gara-gara kamu nguping."
Velly akhirnya berada di titik yang merasa lelah hanya diam saja dari tadi. Tapi, ketika ia memutuskan untuk bicara, ia justru menyinggung hal lainnya.
"Kenapa?" tanya Velly. "Karena aku nganggu waktu dua-duaan kamu dan Jessi?"
Reki menyipitkan matanya. "Santai aja kali, Vel. Nggak usah ngegas. Cemburu nggak usah segitunya."
"Eh? Cemburu? Maksud kamu---"
"Ssst!"
Berbekal tubuhnya yang tinggi, otomatis juga Reki memiliki tangan yang panjang. Bukan hal yang susah untuk cowok itu membawa tangannya untuk mencapai bibir Velly. Memutus gerutuan cewek itu dan berkata memperingatkan.
"Jangan keras-keras. Ntar Om keluar, bisa tambah kacau urusan aku malam ini."
Untuk hal yang satu itu, mau tak mau Velly menuruti perkataan Reki. Menahan ucapannya dan justru mengembuskan napas panjang.
Pelan-pelan, lantas Reki menarik tangannya.
"Aku dan Jessi nggak ada apa-apa lagi, Vel," kata Reki. "Dan itu juga udah lama banget kami putus."
Tampak tak berminat, Velly berkata lirih. "Bukan urusan aku kok."
"Oke," kata Reki menganggukkan kepalanya. "Tadi sih aku mikirnya kamu semacam yang ngira aku dan Jessi masih ada sesuatu gitu ... makanya kamu langsung kabur dari semak-semak."
Ya Tuhan.
Dibahas lagi.
Menguatkan diri, Velly kemudian berusaha keluar dari situasi itu.
"Sorry, Ki. Aku tadi nggak maksud banget buat ngedengerin pembicaraan kamu dan Jessi. Cuma ...."
Sialnya, Velly tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk tindakannya itu. Argh! Benar-benar memalukan dan menyebalkan.
"Cuma ... kamu harus tau kalau yang kamu lakukan tadi itu benar-benar membuat kacau rencana aku."
Velly menggaruk kepalanya. Sekarang kalau ia cermati, berulang kali Reki menggunakan kata-kata itu.
"Kacau?"
Reki mengangguk sekali. "Awalnya ... aku mau nembak kamu di Puncak sih ...."
Ya Tuhan.
Velly melongo.
"Tapi, aku yakin kamu pasti udah ngira aku dan Jessi masih ada sesuatu gitu."
Berusaha untuk tetap sadar, Velly mengerjapkan matanya sekali. "Padahal ...?"
"Nggak."
Ketika Reki mengatakan itu, ekspresi wajahnya terlihat mantap dan tidak ada kesan main-main sedikit pun.
Ehm ....
*
Pagi tadi, di parkiran motor.
"Ki ..., aku masih sayang sama kamu."
Reki yang semula melihat ke arah tanaman semak-semak yang bergoyang-goyang –padahal tidak ada angin tidak ada hujan-, sontak kembali melihat pada Jessica. Terutama karena ada sentuhan di tangannya.
Mata Reki mengerjap-ngerjap untuk beberapa kali. Seperti dirinya yang perlu waktu untuk memahami perkataan Jessica tadi. Tapi, tak urung juga cowok itu mengerutkan dahinya.
"A-a-apa kamu bilang, Jes?" tanya Reki bingung. "Kamu ...."
Jessica menguatkan hatinya. "Aku mau kita balikan lagi," katanya kemudian. "Ya?"
Lalu, mata Reki membesar.
"Astaga, Jes," kesiap Reki seraya menarik tangannya untuk lepas dari cewek itu. "Kamu nggak yang semacam lagi ngelindur atau apa gitu? Kamu---"
"Nggak, Ki," kata Jessica mantap. "Aku sadar banget dengan apa yang aku katakan sekarang."
Glek.
Reki meneguk ludahnya. Melihat bagaimana keseriusan tercetak dengan teramat nyata di wajah Jessica yang cantik.
"Aku ... beneran masih sayang kamu," ulang Jessica lagi. "Aku mau kita balikan."
Lalu, cowok itu mengembuskan napas panjang. Tersenyum.
Secercah harapan mulai tumbuh di benak Jessica. Tapi, belum lagi mekar, harapan itu justru dipaksa tumbang. Adalah perkataan Reki yang kemudian menggugurkan semuanya.
"Maaf, Jes. Tapi, aku udah nggak ada perasaan apa pun sama kamu."
Jessica membeku. Tak percaya bahwa Reki bisa memberikan jawaban yang menyakiti hatinya seperti itu dengan memulas satu senyuman di wajahnya. Apa cowok itu tidak ada perasaan?
"Re-Re-Reki ...."
Jessica berusaha untuk tetap bisa bicara, walau dengan gagap. Tapi, ia akan tetap berusaha.
"Ka-ka-kamu bisa pikirkan dulu," katanya lagi. "Aku nggak maksa kamu ngasih jawaban ke aku sekarang. Aku---"
"Jawaban aku nggak bakal berubah, Jes," potong Reki dengan cepat. "Aku emang nggak bisa balikan lagi sama kamu." Ia mengembuskan napas. "Maaf."
Perkataan Reki membuat Jessica seketika terdiam. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap lurus pada sepasang mata Reki. Menunggu. Mungkin saja Reki sedang menggodanya. Berpura-pura tidak menerima, tapi justru sebaliknya. Ehm ... bisa saja kan?
Tapi, hingga nyaris lima menit berlalu, tidak ada perubahan pada ekspresi wajah cowok itu. Tanda-tanda bahwa Reki akan tertawa geli pun tak ada.
"Ka-ka-kamu serius, Ki?"
Masih tersenyum, Reki mengangguk. "Aku serius banget, Jes."
Hal tersebut lantas membuat Jessica mengembuskan napas panjangnya. Kepalanya lantas turun perlahan.
"Ehm ...."
Dan Reki, layaknya cowok yang hangat untuk diajak berteman, lantas berkata pada gadis itu.
"Tenang aja. Aku yakin ntar kamu bakal ketemu cowok lain kok. Kamu cewek yang baik."
Berat, Jessica hanya bisa menganggukkan kepalanya sekali sebagai respon perkataan Reki yang satu itu. Hingga lantas sesuatu melintas di benaknya.
"A-a-apa itu artinya ... kamu udah ketemu cewek lain?"
Merasa tak perlu berbohong, Reki pun mengangguk. "Iya."
"Siapa?"
Jessica tak mampu menahan dirinya sendiri untuk tidak menanyakan itu. Sungguh! Rasa penasaran membuat ia nyaris gelap mata. Ingin tau gadis mana yang membuat Reki menolak ajakan balikannya. Dan satu nama itu melintas di benaknya.
"Velly?"
Tak memberikan jawaban dengan kata-kata, Reki hanya tersenyum.
*
Sekarang ...
Reki sudah merasa bahwa tindakan yang ia ambil adalah pilihan yang tepat. Ia tidak akan mundur.
"Kalau aku nunggu sampe di Puncak," kata Reki kemudian. "Aku yakin deh kamu udah yang ngindarin aku banget. Bahkan aku berani bertaruh kalau kamu nggak bakal jadi berangkat bareng aku."
"I-i-itu ...."
"Apa?" desak Reki. "Mau ngeles?"
Velly tak berkutik. Karena jelas, gadis itu pun menyadari bahwa ia memang pasti akan melakukan itu. Ia pasti akan menghindari Reki. Tentu saja dengan alasan bahwa ia mengira Reki dan Jessica masih memiliki hubungan. Dan ia tidak ingin berada di antara kedua orang remaja itu. Tapi, sekarang situasinya jelas berbeda. Reki dan Jessica tidak ada hubungan apa-apa. Alih-alih sebaliknya. Ia adalah alasan mengapa Reki tidak menerima ajakan balikan Jessica.
"Kalau aku nggak takut kamu ngindarin aku, Vel, aku nggak bakal sampe ke rumah kamu malam ini. Mana taruhannya gede lagi."
Jujur saja, nyali Reki sempat ciut loh. Memangnya cowok waras mana yang mau mengungkapkan perasaannya pada seorang gadis sementara bayangan ayah mantan jawara kampung melintas di benaknya? Iiih!
"Salah-salah," sambung Reki. "Mungkin aku bakalan digorok lagi sama, Om."
Oh, Tuhan.
Jangan sampe deh ya.
Tapi, di lain pihak, Velly benar-benar merasa bingung. Memang sih Reki sudah menjelaskan secara lengkap kejadian pagi tadi. Tapi, tetap saja. Akal sehatnya seperti masih tidak percaya.
"Kamu ...."
Jelas, Reki bisa menangkap keraguan itu. Tapi, Reki bertekad tidak akan mundur.
Kepalang basah, berenang ganteng aja sekalian!
"Ini nggak ada hubungannya dengan Jessica atau siapa pun, Vel," kata Reki kemudian tanpa melepaskan matanya dari mata Velly. "Aku beneran ..."
Reki meneguk ludah.
Sontak merasa gugup.
"... sayang kamu, Vel."
Ketika Reki selesai mengatakan itu, Velly merasa seperti bumi yang berhenti berputar. Seolah ia sekarang yang mendadak terdampar di dimensi yang lain. Kedap udara. Tanpa suara.
"Reki ...."
Reki menunggu untuk beberapa detik. Tapi, Velly tampak tak akan bicara lagi. Nyaris membuat cowok itu merasa frustrasi karenanya.
Dan ketika Velly kembali bersuara, nahas! Itu bukanlah kalimat yang ingin didengarkan oleh Reki.
"Mu-mu-mungkin ... perasaan kamu gara-gara belakangan ini kita dekat. Mungkin ...."
Kali ini, Reki yang memutuskan untuk diam. Menatap lekat-lekat pada sepasang bola mata Velly yang bening. Wajah cowok itu tampak menyiratkan kepasrahan. Seperti tak berdaya.
"Gimana kalau sebaliknya, Vel?"
Velly mengerutkan dahinya. "Maksud ... kamu?"
"Menurut kamu ...," jawab Reki. "Aku emang beneran nggak bisa nolak permintaan kamu buat ngebantuin kamu mata-matain Eshika dan Tama? Menurut kamu aku emang beneran nggak berdaya sama paksaan kamu? Menurut kamu ... aku benar-benar semacam dinas sosial yang baik sama semua orang?"
Deg!
"Reki ...."
Tapi, Reki belum selesai bicara. Hingga ia menuntaskan semuanya dengan satu pertanyaan balik.
"Gimana kalau sebaliknya?" Reki mengembuskan napas panjang. "Justru belakangan ini kita dekat karena sebenarnya kita ada ... perasaan?"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top