46. Tertangkap Basah Kepalang Basah
"Aku tungguin di koridor aja. Males ke parkiran."
Velly berkata seraya mengangkat satu tangannya. Menunjuk pada koridor yang ia maksud pada Reki.
Melihat itu, masih dengan mempertahankan posisi motornya, Reki mengangguk. Lantas berkata.
"Oke, aku ke parkiran bentar."
Jadi sementara Reki berbelok menuju ke parkiran, Velly terus berjalan. Menuju ke koridor. Berniat untuk menunggu Reki di sana, eh mendadak saja retina matanya menangkap sosok yang terasa familiar.
Jessi?
Dahi Velly berkerut. Melihat di seberang sana ada Jessica yang tampak berjalan berbelok dari ujung koridor. Hal yang lantas membuat Velly berpikir. Seperti membayangkan denah sekolah mereka dalam hitungan detik yang singkat.
Mau ke parkiran?
Karena tentu saja, koridor memiliki ujung dan pangkal. Di sepanjang itu, ada area parkir motor yang terletak tepat di belakang gedung kelas 10. Hal tersebut memberikan satu kesimpulan di benak Velly.
Dia mau nemuin Reki?
Celingak-celinguk, Velly mendapati bahwa Mulyo masih berdiri di tempatnya tadi. Tentu saja hal itu membuat dirinya tidak mungkin mengintai dari sana. Maka dengan secepat kilat, Velly berlari. Hingga tepat ketika ia sudah berada di ujung koridor yang dilalui oleh Jessica tadi, langkah kakinya berhenti.
Mengendap-ngendap, berusaha untuk tidak terlihat oleh siapa pun, Velly mengintip di balik dinding. Tepat ketika suara Jessica terdengar.
"Reki ...."
Buru-buru Velly turun berjongkok. Dengan teramat pelan, ia berjalan dengan posisi itu. Perlahan. Hati-hati agar tidak menimbulkan sedikit pun suara, pada akhirnya Velly berhasil bersembunyi di balik tanaman semak-semak. Di sana, melalui ranting-ranting dan dedaunan, Velly bisa melihat Jessica yang menghampiri Reki. Lantas ... mata cewek itu melotot.
Ya ampun!
Aku ini ngapain?
Ngapain aku ngumpet gini?
Argh!
Velly merutuk di dalam hati. Menyadari bahwa dirinya telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan.
Ngapain aku ngintai Reki dan Jessi kayak gini?
Kayak yang nggak ada kerjaan aja sih!
Mengatupkan mulutnya rapat-rapat, Velly perlahan memutar tubuhnya. Tampak akan beranjak dari sana. Tapi, suara Reki langsung menghentikan niatannya.
"Sorry, Jes. Kemaren aku beneran lupa kalau janjian sama kamu."
Dahi Velly seketika mengerut lantaran satu kata itu.
Janjian?
Maka Velly pun langsung mengurungkan niatannya untuk beranjak. Alih-alih, ia justru memutar tubuhnya kembali. Mengambil posisi yang tepat untuk mengintip dari celah dedaunan itu.
"Aku kemaren buru-buru balik---"
"Dengan Velly?"
Di balik semak-semak, Velly langsung menutup mulutnya dengan mata yang membesar.
Jadi kemaren itu mereka janjian?
Tapi, Reki justru balik sama aku?
Dua pertanyaan yang sepertinya tidak memerlukan jawaban itu membuat Velly meneguk ludahnya. Entah perasaan apa yang sekarang menyergap dirinya. Velly tak yakin.
"Sorry ...."
Suara Reki dan bagaiman tangan cowok itu yang terangkat di depan dada ketika meminta maaf, membuat Velly menarik napas dalam-dalam.
"Ehm .... Jes. Emangnya ada apa ya? Kalau kamu mau ngomong ..., kayaknya sekarang aja. Mumpung sepi ...."
Velly bisa melihat bagaimana perkataan Reki lantas membuat Jessica membeku. Dan melihat itu, Velly justru menyadari sesuatu. Jangankan Jessica, Velly bahkan bisa merasakan bagaimana dirinya ikut-ikutan menegang.
Beberapa detik berlalu, Velly semakin merasa tegang ketika melihat pada akhirnya Jessica mengangkat kepalanya. Melihat pada mata Reki. Dan mendadak saja Velly menggigit bibirnya. Menahan napas dan tanpa sadar meremas tangannya.
Kenapa aku jadi berasa sesak napas kayak gini sih?
"Ka-ka-kamu dan Velly ... udah jadian ya?"
Pertanyaan Jessica membuat mata Velly fokus lagi melihat pada dua orang remaja itu. Berusaha untuk menekan rasa tak nyaman itu, gadis itu menajamkan indra pendengarannya. Demi mendengar jawaban Reki.
"Ehm ...."
Ternyata Reki tak langsung menjawab. Melainkan hanya memberikan deheman dengan ekspresi yang tampak salah tingkah. Tapi, entah mengapa melihat itu justru membuat Velly semakin bingung pada dirinya sendiri. Heran karena kalau tadi ia merasa seperti sesak napas, maka sekarang ia merasa seperti tak lagi bisa bernapas. Persis setelah Jessica berkata.
"Aku mau kita balikan, Ki ...."
Kali ini Velly menyerah. Yakin bahwa tindakannya menguping pembicaraan Reki dan Velly adalah sesuatu yang salah.
Udah ah!
Aku ke kelas aja.
Nggak ada guna aku nguping gini.
Emang mereka siapa?
Menggigit bibir bawahnya, Velly beranjak dari sana. Memutuskan bahwa semakin cepat ia pergi maka akan semakin baik. Hingga ia terkesan terburu-buru dan abai dengan gerakan tubuhnya yang sontak mengusik dedaunan semak-semak itu.
"Sreeet .... Sreeet .... Sreeet ...."
Velly membeku. Menyadari bahwa gerakannya menimbulkan bunyi. Tapi, ketika ia khawatir bahwa ia akan tepergok, ia justru mendengar suara yang langsung menyentak dirinya untuk berlari dari sana dengan posisi membungkuk.
"Ki ..., aku masih sayang sama kamu."
Tiba di ujung koridor, Velly nyaris tersengal-sengal. Aneh kan ya? Padahal dia hanya berlari beberapa meter. Dan tidak terlalu menguras tenaga sebenarnya. Tapi ....
Kira-kira Reki ngeliat nggak ya?
Aduh ....
Velly mendadak saja gemetaran.
Kalau aku langsung ke kelas, itu bakal mencurigakan nggak?
Bingung dengan pemikiran itu, pada akhirnya membuat Velly menggeram kesal pada dirinya sendiri.
"Argh!"
Kaki Velly bergerak. Berlari lagi. Tapi, bukan menuju ke kelas. Melainkan ke tempat semula. Di mana tadi ia dan Reki berpisah.
Velly buru-buru menyandarkan tubuhnya di dinding. Mengambil posisi seperti tengah menunggu. Bahkan demi bersandiwara total, ia mengeluarkan ponselnya. Pura-pura berselancar di dunia maya sementara menantikan kedatangan Reki.
Napas Velly yang kacau, pada akhirnya teratur lagi. Di waktu yang tepat tentunya. Karena beberapa menit kemudian, ia mendengar suara langkah seseorang.
"Vel ...."
Velly meneguk ludahnya. Menoleh dan mendapati Reki yang menghampiri dirinya dengan ekspresi yang tak terbaca.
"Oh, Ki," lirih Velly berusaha untuk tetap santai. "Lama banget sih. Udah pegel aku nungguin."
Tak membalas perkataan Velly, Reki nyatanya diam saja untuk beberapa saat lamanya. Hanya matanya yang tampak menuju pada mata Velly dengan lekat. Hingga membuat Velly menjadi salah tingkah.
"U-u-udah. Kita langsung ke kelas aja."
Velly memejamkan matanya seraya memutar tubuh. Menyadari bahwa ada gagap pada suaranya tadi. Tapi, ketika ia akan melangkahkan kakinya, satu cekalan di sikunya membuat ia berhenti seketika.
Ada tangan Reki di siku Velly. Mau tak mau membuat cewek itu menoleh. Matanya mengerjap sekali dengan perasaan gamang saat menyadari ada yang berbeda dengan sorot mata cowok itu.
Velly mungkin akan menanyakan maksud Reki ... atau apalah. Tapi, semua buyar ketika tangan Reki lainnya yang bebas justru bergerak. Menuju ke atas kepala Velly. Membuat Velly bergidik, tapi tak bisa menjauh. Pasrah saja ketika Reki tampak mengambil sesuatu di rambutnya.
Reki menunjukkan benda itu di depan wajah Velly.
"Ada daun semak-semak di rambut kamu."
Ya Tuhan!
*
"Pa ..., please. Aku beneran diare. Aku nggak bohong."
Entahlah apa yang dipikirkan oleh Velly. Tapi, ketika jam istirahat pertama tiba, ia langsung menelepon Bandi. Merengek di toilet dengan memberikan alasan diare.
"Jemput aku balik bentar, Pa. Daripada aku kelepasan di kelas loh. Masa mau anak gadisnya kelepasan diare di kelas."
Lagi-lagi Velly merengek. Hingga terdengar helaan panjang napas Bandi di seberang sana.
"Astaga, Vel. Papa beneran nggak bisa jemput kamu. Papa mau rapat bentar lagi."
Velly meringis. Tanpa sadar meremas rambutnya yang sudah acak-acakan dari tadi. Mencoba untuk kembali mengiba.
"Pa ...."
"Ah. Gimana kalau kamu minta Reki yang nganter kamu balik?"
Eh?
Mata Velly melotot seketika.
Aku itu balik buat ngindarin Reki, Pa!
Ngapain juga aku malah minta diantar balik sama dia?
Nggak tau semalu apa aku gara-gara kejadian pagi tadi?
Membayangkan dirinya harus pulang dengan Reki, tentu saja membuat gadis itu semakin merasa putus asa. Tak berdaya. Benar-benar menyedihkan.
"Pa .... Masa aku ngerepotin dia sih? Tolonglah, Pa ...."
"Vel, kamu beneran ya. Udah. Papa mau persiapan rapat."
Dan lalu, panggilan itu pun putus. Menyisakan Velly yang meringis seraya memaksa otaknya untuk berpikir. Berusaha mencari jalan keluar.
Hingga pada akhirnya, ketika Velly merasa sudah benar-benar di ujung tanduk, ia mengambil tindakan nekat itu. Langsung saja ke kelas. Merapikan semua bukunya. Dan buru-buru langsung pulang.
Biarin deh bolos sekali-kali.
Dan untuk tindakannya itu, Velly hanya sempat mengabarkan Eshika dengan pesannya. Tepat ketika ia menebalkan muka saat menyusuri koridor.
[ Bestie! ]
[ Esh .... ]
[ Tolong izinkan aku ya? ]
[ Perut aku sakit banget. ]
[ Diare .... ]
[ Aku beneran nggak tahan. ]
Setelah memastikan pesan itu terkirim, Velly langsung berlari. Ingin secepat mungkin keluar dari kawasan sekolah. Tapi, tentu saja ada penghalang bernyawa tepat di depan gerbang.
"Kamu mau ke---"
"Aduuuh!"
Velly langsung bersandiwara. Memeluk perutnya sendiri seraya meringis. Tampak wajahnya yang memelas.
"P-P-Pak ...."
"Eh?"
Buru-buru Mulyo menghampiri Velly dengan wajah khawatirnya.
"Kamu kenapa?"
Velly masih meringis. "Saya diare, Pak," katanya memelas. "Saya mau pulang. Daripada saya kelepasan di kelas."
"Waduh!"
Sontak saja Mulyo bergidik. Membayangkannya saja sudah membuat perut bergejolak. Apalagi kalau benar-benar terjadi. Iiih!
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Mulyo. "Pacar kamu mana? Ehm ... siapa namanya? Re .... Reki?"
Argh!
Kenapa seharian ini dua orang nyuruh aku balik sama Reki sih?
Tapi, Velly menahan emosinya. Ia menjawab.
"D-d-dia kan harus belajar, Pak. D-d-dan itu taksi saya udah datang."
Mulyo menoleh ke luar gerbang. Pada satu mobil yang berhenti di pinggir jalan. Tapi, belum lagi Mulyo sempat mengatakan apa-apa lagi, Velly sudah berkata dengan cepat.
"Saya pulang, Pak."
Dan cuuus!!!
Velly langsung berlari dan menghilang di dalam mobil itu. Membuat Mulyo geleng-geleng kepala.
"Wah! Kayaknya beneran sakit itu perut dia. Ckckckck."
Untuk beberapa saat, Mulyo hanya berdiri di tempatnya. Melihat bagaimana mobil itu pelan-pelan bergerak. Lantas melaju meninggalkan kawasan sekolah. Tepat ketika ada derap langkah seseorang yang berlari.
"Vel!"
Mulyo menoleh. Mengerjap-ngerjapkan matanya melihat siapa adanya yang baru saja menyerukan nama itu.
Tentu saja Reki.
Cowok itu tampak frustrasi dan geregetan dalam satu waktu. Berkacak pinggang dan mengembuskan napas kesal.
"Diare atau mau kabur hah? Aku doain kamu bener-bener diare!"
Melihat umpatan Reki, Mulyo memilih untuk tidak mengusik cowok itu. Alih-alih, ia mundur teratur dengan dugaan baru di benaknya. Tapi, sayangnya dugaan itu justru tanpa sadar ia lirihkan.
"Pasti gara-gara kamu berduaan di parkiran pagi tadi kan?"
Reki menoleh. Tak menjawab. Alih-alih, langsung memutar tubuhnya dan meninggalkan Mulyo yang lagi-lagi hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Haaah. Anak muda anak muda. Ckckckck. Udah tau ceweknya muda ngambek, eh ... masih juga dengan cewek lain yang deket-deket."
Sementara itu, entah sadar atau tidak, di dalam hati Reki justru merutuk kesal.
Siapa juga sih yang deket-deket dengan Jessi?!
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top