45. Tiga Rasa

Sebenarnya sih Velly tidak niat sama sekali untuk mengirimkan pesan balasan seperti itu dengan Reki. Tapi ....

[ P. Reki F. ]

[ Aku sih bersyukur kalau makanan yang cuma numpang lewat doang. ]

[ Asalkan aja jangan si dia yang numpang lewat doang. ]

"Tapi, kenapa aku balas kayak gini?"

Merinding, Velly sontak melempar ponselnya dengan kesan syok. Ponsel jatuh lembut di atas tempat tidur sementara pemiliknya meremas rambutnya. Mendadak merasa frustrasi. Terutama ketika ia mendapati ponselnya berbunyi sekilas. Pertanda bahwa ada pesan baru yang masuk.

Tangan Velly terulur dengan kesan takut-takut. Padahal kan ya. Ponsel itu tidak akan meledak. Hihihihi.

Jari telunjuk Velly mengangkat ponselnya yang menelungkup di atas kasur. Perlahan mengintip dan tubuhnya semakin meremang.

Memang pesan dari Reki.

Sontak Velly menarik kembali tangannya. Memutuskan untuk tidak membaca pesan Reki. Soalnya bukan apa. Tapi, Velly jelas merasa ... maluuu!

*

[ Velly ]

[ Ehm .... ]

[ Si dia? ]

[ Siapa nih maksudnya? ]

Reki menimang-nimang ponselnya. Menunggu dua centang abu-abu itu untuk berubah warna menjadi biru. Tapi, seiring waktu yang berlalu, belum tampak tanda-tanda bahwa perubahan warna itu akan terjadi. Boro-boro terjadi. Loh Velly saja sudah tidak dalam jaringan lagi.

Dahi Reki berkerut.

"Dia nggak yang mendadak kabur kan?" tanya Reki lagi. "Atau ... dia ke toilet?"

Mempertimbangkan hal itu, Reki pun mengirimkan pesan lagi untuk cewek itu. Sekadar menanyakan keadaannya.

[ Velly ]

[ Vel .... ]

[ Ehm .... ]

[ Kamu beneran diare? ]

Tak ada balasan apa pun yang Reki terima. Bahkan untuk pesan yang baru saja ia kirimkan. Mengembuskan napas panjang, pada akhirnya Reki memutuskan utnuk tidak menunggu.

Cowok itu beranjak. Menuju ke nakas dan menghubungkan ponselnya dengan kabel pengisi daya. Lantas barulah Reki menuju ke meja belajarnya. Ehm ... sepertinya ia lupa bahwa ada pesan yang lupa ia balas. Alih-alih, Reki justru mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas ranselnya.

"Tadi Pak Eko ngasih tugas lagi nggak ya?"

Memikirkan tugas sekolahnya, Reki pun membuka-buka buku pelajarannya. Kali ini ia benar-benar bisa dikatakan melupakan pesan Jessica tadi.

Ckckckck.

*

Mempertimbangkan beberapa akibat yang bisa diakibatkan bila ia sampai tidak membalas pesan Reki, pada akhirnya Velly menguatkan dirinya. Membuka pesan itu. Pun dengan membalasnya. Tapi, untunglah karena Reki ternyata kembali mengirimi dirinya pesan. Jadi, Velly memutuskan untuk langsung menjawab pesan terakhir cowok itu.

[ P. Reki F. ]

[ Vel .... ]

[ Ehm .... ]

[ Kamu beneran diare? ]

Kedua ibu jari Velly bergerak dengan lincah. Tepat ketika jam menjelang pukul 19.30 WIB.

[ P. Reki F. ]

[ Masa aku bohong sih? ]

[ Aku beneran diare. ]

[ Tapi, kayaknya nggak parah sih. ]

Velly berniat untuk beranjak mengerjakan beberapa catatannya yang belum selesai. Tapi, ternyata balasan dariReki sudah keburu masuk.

[ P. Reki F. ]

[ Oh .... ]

[ Untunglah kalau gitu .... ]

[ Lain kali nggak usah lagi deh sok-sok mau makan bakso setan. ]

[ Kayaknya kodrat kamu itu emang makan bakso bakar aja. ]

Balasan Reki langsung menarik bibir bawah Velly untuk mencibir. Tapi, setidaknya balasan itu membuat dirinya bisa mengembuskan napas lega.

Untunglah ....

Reki nggak bahas soal chat aku yang tadi ....

Tapi, eh ... baru saja Velly mengucapkan syukurnya, Reki kembali mengirimi dirinya pesan. Dan membelalaklah mata Velly ketika membaca pesan yang satu itu.

[ P. Reki F. ]

[ Btw anw .... ]

[ Si dia tadi ..., itu siapa heh? ]

Hilang sudah rasa lega yang sempat dirasakan oleh Velly tadi. Tergantikan kembali oleh rasa geram dan rutukan yang bertubi-tubi ia tumpahkan pada dirinya sendiri.

"Argh! Kenapa jadi keceplosan gini sih? Pasti Reki jadi mikir yang aneh-aneh deh kini."

Ekspresi wajah Velly terlihat menyedihkan. Hingga kemudian, ia mencoba peruntungan nasib baiknya.

[ P. Reki F. ]

[ Ye lah, Ki .... ]

[ Kan biasa keles ngomong gitu .... ]

[ Hahahahaha .... ]

Velly mengembuskan napas panjangnya. Walau tak yakin bahwa pesannya itu bisa menyelesaikan semua rasa penasaran Reki, tapi apa boleh buat.

"Lagian ... aku juga nggak tau kenapa sampe balas gitu ke dia," lirih Velly sambil perlahan merebahkan tubuhnya kembali ke kasur. Merayap pelan-pelan dan berakhir dengan posisi menelentang menatap pada langit-langit kamarnya.

"Itu spontan banget aku ngetik kayak gitu," lirih Velly lagi sambil manyun. "Kan emang sering sih. Orang datang cuma buat numpang lewat doang."

Tapi, entah mengapa. Memikirkan itu, sontak saja rasa bad mood yang tadi ia rasakan dan sempat menghilang lantaran es teler gunung, mendadak kembali lagi. Membuat perasaan Velly menjadi tidak nyaman. Hingga mendorong ia untuk meringkuk di kasur itu. Cemberut.

"Ini kenapa mood aku hari ini kacau banget sih?" tanya Velly bingung. "Kadang ngerasa bad .... Eh, terus mendadak ngerasa good .... Eh, terus bad lagi .... Berasa capek kayak gini ...."

Dan mungkin keluhan Velly tidak sekadar keluhan biasa. Karena pada kenyataannya gadis berponi itu benar-benar seperti merasakan kelelahan. Hingga beberapa menit kemudian, seperti dirinya yang tak lagi memiliki tenaga untuk hidup, ia pun memutuskan untuk memejamkan matanya. Pelan-pelan. Lantas ... tepat ketika satu pesan lainnya masuk ke ponselnya, kesadaran sudah meninggalkan raga gadis itu. Velly pun tertidur.

Keesokan harinya, Velly terbangun bukannya dengan rasa segar. Melainkan dengan rasa letih. Dan gadis itu pun menyadari alasannya. Meringkuk tanpa bantal dan tidak mengenakan selimut, setidaknya adalah dua alasan yang membuat dirinya tidak merasakan kesegaran khas orang yang baru bangun tidur.

Velly melihat pada ponselnya sejenak. Ada beberapa pesan yang masuk. Termasuk di dalamnya adalah pesan dari Reki. Tapi, alih-alih membuka dan membalasnya, Velly justru melakukan hal sebaliknya. Ia mengabaikannya. Memutuskan untuk nanti saja membaca pesan itu. Dan selagi ia mengisi daya ponselnya, gadis itu pun beranjak mandi.

Velly dengan teramat sengaja memilih keramas pagi itu. Berpikir bahwa mungkin air yang mengguyur kepalanya akan sedikit membuat ia merasa lebih segar. Dan ... memang sih. Sedikit. Karenanya nyatanya, rasa bad mood yang menyergap dirinya kembali sejak semalam, masih betah berlama-lama menguasai perasaan cewek itu.

Ehm ....

Apa makan es teler gunungnya masih kurang ya?

Velly tidak yakin sih sebenarnya.

Berusaha untuk baik-baik saja dan mengabaikan rasa bad mood itu, Velly lantas keluar dari mobil Bandi. Setelah terlebih dahulu berpamitan pada ayahnya itu. Dan ketika Velly akan menyeberang, gadis itu sontak tertegun. Itu adalah ketika retina matanya melihat satu sosok yang sedang duduk di atas kuda besinya. Tepat di depan gerbang.

Reki ....

Cowok itu jelas menunggu dirinya, seperti kemaren-kemaren. Ehm ... layaknya yang sudah menjadi satu kebiasaan saja. Dan tentunya, bukan hanya Velly yang merasa seperti itu. Adalah Mulyo yang tampak meninggalkan pos satpamnya. Berjalan menghampiri Reki.

Reki tersenyum kaku mendapati kehadiran Mulyo. Bukannya apa. Tapi, kehadiran Mulyo itu memiliki dampak yang sama seperti kedatangan Sundel Bolong kalau kata Reki. Merindingnya cuy .... Atas bawah kena semua. Hiii!!!

"Bapak perhatikan," kata Mulyo membuka percakapan pagi itu. "Kamu sering banget nungguin cewek kamu di depan gerbang."

"Eh?"

Mata Reki sontak membesar mendengar perkataan Mulyo. Kali ini bukan hanya merinding. Sepertinya Reki mengap-mengap dan salah tingkah karena satpam sekolah itu.

""Ehm .... Pak, sebenarnya ...."

Entah Reki mau mengklarifikasi perkataan Mulyo yang mana. Mungkin soal menunggu Velly di depan gerbang. Atau ... soal status Velly yang dianggap sebagai ceweknya.

Astaga!

"Kenapa kamu nggak jemput dia di rumah aja loh?" tanya Mulyo langsung. Seolah tak melihat bagaimana ekspresi wajah Reki sudah berubah jadi salah tingkah. "Jadi cowok itu harus berani. Masa jemput ceweknya di rumah aja nggak berani sih?"

Ya ... masalahnya kan Velly bukan cewek aku ....

Reki meringis. Tanpa sadar mengangkat tangannya ke bagian kepalanya. Untung saja helm sudah ia lepaskan, jadi cowok itu bisa deh menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.

"Lagian ya," kata Mulyo lagi. "Kan lebih enak dong kalau kamu jemput dia di rumah. Pagi-pagi udah bisa ngobrol."

Iiih!

Reki benar-benar merinding melihat kedipan mata Mulyo. Rasa-rasanya nyaris membuat roti tawar yang ia makan seperti ingin keluar lagi dari dalam perutnya. Tapi, setidaknya Tuhan masih menolongnya. Tepat ketika dilihatnya Velly tampak berjalan ke arah mereka.

"Reki ...."

Velly memanggil nama cowok itu. Hal yang lantas membuat Mulyo tersadar sesuatu. Membuat pria paruh baya itu langsung melihat pada name tag di seragam Reki.

"Ah, Vel ...."

Suara Reki kemudian turut membuat Mulyo memindahkan fokus matanya. Kali ini menuju pada seragam Velly. Lantas, ia pun angguk-angguk kepala.

Aaah ....

Reki dan Velly ya?

Dan selagi Mulyo sibuk dengan nama kedua orang remaja itu, Reki dan Velly saling bertukar pandang. Mengirimkan kedipan-kedipan mata yang berisi kode-kode rahasia. Jelas, keduanya ingin menyelamatkan diri dari Mulyo. Hihihihi.

"Ehm!" Reki mendehem. "Ayo, Vel. Masuk."

Velly mengangguk. "Ayo."

Mulyo mengerjapkan mata. Melihat bagaimana kedua remaja itu beranjak dari sana. Tapi, tak luput untuk mengucapkan permisi mereka. Ugh! Berbeda sekali dengan kejadian kemaren kan?

"Kami misi, Pak."

"Duluan ya, Pak."

Mulyo angguk-angguk kepala. Tersenyum lebar. Mungkin merasa senang karena disapa sopan seperti itu. Alih-alih diabaikan seperti kemaren.

Sambil berjalan, Velly melihat Reki di sebelahnya yang mendorong motornya. Berkata.

"Aku tungguin di koridor aja. Males ke parkiran."

Reki menyeringai.

Padahal kan aku nggak minta ditungguin.

Tapi, cowok itu buru-buru anggukkan kepala.

"Oke, aku ke parkiran bentar."

Maka mereka pun berpisah. Velly yang terus berjalan menuju ke koridor, sementara Reki yang berbelok ke parkiran.

Seraya bersenandung pelan, Reki terus mendorong motor. Kepala cowok itu celingak-celinguk. Memang sih, suasana saat itu masih sepi sekali. Karena seperti biasa, Reki selalu datang amat sangat pagi. Dan otomatis, tempat parkir masih terlalu lapang. Tapi, bukan berarti Reki akan asal pilih tempat.

Harus yang teduh dong ya.

Bukannya apa.

Menjaga jok motor itu adalah salah satu upaya menjaga keberlangsungan keturunan untuk masa yang akan datang.

Hihihihihi.

Akhirnya Reki menemukan tempat favoritnya. Di bawah pohon. Dijamin deh. Kalaupun nanti matahari bersinar terik, jok motornya tetap aman di bawah lindungan dedaunan rimbun itu.

Motor terparkir dengan sempurna. Kontak motor sudah masuk ke saku celana. Reki bersiap untuk beranjak dari sana. Tapi ....

"Reki ...."

Satu suara menghentikan langkah kaki Reki. Membuat cowok itu menoleh dan mendapati Jessica menghampiri dirinya.

O oh!

Sontak saja kehadiran cewek itu membuat Reki teringat dengan janji mereka kemaren. Refleks saja membuat cowok itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Meringis.

"Sorry, Jes," kata Reki kemudian. "Kemaren aku beneran lupa kalau janjian sama kamu." Tangan Reki kemudian menggaruk belakang tekuknya. "Aku kemaren buru-buru balik---"

"Dengan Velly?"

Mata Reki mengerjap-ngerjap mendengar pertanyaan Jessica yang memotong ucapannya. Hal yang membuat ia diam untuk beberapa detik. Lalu ... barulah ia mengangguk.

"Sorry ...."

Jessica tampak menggigit bibir bawahnya sekilas. Dengan jarak yang tak seberapa di antara mereka berdua, Reki bisa melihat bagaimana cewek itu yang tampak menarik napas dalam-dalam.

"Ehm .... Jes," lirih Reki kemudian. "Emangnya ada apa ya? Kalau kamu mau ngomong ..., kayaknya sekarang aja. Mumpung sepi ...."

Jessica tak langsung bersuara. Melainkan mengangkat wajahnya. Melihat pada sepasang bola mata Reki yang kelam. Lalu wajah gadis itu terlihat mengeras.

"Ka-ka-kamu dan Velly ... udah jadian ya?"

Reki rasa-rasanya de javu.

Kenapa bisa sepagi ini ada dua orang yang nganggap aku dan Velly udah jadian?

Ckckckckck.

"Ehm ...."

Reki mendehem dengan salah tingkah. Bingung harus menjawab pertanyaan itu seperti apa. Dan belum lagi ia sempat bersuara, eh ... Jessica justru membuat cowok itu semakin gelagapan. Itu adalah karena Jessica berkata seperti ini.

"Aku mau kita balikan, Ki ...."

Reki sontak bengong. Terdiam. Nyaris saja mulutnya menganga seandainya satu suara itu tidak membuat fokus matanya beralih.

"Sreeet .... Sreeet .... Sreeet ...."

Dahi Reki berkerut. Melihat pada tanaman semak yang mendadak saja bergoyang-goyang.

Apa ada angin lokal?

Dan selagi Reki memikirkan hal itu, ada tangan Jessica yang kemudian memegang tangannya. Berhasil menarik kembali perhatian cowok itu.

"Ki ..., aku masih sayang sama kamu."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top