42. Nggak Sih, Cuma ....

"Kamu dan Reki ... lagi dekat?"

Satu pertanyaan itu seolah menggema di benak Velly. Sejenak membuat ia diam. Nyaris tertegun karenanya. Mungkin ... ia sedang berpikir. Bisa jadi sih.

"Ma-maksud kamu ...."

Suara Velly kemudian terdengar lirih. Dengan nada seperti tak yakin. Tapi, pada akhirnya ia memberanikan untuk bertanya.

"Dekat ... yang kayak gimana ya?"

"Ehm ...."

Kali ini Jessica yang tampak berpikir. Terlihat salah tingkah, bahkan sampai mengusap tekuknya dengan ekspresi canggung.

"Ya ... deket semacam PDKT gitu maksudnya."

"Eh?"

Mata Velly langsung membesar. Tampak syok dengan kejujuran Jessica. Hingga sontak saja ia bertanya.

"Ka-ka-kamu mau balikan sama Reki ya?"

Kalau tadi Jessica tampak salah tingkah, maka sekarang wajah cewek itu langsung memerah. Bahkan warna merah itu menjalar sampai ke telinga.

"Ehm ... itu ...."

"Tenang," kata Velly kemudian buru-buru. "Aku dan Reki nggak lagi PDKT atau semacamnya kok."

Jessica terdiam sejenak. Hanya memandang Velly tanpa mengatakan sepatah kata pun. Seolah sedang menilai kejujuran gadis itu.

"Beneran?"

Velly mengangguk. Tersenyum. "Iya, kami nggak lagi PDKT. Ya ...," kata Velly seraya memutar bola matanya. "... kami cuma deket biasa kok. Kebetulan aja akhir-akhir ini dia sering nganter aku balik. Terus suka ngajak aku mampir makan gitu. Ehm ... ya sesekali juga teleponan atau video call gitu sih. Paling nggak chat-an gitu."

"Eh?"

"Jadi ...," ujar Velly lagi. Ia tampak memutar kran. Mengelap tangannya dengan beberapa helai tisu dan lalu memegang tangan Jessica. "Kalau kamu mau balikan sama Reki, ya balikan aja. Kami nggak lagi PDKT kok."

Setelah mengatakan itu, layaknya ia yang tak melakukan sesuatu yang fatal, Velly beranjak. Membuang bekas tisu ke tempat sampah. Lantas keluar dari toilet. Meninggalkan Jessica seorang diri di dalam sana dengan pemikiran bingungnya.

Se-se-sebenarnya mereka lagi PDKT nggak sih?

*

"Huuuh ...."

Eshika semakin yakin bahwa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Karena kalau ia perhatikan, seharian Velly benar-benar tampak seperti orang yang lesu. Persis seperti orang yang kekurangan karbohidrat. Atau mungkin lebih parah dari itu.

"Vel ...."

Eshika memanggil nama Velly perlahan. Membuat gadis berponi yang tengah menidurkan kepalanya di atas meja itu melirik.

"Ya?"

Eshika meringis melihat bagaimana Velly yang tampak tak bertenaga. "Kamu sakit? Atau kenapa?" tanyanya cemas. "Kok seharian ini aku perhatiin kamu kayak yang nggak ada semangat gitu."

Mata Velly berkedip perlahan. Lalu menggeleng.

"Nggak tau," jawabnya. "Cuma mau lemes aja."

"Eh?"

Jawaban Velly bukannya membuat tenang perasaan Eshika, yang terjadi justru sebaliknya. Semakin membuat cewek itu merasa gelisah.

Eshika mengulurkan tangannya. Meraba dahi Velly di balik helai-helai rambut poninya itu. Mencoba untuk merasakan suhu tubuh gadis itu. Tapi, tidak terasa ada yang berbeda. Sedikit pun tidak ada.

"Kamu nggak demam," simpul Eshika.

Velly mengembuskan napas sekilas. "Emang ada yang ngomong aku deman?"

"Ehm ... ya nggak sih, Vel ...."

Eshika geleng-geleng kepala. Bingung. Hingga kemudian ia tampak mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

"Mau aku beliin apa gitu?" tanyanya. "Aku mau ke kantin."

Di atas meja, Velly menggeleng. Lalu ia pun memejamkan matanya. Tak menghiraukan Eshika yang meninggalkan dirinya dengan perasaan heran.

Sepanjang perjalanan menuju ke kantin, Eshika tak henti-hentinya memikirkan keadaan Velly. Pun ketika ia duduk sambil menunggu pesanannya tiba, ekspresi berpikir masih tercetak nyata di wajahnya.

"Eh, tumben sendirian. Velly mana? Nggak bareng dia?"

Seorang cowok menyapa Eshika. Dan ketika ia menoleh, ia mendapati Reki yang sudah duduk di hadapannya. Eshika menggeleng.

"Di kelas," jawabnya. "Dia lagi kayak yang bad mood gitu sih."

Dahi Reki berkerut. "Bad mood kenapa?" tanyanya. "Perasaan pagi tadi dia masih kayak biasanya. Penuh semangat."

"Ehm ...."

Eshika menggeleng lagi. Hanya mendehem karena di saat itu otaknya masih ia paksa untuk berpikir. Hingga mendadak saja satu kemungkinan itu melintas di benaknya.

"Masa sih bad mood gara-gara putus?"

Mata Reki mengerjap-ngerjap. "Bad mood gara-gara putus? Iiih ... masa?"

"He he he he." Eshika terkekeh kaku. "Nggak mungkin ya? Lagian ... udah lewat semingguan dia putus. Masa baru kini bad mood-nya ya?"

Reki tak menjawab. Hanya mencibir sekilas. Hingga kemudian, rasa penasaran Eshika yang sempat terlupakan untuk beberapa hari, bangkit lagi.

"Eh, btw aku mau nanya sesuatu."

Acuh tak acuh, Reki bertanya. "Apa?"

"Emang beneran ya yang mutusin Kak Putra itu kamu?"

Mata Reki seketika langsung membesar. "Eh, ternyata dia emang sering ngomongin aku sama kamu ya?"

Refleks, sebenarnya Reki tidak bermaksud melontarkan pertanyaan itu. Tapi, dorongan alamiah lantaran dirinya yang kaget.

"Ehm ...."

Bola mata Eshika berputar-putar dengan ekspresi bingung. Mungkin takut bila apa pun yang ia katakan akan membuat hal menjadi runyam. Terutama ia tau, girl talk tidak boleh diketahui oleh cowok.

Tapi, di sisi lain, Reki sepertinya tidak berpikir seperti Eshika. Buktinya saja cowok itu semakin bertanya-tanya di benaknya.

Wah wah wah!

Beneran kan ternyata?

Berarti selama ini Velly emang sering ngomongin soal aku sama Eshika.

Mencondongkan tubuhnya, Reki lantas bertanya.

"Velly ada ngomongin apa aja soal aku heh?"

Tak langsung menjawab, Eshika justru menerima pesanan nasi gorengnya yang tiba. Sementara itu jelas, di hadapannya Reki jadi tidak sabar menunggu jawaban untuk pertanyaannya. Maka dari itu, jangan heran bila ketika Eshika meraih sepasang sendok dan garpu itu, eh Reki malah menarik piring nasi gorengnya.

"Eh? Aku mau makan, Ki."

Reki mengangguk. "Aku mau jawaban aku."

"Nggak ah," kata Eshika. "Kamu aja nggak jawab pertanyaan aku."

Tangan Reki yang mengangkat piring nasi goreng Eshika tampak bergerak semakin menjauh dari pemiliknya. Membuat gadis itu memelototkan matanya.

"Pertanyaan yang mana coba?"

Eshika berdecak sekilas. "Itu .... Yang kamu mutusin Kak Putra."

"Oh," lirih Reki singkat. "Ya iya sih. Bisa dibilang aku yang mutusin. Lagian ... Velly kayak yang ragu-ragu gitu. Ya aku bantuin aja."

"Hah? Bantuin?"

Kali ini Eshika bangkit. Mengambil alih piring nasi gorengnya dan menaruhnya kembali ke atas meja.

"Baik banget kamu jadi jubir Velly."

Reki mesem-mesem mendengar komentar Eshika. "Ya ... aku emang cowok baik-baik sih. Nggak perlu heran."

Tak memedulikan perkataan Reki yang satu itu, Eshika justru menodongkan garpunya. Tepat di depan hidung cowok itu.

"Kamu ada maksud tertentu heh sampai mutusin Kak Putra?"

"Astaga," desis Reki sambil melihat ke kanan dan ke kiri beberapa kali. "Ini didengar orang, bisa-bisa orang ngira aku pacaran sama cowok kali, Esh. Kayak yang apaan coba dari tadi ngomongin aku mutusin Kak Putra."

Garpu belum turun dari depan hidung Reki.

"Kamu lagi ngedeketin Velly ya?"

Ketika pertanyaan itu mendarat di indra pendengarannya, Reki seolah-olah sedang merasakan garpu itu menancap ke kedua bola matanya. Membuat ia syok dan nyaris terlonjak dari kursi yang ia duduki.

"Ya ..., Esh." Reki mengusap dadanya. "Kamu nggak ada pertanyaan yang lebih horor lagi gitu?"

Mengabaikan pertanyaan Reki, Eshika justru menyipitkan matanya. Dengan sorot menyelidik, ia seperti ingin mengetahui apakah ada yang sedang disembunyikan oleh Reki atau tidak.

"Mana sih yang lebih horor ketimbang praduga di otak aku sekarang?" tanya Eshika kemudian. "Yang pacaran Velly dan Kak Putra, tapi yang mutusin kamu. Emangnya kamu ada hak apa gitu sama Velly?"

"Ehm ... itu se----"

Garpu di tangan Eshika bergerak sedikit. Membuat Reki buru-buru menarik diri dan menghentikan ucapannya di tengah jalan.

"Dan lebih dari itu," sambung Eshika kemudian. "Velly juga yang nerima aja kamu yang mutusin hubungan dia sama Kak Putra. Kayak yang kamu ngambil alih kewenangan untuk mutusin Kak Putra adalah hal yang wajar gitu."

Mengabaikan garpu yang mengancam di depan wajahnya, Reki refleks saja menggaruk kepalanya dengan ekspresi yang kaku.

"Aku cuma ngebantu Velly loh," kata Reki. "Kan udah dibilangin coba. Aku itu cowok baik-baik. Harusnya kamu sebagai teman Velly ngucapin makasih sama aku. Karena jelas kan? Aku nyelamatin Velly dari kemungkinan menjadi korban jangka panjang ghosting Kak Putra."

Dahi Eshika mengerut. Matanya kembali menyipit. Dan itu justru membuat Reki membesarkan matanya. Mungkin baru menyadari bahwa dirinya kelepasan bicara.

O oh.

"Velly juga cerita sama kamu kalau dia di-ghosting selama ini?"

Reki diam. Hanya matanya yang mengerjap-ngerjap bodoh. Hingga kemudian cowok itu menukas.

"Kenapa aku berasa kayak lagi diinterogasi sih?"

"Bukan berasa," balas Eshika. "Tapi, emang."

Hanya embusan napas Reki yang didapatkan Eshika untuk perkataannya. Hingga kemudian, pada akhirnya Eshika menurunkan garpu itu dari depan wajah Reki. Walau jelas, ia belum selesai menanyai cowok itu.

"Sekarang jujur aja deh. Kamu lagi ngedeketin Velly kan? Kalian lagi semacam PDKT gitu?"

Beberapa detik, Reki bergeming. Nyaris melongo lantaran pertanyaan Eshika. Matanya berkedip pelan dan bibirnya tampak mengerecut sekilas. Lalu, ia menggeleng.

"Aku dan Velly nggak lagi PDKT atau semacamnya," kata Reki. Tampak ekspresi penuh keyakinan di wajah cowok itu. "Aku nggak bohong. Kami nggak lagi PDKT."

Eshika kembali menyipitkan matanya. "Masa ...?" tanyanya dengan suara penuh irama kesangsian.

"Beneran," angguk Reki. "Aku nggak bohong. Kami nggak lagi PDKT kok. Cuma ...."

Mata Eshika masih menyipit. "Cuma ...?"

"Ehm ...." Reki mendehem sejenak dengan bola mata yang tampak bergerak liar seperti tengah berpikir. "Cuma ... deket biasa aja," katanya lagi. "Kebetulan aja kami sering balik bareng belakangan ini. Yah ... mampir makan kalau lagi laper. Atau chatting-an gitu. Kalau lagi gabut yang teleponan atau video call. Cuma gitu sih."

Dooong!

Eshika melongo.

Sekarang cewek itu menampilkan ekspresi orang bodoh di wajahnya. Atau seperti orang yang bengong karena terkena hipnotis penjahat.

Sementara itu, Reki sendiri menganggap respon Eshika kali itu sebagai respon: oh, ternyata begitu toh.

Maka tidak heran bila di detik selanjutnya, Reki bangkit. Tampak beranjak setelah ia berkata.

"Dah. Selamat menikmati nasi goreng. Aku mau ngeliat Velly bentar di kelas."

Mengekori kepergian Reki dari kantin, mata Eshika mengerjap-ngerjap berulang kali. Kali ini dahinya benar-benar mengerut seperti kulit jeruk purut.

"Ini aku yang bodoh atau mereka yang kelewat pinter sih sebenarnya?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top