39. Masa Penghakiman

"Vel! Vel! Vel!"

Gila saja!

Sekuat tenaga mendorong motornya menuju ke area parkir, Reki lantas langsung berlari demi menyusul Velly yang sudah duluan menuju ke kelas. Tapi, nahas. Bahkan kecepatan lari Velly tidak mampu mengungguli kecepatan jalan Reki. Hanya dengan melompat sekali, Reki nyaris menyamai lima langkah Velly. Ckckckck. Memang diskriminasi tinggi badan sangat berperan penting di sini.

Hiks.

Maka tidak mengejutkan sama sekali bila pada akhirnya Reki mampu menyusul Velly. Bahkan lebih dari itu. Ketika Velly nyaris masuk ke kelas, Reki langsung meningkatkan kecepatannya. Berlari dengan cepat dan ....

"Ziiittt!"

Velly dengan amat terpaksa menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu. Itu tentu saja kalau ia tidak ingin menabrak Reki yang dengan kecepatan super kilatnya telah mengadang di pintu. Dengan satu tangan yang memegang kusen pintu, Reki menyeringai seraya mengangkat satu alisnya.

"Hayo loh!" ejeknya. "Mau kabur ke mana lagi heh?"

Velly meneguk ludah. Tampak kaku.

"Si-si-siapa yang mau kabur?"

Mata Reki menyipit. "Aaah .... Kalau nggak kabur," katanya kemudian dengan suara yang penuh irama. "Itu artinya yang barusan ini kita lagi syuting kejar-kejaran gitu heh?"

"Kamu ...."

Mata Velly membesar. Ingin mengumpati cowok itu, tapi ia kehabisan kata-kata. Hingga pada akhirnya, Velly menyerah dengan satu kata.

"Nyebelin."

Reki buru-buru menutup mulut dnegan jarinya. "Hehehehehe." Tapi, tak urung juga kekehannya lolos pula. "Kalau kamu nggak lari, aku nggak bakal ngejar."

"Kalau kamu nggak ngejar," balas Velly. "Aku nggak bakal lari."

"Ehm ... oke." Reki angguk-angguk kepala. "Kalau gitu, kita berdua jangan ada yang bergerak."

"Ma-ma-maksud kamu?"

Reki menatap Velly lamat-lamat. "Nggak merasa perlu menjelaskan sesuatu sama aku gitu? Bla bla bla ...." Kepala Reki meneleng ke satu sisi. "Mungkin bisa dimulai dari kejujuran tentang apa aja yang selama ini kamu omongin sama Eshika tentang aku."

Velly membeku. Persis seperti ikan yang baru keluar dari mesin pendingin. Tak bergerak. Dan tentu saja itu lantaran dirinya yang bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan itu.

Pada akhirnya, Velly mengembuskan napas panjang.

"Sebenarnya, baru malam tadi aku ngomongin soal kamu sama Eshika ...."

"Aaah ...."

"Dan itu cuma sebatas itu kok," lanjut Velly. "Nggak lebih nggak kurang."

Mata Reki menyipit lagi. "Menurut kamu ... aku bakal percaya gitu?"

"Nggak," jawab Velly lesu. "Tapi---"

"Eh, kalian ngapain? Nganggu orang mau lewat aja."

Ucapan Velly dipotong oleh suara seorang teman mereka. Menoleh dan mendapati Tere yang menatap keduanya dengan heran.

"Nggak ada kerjaan sampe ngobrol di depan pintu?"

Tak menjawab pertanyaan itu, Reki kemudian menarik tangannya dari kusen pintu. Memberikan jalan untuk Tere masuk. Dan hal itu tidak akan disia-siakan oleh Velly. Berniat untuk langsung masuk, eh ... ia tidak memperkirakan bahwa Reki justru menahan dahinya dengan satu jari telunjuknya.

"E e eh .... Mau ke mana heh?"

Velly menepis jari Reki. "Kamu ini beneran deh jadi co---"

"Velly!!!"

Kembali, perkataan Velly dipotong seseorang. Pun lagi-lagi membuat Reki dan Velly kompak melihat ke sumber suara. Dan kali ini, Velly mengembuskan napas panjang melihat siapa adanya cewek yang menyerukan namanya dari ujung koridor itu.

"Ckckckck," decak Velly. "Belum selesai urusan dengan Reki, eh ... udah muncul Eshika."

Eshika menghentikan langkah kakinya. Melihat secara bergantian pada Reki dan Velly. Lalu, tanpa basa-basi, cewek itu meraih tangan Velly. Hal yang membuat Reki melotot.

"Eh? Kamu mau bawa Velly ke mana?" tanya Reki tak terima. Bahkan ikut-ikutan meraih satu tangan Velly lainnya yang bebas. "Urusan aku sama Velly belum selesai."

Eshika menarik Velly. "Ntar ya. Ini urusan cewek yang lebih penting."

"Antre, Sist," kaata Reki seraya kembali menarik Velly.

"Bentar doang kok, Ki."

"Oh. Kalau emang bentar doang, abis aku juga nggak apa-apa dong."

Sementara ada Reki dan Eshika yang saling berdebat, di antara mereka ada Velly yang pusing toleh kanan toleh kiri. Terutama dengan fakta bagaimana tangannya yang dari tadi ditarik bergantian dengan arah yang berlawanan.

"Ih! Bisa lepasin tangan aku nggak sih?" sentak Velly kemudian pada akhirnya. "Tangan aku copot, kalian berdua mau ganti rugi?"

Reki dan Eshika sama-sama melihat pada Velly. Lalu, memanfaatkan beberapa detik yang sangat cepat, Velly pun langsung melesat masuk ke dalam kelas.

"Argh!"

Reki mengangkat tangannya. Tampak mengepalkan jarinya dengan geram. Menoleh pada Eshika, cowok itu merutuk.

"Gara-gara kamu ih. Jadi kabur Velly."

Eshika tak membalas, melainkan mencibir. Lalu menyusul masuk pula.

Ketika Eshika tiba di mejanya, ia sudah mendapati bagaimana Velly yang duduk di kursinya dengan ekspresi yang tidak tenang. Dan ketidaktenangan itu sepenuhnya terbukti. Karena pada akhirnya Velly menyadari, entah itu di depan pintu kelas atau pun di dalam kelas, masa penghakiman dari dua orang hakim yang berbeda akan datang. Baik itu cepat atau pun lambat.

Hiks.

Menyedihkan sekali. Tapi, sekarang sepertinya Velly tidak bisa melarikan diri dari Eshika.

"Kamu nggak ngerasa perlu menjelaskan sesuatu gitu sama aku?"

Takjub, Velly terkesiap. "Waaah! Daebak!" katanya. "Gimana bisa kamu dan Reki nanya hal yang sama ke aku pagi ini?" Kepala Velly geleng-geleng. "Bisa kompakan gitu ya, Bun ...."

Eshika melambaikan satu tangannya di depan wajah. "Nggak usah berusaha untu mengalihkan pembicaraan."

Velly ciut seketika.

"Jadi ...," lanjut Eshika kemudian. "... kamu lagi deket sama Reki ya sekarang?"

Buru-buru Velly menutup mulut Eshika. Matanya mendelik. Khawatir kalau perkataan Eshika terdengar oleh teman-teman mereka yang lain. Terutama karena pada saat itu, Reki masuk.

Mata Reki tampak menyipit melihat Velly yang menutup mulut Eshika. Menebak-nebak di dalam hatinya. Lalu ketika ia telah sampai di kursinya, ia mengirimkan pesan ke cewek itu.

Ketika Velly merasakan getar ponselnya, ia pun bisa menebak bahwa itu pastilah pesan dari Reki. Tapi, cewek itu tidak bisa membacanya sekarang. Karena Eshika tampak bersikeras untuk mendapatkan penjelasannya.

"Kamu lagi deket gitu sama dia?"

Velly meringis. "Ini nggak seperti yang kamu pikirin, Esh," jawabnya. "Aku bisa jelasin semuanya.

"Aroma sinetron ya, Bun," balas Eshika. "Kalau nggak kayak yang aku pikirin, terus chat kamu malam tadi itu apa? Dia sering nganter kamu balik?"

Bola mata Velly berputar dengan malas. "Karena ... yang pertama adalah akhir-akhir ini kamu jarang mau balik bareng aku ...."

"Oh ...."

"Yang kedua ... ya kebetulan aja helm cadangan dia nganggur."

"Dari sekian banyak orang dan akhirnya helm cadangan itu yang kamu make?"

"Oh, Tuhan ...."

"Terus juga," lanjut Eshika belum selesai. "Dia udah ketemu sama Om? Aku nggak ngira kalau hubungan kalian udah sejauh itu."

"Eh, Nona!" histeris Velly dengan wajah berekspresikan rasa ngeri. "Kalau ngomong jangan ngadi-ngadi ya. Apanya yang sejauh itu heh?"

"Ehm ...."

Eshika mendehem dengan penuh irama. Tampak bersidekap dan lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Velly.

"Aku kepikiran sesuatu. Jangan-jangan kamu dan Kak Putra putus gara-gara dia ya?"

Tangan Velly merogoh saku seragamnya. Mengeluarkan ponselnya. Mengabaikan pesan yang masuk –dan ternyata itu memang dari Reki-, Velly membuka riwayat percakapannya dengan Putra yang untung sekali belum ia hapus.

"Lihat deh, Non," tunjuk Velly. "Udah berapa lama dia ghosting-in aku."

Eshika meraih ponsel itu. Melihat dan mendapati kenyataan bahwa memang sudah lama sekali Putra tidak membalas pesannya.

"Ya ... sebenarnya emang bener juga sih kalau kami putus gara-gara dia."

Mata Eshika melirik pada Velly.

"Soalnya yang mutusin Kak Putra kemaren itu ya dia," pungkas Velly.

"Dia yang mutusin?"

Velly mengangguk. "Itu pesan terakhir ke Kak Putra yang ngomong putus, itu dia yang ngirim."

"Yang pacaran kamu dan Kak Putra, tapi yang mutusin kak Putra justru dia? Korelasinya ada di mana coba?"

"Ehm ... itu ...."

Velly menelengkan kepalanya ke satu sisi. Tampaknya baru menyadari apa yang telah terjadi berkat pertanyaan Eshika. Sekarang, ia pun merasa heran juga.

Sementara itu Eshika yang tak peduli lagi dengan ponsel itu, mengembalikannya pada Velly. Yang ia pedulikan sekarang hanya satu. Yaitu ....

"Ternyata kalian emang udah deket ya?"

*

Velly bersenandung pelan ketika selesai mencuci tangan di wastafel. Tampak mengamati sejenak penampilannya, barulah selang semenit kemudian ia beranjak dari toilet.

Ketika jam pelajaran terakhir itu menyebabkan kantuk yang tak tertahankan, maka Velly memutuskan untuk ke toilet. Tapi, ia tak menyangka bahwa satu kejutan akan membuat ia berseru kaget tepat ketika selangkah kakinya keluar dari sana.

"Reki!"

Huuup!

Reki buru-buru menangkap tangan Velly sebelum gadis itu berencana untuk kabur. Dengan seringai di wajahnya, Reki menyeletuk.

"Berasa de javu nggak? Tangkap-tangkapan di depan toilet."

Velly langsung memasang tampang masam. "Nggak!"

"Hahahahaha." Reki tertawa untuk beberapa saat. "Kamu ngindarin aku ya seharian ini?"

Tetap berusaha untuk melepaskan tangannya, Velly mencebik. "GR amat sih jadi cowok. Aku nggak ada ngindarin kamu."

"Chat aku nggak dibalas."

"Kayak yang chat kamu penting aja," gerutu Velly seraya melihat tangannya. "Ih, lepasin coba, Ki."

Reki menggeleng. "Nggak bakal sebelum aku tau. Apa sih yang kamu omongin sama Eshika tentang aku?"

"Nggak usah GR loh ya. Kamu ini kayaknya makin hari makin nggak beres."

"Oooh ...."

Reki lalu melepaskan tangan Velly. Membuat gadis itu lega dan juga merasakan ngeri dengan satu pemikiran.

Beneran nih selesai?

Nggak ngedesak aku lagi gitu?

Kok aku rada curiga ya?

Dan kecurigaan Velly sepenuhnya terbukti ketika Reki memutuskan untuk beranjak dari sana. Tapi, seraya bergumam.

"Ehm ... apa aku tanyain ke Eshika langsung aja ya?"

Waduh!

Baru juga masalah dengan Eshika beres.

Ini mau disulut lagi sama si Panjul.

"Ki!!!"

Velly buru-buru langsung menyusul Reki. Berjalan di sebelahnya.

"Udah udah. Nggak usah nanya ke Eshika," kata cewek itu cepat. "Aku jujur aja deh."

Mata Reki melirik. "Apaan?"

"Sebenarnya baru malam tadi itu aku ngomongin soal kamu ke Eshika. Dan itu pun nggak sengaja karena aku yang lagi cerita ke dia soal aku yang baru putus sama Kak Putra."

Reki kembali melirik. "Masa ...?"

"Sumpah!" kata Velly berusaha untuk meyakinkan. "Lagian nggak ada manfaatnya kok aku bohong."

"Ehm ...."

Reki mendehem. Lalu mendadak aja ia menghentikan langkah kakinya. Mau tak mau membuat Velly turut berhenti pula.

"Tapi," kata Reki kemudian. "Ada yang mau aku pastiin deh."

Velly mengangkat wajahnya demi bisa melihat mata Reki. "Apa?"

Bersidekap, tersenyum miring, dan membinarkan sorot misterius ala-ala Shinichi Kudo saat berhasil memecahkan kasus, Reki bertanya.

"Apa aku emang cakep dan berperasaan?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top