38. Lagi?

[ Velly ]

[ Sebenarnya sih baru siang tadi aku putus, Esh .... ]

[ Tapi, nggak jadi masalah juga. ]

[ Masih banyak kok cowok cakep dan berperasaan. ]

[ Lagi Reki yang gitu aja masih ada perasaannya. ]

[ Ini malah Kak Putra kayak nggak ada perasaan. ]

[ Kali ini aku mau nyari cowok yang beneran mikirin aku. ]

Yang pasti, respon Reki ketika ia membaca pesan itu adalah bengong.

"Ini kenapa seharian orang-orang kayak yang hobi buat aku bengong sih?" tanya Reki bingung. "Ini maksudnya apa?"

Reki garuk-garuk kepala. Kembali membaca pesan itu dan justru kembali menyadari bahwa isi pesan Velly kali itu benar-benar tidak tepat.

"Ini nggak nyambung banget deh. Aku nanyai soal ke Puncak, eh ... dia malah ngomongin soal putus?"

Dahi Reki berkerut. Lalu menyadari satu poin penting di pesan itu.

"Esh ...?"

Reki mendengus geli. Kemudian ia terkekeh.

"Salah kirim heh? Ckckckck."

Dengan satu kesimpulan itu, maka kedua ibu jari Reki pun bergerak. Mengetik dan langsung mengirimkan balasannya. Cowok itu terlihat geli.

[ Velly ]

[ Aku kayaknya bukan Eshika deh .... ]

Selagi menunggu balasan dari Velly, Reki beranjak ke tempat tidur. Masih terkekeh, cowok itu berpikir harus seperti apa dirinya membalas pesan itu.

"Eh, tunggu dulu," kata Reki kemudian seraya menyipitkan matanya. "Ini artinya ... Velly lagi ngobrolin aku sama Eshika ya? Wah wah wah."

Sontak saja mata Reki membesar dengan satu pemikiran itu. Dan sekarang ia menjadi lebih bersemangat dibandingkan beberapa menit yang lalu dalam menunggu balasan pesan dari Velly. Tapi, tak kunjung datang.

"Ehm ... apa dia malu gitu? Ketauan ngomongin soal aku sama temennya? Mana pake acara dibandingkan dengan Putra lagi. "

Rasanya sih seperti ada geli-geli begitu di sudut bibir Reki. Apalagi ketika ia membaca pesan itu kembali.

"Ya ... aku emang cowok yang berperasaan gitu sih," kata Reki mengulum senyumnya. "Udah bakat dari lahir emang sih ya."

Reki membaca lagi. Berulang kali. Hingga kemudian, ia menjerit.

"Ini maksud Velly ngomongin aku kayak gini ke Eshika apa heh?"

*

"Ehm ...."

Velly mengerjap-ngerjapkan matanya. Menatap pada langit-langit kamar dan lantas menguap panjang.

"Eh?"

Mata Velly menyipit melihat keadaan kamarnya yang terang. Alih-alih gelap seperti biasanya ketika ia bangun dari tidur.

"Aku ketiduran ya? Lupa padamin lampu?"

Bertanya pada dirinya sendiri, Velly lantas bangkit duduk. Melihat selimut yang masih rapi dan lampu yang tetap menyala.

"Ah .... Hoaaam .... Aku emang ketiduran."

Tidak langsung turun dari tempat tidur, Velly lantas meraih ponselnya yang tergeletak tak jauh dari bantal yang tadi ia gunakan. Dengan segera cewek itu membuka kunci layarnya. Melakukan rutinitas pagi. Yaitu, mengecek pemberitahuan.

Ada beberapa pemberitahuan dari berbagai aplikasi. Tapi, yang menarik perhatian Velly tentu adalah pemberitahuan dari Whatsapp. Terutama pada dua pesan yang dikirimkan oleh Reki dan Eshika.

"Ah ...," lirih Velly. "Kemaren kan aku lagi chat-an gitu ya sama mereka. Ehm .... Apa abis itu aku ketiduran?"

Velly lantas langsung membuka pesan dari Eshika. Dan ia bingung.

[ Bestie! ]

[ Itu pesan untuk ... Reki? ]

Kepala Velly sontak meneleng ke satu sisi. "Maksudnya?"

Dan untuk itulah mengapa pada akhirnya Velly membaca lagi pesan yang sudah ia kirimkan pada Eshika. Lantas, ia menganga.

[ Bestie! ]

[ Iya .... ]

[ Kayaknya Papa yang semacam suka gitu sama kamu, Ki. ]

[ Mungkin karena kamu sering nganter aku balik kali ya? ]

[ Tenang aja, Ki. ]

[ Papa pasti nggak ngelarang aku kalau pergi ke Puncaknya bareng kamu. ]

Velly menutup mulutnya. Buru-buru keluar dari kolom percakapannya dengan Eshika. Beralih pada pesan dari Reki.

[ P. Reki. F ]

[ Aku kayaknya bukan Eshika deh .... ]

Meneguk ludah, Velly mendadak merinding dengan satu pemikiran menakutkan.

Apa yang aku kirim ke Reki?

[ P. Reki F. ]

[ Sebenarnya sih baru siang tadi aku putus, Esh .... ]

[ Tapi, nggak jadi masalah juga. ]

[ Masih banyak kok cowok cakep dan berperasaan. ]

[ Lagi Reki yang gitu aja masih ada perasaannya. ]

[ Ini malah Kak Putra kayak nggak ada perasaan. ]

[ Kali ini aku mau nyari cowok yang beneran mikirin aku. ]

"Oh ... my ... God ...."

Mata Velly melotot tak percaya. Syok dan kaget dalam waktu yang bersamaan. Mendadak saja ia seperti merasa sesak napas.

"Kenapa bisa aku ngirim chat kayak gini ke Reki?" tanya Velly ngeri. "Apa coba yang bakal dia pikirin sekarang?"

"Kamu mau ngomong kalau kamu lebih baik pacaran sama aku ketimbang sama Kak Putra?"

Dooong!

Ponsel terlepas dari tangan Velly. Lalu dengan ekspresi ngeri, ia meremas rambutnya dengan kedua tangannya.

"Ya Tuhan," desis Velly. "Jangan sampe buat Reki salah paham. Please .... Please ...."

Tapi, sekuat apa pun Velly menampik, kemungkinan itu justru semakin kuat. Toh memang masuk akal bukan kalau Reki sampai salah paham? Toh Velly jelas sekali sedang membandingkan Reki dan Putra di pesan itu.

Putus asa, bingung dengan kemungkinan seperti apa yang akan terjadi di sekolah nanti, membuat Velly mencak-mencak.

"Argh! Kayaknya yang dibilangin Reki emang benar," rutuk Velly kesal. "Otak aku emang kurang gizi!"

*

Sebenarnya sih ... Velly tidak ingin masuk sekolah hari itu. Andaikan saja bisa, ia pasti tidak akan sekolah. Tapi, mau bagaimana lagi. Ketika ia mengatakan dirinya sakit, maka Rahayu mengeluarkan termometer. Mengecek langsung suhu tubuhnya. Memang sih maksudnya agar Rahayu yakin apa Velly cukup dengan istirahat saja atau harus dibawa ke dokter. Tapi, suhu tubuhnya normal.

Dan setelah pengecekan suhu itu, maka Bandi pun datang. Melotot. Menuding putri sulungnya itu.

"Udah nggak mau sekolah lagi heh? Beneran mau nikah abis tamat sekolah ini?"

Langsung deh. Velly yang pura-pura sakit dengan secepat kilat melesat masuk ke kamar mandi. Dan tak butuh waktu lebih dari lima belas menit, gadis itu selesai bersiap.

"Ehm .... Reki udah datang belum ya?"

Tak berani langsung masuk ke sekolah tanpa persiapan yang matang, akhirnya membuat Velly mengintai terlebih dahulu di depan gerbang. Celingak-celinguk berusaha melihat ke area parkir motor. Mencoba untuk menemukan keberadaan motor Ninja cowok itu.

Dan selagi kepala Velly naik turun ke kanan ke kiri secara bergantian, di pos satpam ada Mulyo yang terbengong-bengong.

Astaga.

Baru juga kemaren mereka baikan, eh ... sekarang udah ribut lagi?

Sementara itu, tanpa diketahui oleh Velly, di ujung jalan ada Reki dan motornya yang melaju. Dan manik mata Reki langsung menangkap keanehan yang terjadi di depan gerbang. Dengan senyum usilnya, Reki pun lantas menghentikan laju motornya. Terniat sekali pokoknya! Demi agar kedatangannya tidak diketahui oleh Velly, Reki pun rela mendorong motornya. Mengabaikan beberapa orang siswa yang melihat dirinya dengan tatapan aneh: Motor dibeli untuk dikendarai? Salah. Motor dibeli untuk didorong. Benar.

Bahkan lebih dari itu. Nih seandainya ya. Seandainya saja Reki saat itu tidak sedang mendorong motornya, dijamin deh Reki pasti jalan berjingkat-jingkat ketika dengan pelan-pelan dan tanpa suara, cowok itu menghampiri Velly.

Reki meninggalkan sejenak motornya. Lalu berjalan sepelan mungkin mendekati Velly dari belakang. Dan ketika itu ia mendengar suara Velly melirih pelan.

"Kenapa motornya belum keliatan? Apa itu cowok belum datang?"

Reki buru-buru menutup mulutnya. Mencegah tawanya menyembur langsung di telinga Velly.

"Argh! Kenapa juga aku sampe salah ngirim chat gitu sih? Ini gimana ceritanya kalau aku ketemu dia ntar? Pasti dia mikir aneh-aneh deh."

Ugh!

Rasa gelinya semakin menjadi-jadi. Nyaris membuat Reki tidak mampu menahan diri. Dan sebenarnya, bukan hanya Reki saja yang merasa geli. Terbukti Mulyo di pos satpamnya sudah terkekeh dari tadi melihat kelakuan dua orang remaja itu.

"Mereka ini apa-apaan coba? Pagi-pagi udah yang kayak buat apa lagi di depan gerbang sekolah."

Dan Mulyo, layaknya hari-hari biasa, pada akhirnya memilih untuk duduk di kursinya. Dengan ditemani sepiring singkong goreng dan segelas kopi hitam, ia menikmati kejadian di depan matanya itu.

"Anggap aja nonton layar tancep dah."

Lalu Mulyo tertawa-tawa lagi.

Sementara itu, di depan gerbang tampak Velly yang mengangkat ponselnya. Melihat jam di sana.

"Motor dia nggak keliatan. Tapi, harusnya kalau jam segini ... dia udah datang kan ya?"

"Dia siapa?"

Sambil celingak-celinguk, Velly mendengar ada yang bertanya padanya. Tapi, Velly terlalu sibuk untuk mencari keberadaan motor Reki. Maka ia hanya melambaikan satu tangannya. Bentuk pengusiran secara tidak langsung sih.

"Kepo banget."

"Ehm .... Siapa tau aku tau kan dia udah datang atau belum?"

Lambaian tangan Velly berhenti. Pertanyaan itu membuat dahinya berkerut. Lantas otaknya pun membenarkan hal itu.

Eh, iya juga ya.

"Itu .... Maksud aku Reki ...."

"Oh, Reki .... Anak kelas 12 IPA 2 itu?"

Velly angguk-angguk kepala. "Iya, Reki yang itu. Kayak yang banyak aja Reki di sekolah ini. Ehm ... dia udah datang atau belum?"

"Ehm ... kayaknya udah kok."

"Ah ... begitu."

Velly lantas diam. Berpikir di benaknya dengan cepat.

Kalau dia udah datang, berarti aku tungguin agak ramean aja kali ya?

Baru ntar aku masuk.

Kalau udah rame, dia nggak bakal nyamperin aku atau semacamnya gitu kan?

"Ehm ..., tapi ...."

Suara itu kembali terdengar. Dan kali ini, Velly justru mengerutkan dahi. Sepertinya baru menyadari hal janggal tersebut.

"Tapi apa?"

"Tapi, kamu tau nggak Reki sekarang ada di mana?"

Nah!

Mata Velly melotot. Baru menyadari sesuatu yang amat sangat penting.

Ini yang ngobrol sama aku dari tadi siapa coba?

Mengabaikan pertanyaan itu, Velly lantas memutar tubuhnya. Dan demi Tuhan, mata Velly langsung membelalak kaget dan terkesiap.

"Reki?!"

Syok, Velly sama sekali tidak siap kalau harus melihat wajah Reki dalam keadaan yang memalukan seperti itu. Refleks saja membuat kakinya mundur selangkah. Tapi, silap.

"Vel!"

Reki berseru. Buru-buru mengulurkan tangan dan memegang cewek itu sebelum terjatuh ke belakang.

"Nggak apa-apa?"

Velly mengatupkan mulutnya rapat-rapat beberapa detik. Kemudian barulah ia meledak.

"Nggak apa-apa dengkulmu?!" delik Velly seraya melepaskan diri dari pegangan Reki. "Nggak ada kerjaan sampe buat orang kaget?"

Reki mengerjap-ngerjap. "Lah kamu kayak yang banyak kerjaan aja sampe ngintai keberadaan motor aku."

"Itu ...."

Velly tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya bisa meringis. Lalu buru-buru memutar tubuh.

"Eh?" Reki mengerjap. "Mau kabur kamu, Vel?"

Velly langsung melewati gerbang. "Aku mau masuk."

"Tungguin!"

Reki nyaris saja langsung berlari mengejar Velly, tapi langkah kakinya seketika berhenti ketika tatapan matanya bertemu dengan Mulyo. Dengan tersenyum, Reki berjalan mundur. Meraih stang motornya. Kembali mendorong.

Ketika ia melewati gerbang dan pos satpam, Reki berkata dengan cengiran di wajahnya.

"Belum waktunya buat dikiloin, Pak."

Mulyo diam saja. Dan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat bagaimana Reki yang terburu-buru memarkirkan motornya dan langsung berlari dari area parkir. Tak perlu bertanya, Mulyo tau. Reki mengejar Velly.

"Dasar anak muda!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top