37. Semuanya Salah

Ini sih seperti Velly dan Reki yang sekarang sedang mengikuti acara semacam variety show begitu sih. Bertemakan prank atau tipu menipu begitu. Soalnya bukan apa ya. Tapi, ekspresi bingung mereka benar-benar alamiah.

Hingga setelah beberapa saat mereka terbengong dengan kompak, Reki mau tak mau refleks saja menoleh ke belakang. Dan di saat itu pula, Velly ternyata sudah mencondongkan tubuhnya ke depan. Saling pandang dengan sorot yang sama-sama bodoh. Lalu ... mereka berdua kembali melihat pada Mulyo.

Pertama adalah Reki yang tampak sangat perlu mengklarifikasi jenis kosakata yang digunakan oleh satpam sekolah mereka.

"Pu-pu-putus?"

Dan tentunya Velly tidak ingin tinggal diam. Gadis itu pun juga bertanya dengan sama gagapnya dengan Reki.

"Si-si-siapa yang putus?"

"Nah itu!"

Mulyo melotot melihat Velly dan Reki. Terutama pada Velly yang baru saja melontarkan pertanyaan dengan nada polos itu. Tampak wajahnya yang bersinar-sinar.

"Makanya kalau ada masalah," kata Mulyo seraya mendekat. Lalu menepuk-nepuk pundak Reki. "Itu diselesaikan dengan baik-baik. Kan enak kalau nggak putus."

Bukannya jelas, perkataan Mulyo justru membuat keduanya semakin bingung.

"Ah ...."

"Ehm .... itu ...."

"Bapak juga pernah muda. Sering ribut, berantem, dan cek-cok sama pacar itu biasa."

Kali ini bukan lagi melongo, Reki dan Velly kompak menganga. Mulut keduanya terbuka lebar dengan mata yang sama-sama membesar.

"Daripada putus, lebih enak kalau nggak putus kan?"

Putus, nggak putus, putus, nggak putus.

Dua hal itu seperti berputar-putar di kepala Reki dan Velly. Terutama dengan fakta bagaimana Mulyo yang tampak dengan begitu semangat memberikan petuah-petuahnya.

"Kalian itu sama-sama masih muda, pasti mudah ngambek. Mudah salah sangka. Ckckckck. Memang anak muda. Tapi, kalau ada masalah itu ya diselesaikan. Kan kalau lengket lagi enak toh?"

"Huuukkk!"

"Huuukkk!"

Berkat satu kata ampuh itu, Reki dan Velly kompak terbatuk secara bersamaan. Dan ajaib sekali, juga kompak ketika menanyakan hal yang sama dengan ngeri.

"Lengket?"

"Lengket?"

Mulyo cengar-cengir. "Udah udah. Nggak usah malu. Kemaren juga kalian berdua ribut di depan orang-orang juga nggak pake acara malu."

Mulut Reki membuka. Menutup. Tapi, tidak ada satu katapun yang keluar dai bibirnya. Sekarang Reki dan ikan mujair yang tersasar di aspal tampak tak ada bedanya sama sekali.

"Oke," kata Mulyo kemudian. "Jangan berantem lagi. Yang damai. Dah!" Mulyo menepuk pundak Reki. "Hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai pelaminan."

"Hah?"

"Hah?"

Dan layaknya apa yang ia katakan adalah hal yang biasa-biasa saja, Mulyo lantas beranjak dari sana. Dengan kedua tangan di balik pinggang, ia berjalan meninggalkan Reki dan Velly yang lagi-lagi tercengang lantaran perkataan satpam itu.

Wajah Mulyo terangkat. Menoleh ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Lalu bibirnya mengerucut. Dan tak lama kemudian, suara siulannya pun mengalun.

"Ki .... Ki .... Ki ...."

Reki mengerjap. Menoleh ke belakang dan mendapati Velly yang menepuk pundaknya berulang kali dengan wajah berekspresikan geregetan.

"Buruan kita balik," katanya dengan penuh penekanan. "Sebelum Pak Mulyo kesambet jin penunggu pos lagi."

"Aaah ...."

Reki melirih untuk dua detik. Lalu dengan terburu-buru langsung melajukan kembali motornya. Kali ini aman. Motornya melaju mulus melewati gerbang sekolah dan kemudian membaur di jalanan.

*

"Apa ini artinya kalian nggak jadi putus?

"Jangan berantem lagi. Yang damai. Dah! Hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai pelaminan."

Walaupun malam sudah beranjak mendekati jam sepuluh malam, entah mengapa Velly merasa ada yang mengganjal dengan perkataan Mulyo tadi. Dan gadis itu sadar, bukan hanya dirinya yang merasa aneh. Melainkan Reki pula. Butuh bukti? Itu tadi di sepanjang perjalanan pulang, mereka tidak mampir makan di mana pun. Padahal Velly tau betul bagaimana kebiasaan cowok itu. Selalu saja menanyakan dirinya mau makan di mana saat pulang dari sekolah.

Velly tertegun.

Sejak kapan aku jadi mikirin kebiasaan itu cowok?

Tangan Velly melambai-lambai di udara. Mungkin bermaksud agar pikiran aneh yang mengelilingi dirinya buyar.

"Hufhhht!"

Velly duduk di tempat tidurnya. Lagi-lagi, terpikir dengan perkataan Mulyo. Membuat ia mengembuskan napas panjang dengan satu kemungkinan mengerikan itu.

"Pak Mulyo nggak mikir aku dan Reki itu pacaran kan?"

Tapi ....

"Menurut kamu aja, Ki. Aku udah percaya sama kamu. Dari sekian banyak cowok, aku milih kamu. Tapi, kamu malah gituin aku!"

Velly seketika langsung meringis. Kedua tangannya naik dan mendarat di kepala. Meremas rambutnya yang mulai semakin memanjang. Sekarang, sudah mendekati garis punggungnya loh.

"Oh, tidaaak," ringis Velly. "Jangan ngomong kalau Pak Mulyo salah paham gara-gara omongan aku waktu itu."

Wajah Velly terlihat semakin aneh lantaran ringisan itu. Lalu, ia justru tertawa aneh. Mungkin syok.

"Orang waras ya pasti salah paham kali, Vel, kalau ngedengerin apa yang kamu omongin waktu itu."

Velly tak berdaya. Lalu merebahkan tubuh di kasur.

"Astaga ...."

Dan kalau mau Velly ingat-ingat lagi, sepertinya ia baru menyadari bahwa pagi sebelum upacara itu, banyak siswa yang melihat pertengkaran mereka. Sekarang barulah Velly benar-benar bisa menangkap apa yang mereka katakan pada waktu itu.

"Wah! Wah! Wah!"

"Reki dan Velly ada something gitu?"

"Ckckckck."

"Pantas Jessi keliatan uring-uringan sampe sekarang."

"Ternyata Reki nolak Jessi buat CLBK gara-gara Velly?"

"Eh? Kok bisa sih?"

Velly bangkit lagi. Kembali merasakan bahwa ada yang janggal.

"Eh? Jessi ngajak Reki balikan ya?" tanya Velly kemudian pada dirinya sendiri. "Terus ditolak?"

Bibir Velly lantas menutup dalam pose mengerucut. Dengan dahi yang berkerut, ia tampak berpikir. Menyadari bahwa akhir-akhir ini Jessica nyaris seperti ada di sekitar dirinya.

"Wah! Ini bukan kayak Jessi yang lagi ada di sekitaran aku. Tapi, karena Jessi lagi nyoba buat balikan sama Reki. Dan kebetulan yang di dekat Reki akhir-akhir ini ... aku."

Hening sesaat. Velly bergeming. Hanya matanya yang berkedip-kedip.

"Dan jangan ngomong kalau di kantin tadi siang itu ...."

Velly terkesiap. Mulutnya sontak menganga.

"Dia mau ngedeketin Reki lagi. Tapi, malah aku yang nemenin itu cowok makan."

Refleks, Velly bangkit lagi dari duduknya. Kali ini berjalan mondar-mandir seraya bersedekap dengan fakta-fakta yang baru tersusun di kepalanya itu. Nyaris membuat ia tak percaya.

"Ckckckck. Ini jangan-jangan yang diomong Reki bener lagi," kata Velly seraya berdecak. "Jangan-jangan otak aku emang kurang gizi. Kok bisa aku nggak nyadar gitu ya?"

"Tling!"

Semua pemikiran dan kemungkinan yang sedang berputar-putar di kepala Velly teralihkan oleh satu denting di ponselnya. Ada pesan yang masuk. Dari Eshika.

[ Bestie! ]

[ Vel .... ]

[ Curhat dong ....]

Velly bengong. Di saat ia sedang bingung dengan keadaan dirinya sendiri, mendadak saja ada Eshika yang mengirimi dirinya pesan. Ingin curhat.

Dikira ini tayangan televisi kali ya? Curhat dong.

Tapi, Velly langsung membalas.

[ Bestie! ]

[ Iya dong .... ]

Tuh kan. Beneran dibalas begitu. Ckckckck.

Selagi menunggu, Velly kemudian kembali berbaring di atas tempat tidurnya. Sibuk memikirkan keadaannya sementara pesan Eshika kembali masuk.

[ Bestie! ]

[ Aku bingung, Vel .... ]

[ Buat ke Puncak besok. ]

[ Kira-kira menurut kamu aku ada ngasih Tama sesuatu nggak ya? ]

Velly garuk-garuk kepala. Memaklumi sekali bahwa masa pendekatan adalah masa yang manisnya melebihi air kencing orang yang terkena diabetes.

Ckckckck.

Lagi baru pendekatan, dia udah sibuk gini coba.

Tapi, layaknya teman yang pengertian, Velly membalas.

[ Bestie! ]

[ Harus dong. ]

[ Biar kalian makin lengket. ]

[ Kamu ada kepikiran mau ngasih apa? ]

Velly dengan sengaja tidak keluar dari kolom percakapan dirinya dan Eshika. Menunggu cewek itu mengetik. Tapi, beberapa detik kemudian, satu pesan lainnya masuk ke ponselnya pula.

Reki.

Maka dari itu, selagi menunggu, Velly pun membuka pesan dari Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Vel .... ]

[ Udah tidur? ]

[ Eh, ternyata belum. ]

[ Pesan aku langsung di-read dong. ]

Velly geleng-geleng kepala.

[ P. Reki F. ]

[ Stres? ]

[ Nanya sendiri jawab juga sendiri. ]

[ Apaan? ]

"Tling!"

Pesan dari Eshika masuk lagi.

[ Bestie! ]

[ Aku sih kepikiran mau buatin dia kayak sarung tangan gitu. ]

[ Ngerajut. ]

[ Tapi, aku nggak mahir ngerajut, Vel. ]

[ Gimana dong? ]

Mengabaikan pesan Reki yang sudah masuk, seraya menguap sekali, Velly membalas pesan itu.

[ Bestie! ]

[ Ya dicoba dulu, Esh. ]

[ Aku yakin deh.]

[ Tama pasti suka kalau dapat hadiah buatan tangan dari kamu. ]

[ Ih, dasar! ]

[ Ternyata kamu romantis juga jadi cewek! ]

[ Hahahahaha. ]

Selesai mengirimkan pesan itu, Velly beralih pada pesan Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Nggak ada sih. ]

[ Cuma kepikiran sesuatu. ]

[ Nggak apa-apa kita berdua aja ke Puncak? ]

[ Aku nggak bakal digorok sama Om kan? ]

Pesan Reki membuat Velly mengerutkan dahi. Tampak baru menyadari hal itu. Dan sekarang justru ia yang bertanya-tanya.

"Eh. Ini bakal disuruh sama Papa nggak ya kalau ke Puncaknya cuma berdua aja sama Reki? Apa ntar Papa nggak justru mikir aku sama Reki mau pacaran gitu?"

Velly langsung meraba tekuknya. Bayangan Bandi yang mengacungkan parang dan menyuruhnya untuk langsung menikah selesai tamat sekolah, melintas. Tapi, ia teringat sesuatu.

"Kalau kamu pacaran sama Reki juga Papa nggak jadi masalah. Kayaknya dia cowok baik-baik."

Velly mengembuskan napas. Menemukan jawaban untuk pertanyaan itu.

[ P. Reki F. ]

[ Udah. Tenang aja. ]

[ Tempo hari bahkan Papa pernah ngomong kalau Papa percaya sama kamu. ]

[ Kayaknya sih di mata Papa kamu kayak cowok baik-baik gitu. ]

Mulut Velly menguap lagi. Beralih pada pesan Eshika.

[ Bestie! ]

[ Kamu ini bisa aja. ]

[ Makasih, btw. ]

[ Ah, buat ke Puncak ..., kamu udah ngomong sama Kak Putra? ]

Velly mengerjap-ngerjapkan matanya yang mulai terasa perih. Ugh! Sekarang cewek itu benar-benar mulai merasakan kantuk yang makin tak tertahankan.

[ Bestie! ]

[ Kami udah putus, by the way. ]

Menguatkan matanya, Velly berpindah pada pesan Reki yang masuk.

[ P. Reki F. ]

[ Eh? ]

[ Aku dibilangin cowok baik-baik sama Om? ]

Sekarang mata Velly mulai basah karena air mata kantuk. Dan lagi-lagi, ia menguap panjang.

[ P. Reki F. ]

[ Sebenarnya sih baru siang tadi aku putus, Esh .... ]

[ Tapi, nggak jadi masalah juga. ]

[ Masih banyak kok cowok cakep dan berperasaan. ]

[ Lagi Reki yang gitu aja masih ada perasaannya. ]

[ Ini malah Kak Putra kayak nggak ada perasaan. ]

[ Kali ini aku mau nyari cowok yang beneran mikirin aku. ]

"Hoaaam ...."

Velly memperbaiki bantal di bawah kepalanya. Tepat ketika pesan Eshika masuk dan ia langsung membukanya. Tapi, sepertinya ada yang keliru dengan ingatan gadis itu. Karena setelah ia membaca pesan Eshika yang bertuliskan:

[ Bestie! ]

[ Kok bisa putus? ]

[ Kapan? ]

Eh, Velly malah menjawab seperti ini:

[ Bestie! ]

[ Iya .... ]

[ Kayaknya Papa yang semacam suka gitu sama kamu, Ki. ]

[ Mungkin karena kamu sering nganter aku balik kali ya? ]

[ Tenang aja, Ki. ]

[ Papa pasti nggak ngelarang aku kalau pergi ke Puncaknya bareng kamu. ]

Lantas, ketika ada dua pesan yang masuk secara bersamaan ke ponselnya, Velly sudah tak tertolong lagi. Kesadarannya telah menghilang.

[ Bestie! ]

[ Itu pesan untuk ... Reki? ]

[ P. Reki. F ]

[ Aku kayaknya bukan Eshika deh .... ]

O oh!

Velly keliru mengirimkan balasan pesannya.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top