34. Tarik Ulur?
Mengabaikan tatapan mata orang-orang yang ia temui sepanjang koridor sekolah, Velly masuk ke kelas dengan wajah yang mengeras. Dengan tangan yang masing-masing mengepal dengan erat di kedua sisi tubuhnya, ia terus berjalan. Tampak seolah mengabaikan kursinya yang terletak di barisan depan, gadis itu justru menuju pada kursi lainnya.
"Braaakkk!"
"Astaga!"
Tangan Velly yang memukul meja itu menimbulkan suara yang membuat kaget Reki yang tengah tidur di atasnya. Ckckckck. Begitulah Reki. Datang pagi demi menghindari macet dan justru memilih untuk tidur lagi sebelum pelajaran dimulai.
Mata Reki melotot melihat Velly yang menatap padanya dengan sorot berang. Tangannya menuding langsung pada hidung Reki.
"Kamu ini bener-bener ya, Ki! Beneran mau aku telan hidup-hidup heh?!"
Pagi itu, selayaknya hari-hari biasa ketika Reki dan Velly datang ke sekolah, kelas masih sepi. Bukannya sombong, tapi untuk urusan ketepatan waktu datang ke sekolah, mereka berdua nyaris sama. Cenderung suka datang pagi. Dan sepertinya kali ini Velly memanfaatkan kebiasaan itu untuk menghadapi Reki.
Mendapati kedatangan Velly tentu adalah satu hal yang mengejutkan untuk Reki. Bukannya apa sih, soalnya kan akhir-akhir ini mereka berdua dalam kondisi yang tidak akrab. Hahahahaha. Tapi, keterkejutan itu hanya berlangsung beberapa detik lamanya. Semenit kemudian, cowok itu justru menyeringai.
"Eh, ada Eneng Blokir nyamperin Akang Spam sepagi ini."
Velly melongo. Matanya mengerjap-ngerjap. Dan mungkin karena emosi masih menguasai dirinya sehingga membuat ia sedikit lambat mencerna maksud perkataan Reki. Hingga semenit kemudian, akhirnya gadis itu menyadari maksud perkataan Reki.
"Kamu tuh ya, Ki," delik Velly lagi. "Kayak yang nggak ada kerjaan gitu? Semua foto aku di Instagram kamu komenin? Postingan di Facebook aku juga? Dan itu komennya kayak anak TK yang belajar ngapalin abjad dan angka?!"
Tepat ketika Velly mengatakan hal itu dengan penuh emosi, tawa Reki pecah. Terpingkal-pingkal hingga matanya basah.
"Kayak anak TK belajar ngapalin abjad dan angka?" Reki mengulangi perkataan Velly. Lalu, ia tertawa lagi. "Hahahahaha. Astaga, Vel. Hahahahaha."
Melihat Reki yang justru tertawa terbahak-bahak, Velly semakin berang. "Kamu ini ...."
Velly tampak tak mampu meneruskan perkataannya. Entah karena kehabisan kata-kata atau justru karena tak percaya bahwa Reki malah tertawa layaknya itu adalah hal yang lucu.
Dan berbicara soal lucu, ehm ... mungkin di mata Reki yang ia lakukan semalaman itu memang lucu. Mengirimkan pesan spam pada Velly di berbagai sosial media. Dari Facebook, Instagram, Twitter, dan Gmail. Dan pesan itu tidak penting sama sekali. Seperti yang dikatakan oleh Velly, Reki persis seperti anak TK yang belajar menghapalkan abjad dan angka. Jadi, sudah terbayang dong ya apa aja yang Reki tulis di pesan spam-nya itu? Yap! Angka satu sampai tak terhingga dan abjad A sampai Z pangkat sepuluh.
Benar-benar seperti orang kurang kerjaan.
"Bener-bener hobi ya buat orang kesel!" tukas Velly.
Tawa Reki berhenti. Menuding dengan hal yang sama. "Lah kayak situ nggak hobi buat orang kesel aja," balasnya. "Emang apa coba faedahnya abis blokir, eh dibuka, eh terus blokir lagi? Jadi cewek plin-plan banget."
Bibir Velly mengatup rapat. "Tenang aja, aku nggak bakalan plin-plan lagi. Kali ini," katanya kemudian. "Mau hujan badai, puting beliung, angin tornado, atau bahkan gempa tsunami, aku nggak peduli."
"Ehm ...." Reki mendehem dengan penuh irama. "Yakin nih?"
Mata Velly menyipit. "Apa maksud kamu?"
"Yakin nggak peduli?" tanya Reki dengan kilat usil di matanya. "Ntar blokirannya dibuka lagi. Nanyain aku udah sampe atau belum."
Kalau tadi mata Velly menyipit, maka sekarang justru membulat. Tampak besar. "Kamu ini ...."
"Lagian, Vel," kata Reki kemudian. "Masa perkara gituan kamu blokir aku sih. Gara-gara semacam Kak Putra lagi. Yang bahkan wajahnya aku udah lupa kayak apa."
Cuping hidung Velly mengembang dengan bibir yang mengerucut. "Ini bukan masalah Kak Putranya, Panjul!"
"Terus apa?"
Sedetik setelah Reki menukas dengan pertanyaan itu, Reki baru menyadari sesuatu.
Eh, aku nyahut dipanggil Panjul sama Velly?
Wah wah wah!
Bener-bener deh ini ya ....
Ntar kebiasaan lagi!
"Ini gara-gara aku mau curhat, tapi malah kamu ledekin!"
Mata Reki melihat luapan emosi Velly ketika mengatakan hal itu. Dan lantas, belum lagi ia sempat mengatakan apa pun, Velly sudah memutar tubuh. Beranjak menuju ke kursinya.
Sedetik, Reki hanya mengerjap-ngerjapkan matanya. Tapi, sejurus kemudian suara kursinya yang bergeser di atas lantai terdengar. Itu karena Reki memilih untuk bangkit dengan terburu-buru. Dan hanya dalam hitungan detik yang singkat, Reki sudah duduk di kursi Eshika.
Velly menoleh. "Ngapain lagi kamu ke sini?"
Mengabaikan pertanyaan itu, Reki meraih tangan Velly. Menjabatnya dan memasang ekspresi memelas.
"Aku beneran minta maaf," katanya. "Yuk kita maaf-maafan. Gimana? Apa sambil sarapan di kantin?"
"Apaan sih?" tanya Velly syok. "Lepasin nggak tangan aku?"
Reki geleng-geleng kepala. "Vel, aku beneran deh ya. Ini nggak bener banget kalau kita ribut cuma gara-gara ini."
"Kamu ngomong cuma," delik Velly lagi. "Menurut aku ini lebih dari cuma."
"Iya iya iya. Tapi, ketimbang kita marah-marahan, mending kita baik-baikan. Ehm .... Mau curhat kini?" Mata Reki berkedip-kedip. "Yuk .... Akang Spam bakal dengerin deh."
Dengan satu sentakan yang kuat, Velly menarik tangannya. "Stres!"
"Yah ... kalau kamu emang nggak mau maafin aku, aku bakal spam lagi deh ya."
Sreeet!
Velly melirik dengan sorot tajam. "Aku bakal blokir semuanya!"
"Nggak apa-apa," kata Reki tersenyum. "Aku bisa spam pake kurir kok ke rumah kamu."
Mata Velly melotot. "Nggak mungkin!"
"Kita buktikan aja ntar sore," kata Reki geli. "Aaah .... Ntar aku kirim bunga mawar ke rumah kamu. Biar Om ngira kamu pacaran loh ya."
Mata Velly semakin melotot sementara Reki bertepuk tangan sekali.
"Apa sekalian aja aku bilangin ke Om kalau sebenarnya selama ini kamu pacaran sama Kak Putra?"
"Reki ...."
"Chat kamu masih ada sih ya. Hahahahaha. Bukti valid yang nggak bakal bisa terbantahkan."
Tangan Velly dengan segera melayang. Mencoba untuk mencubit Reki, tapi berhasil ditangkap oleh cowok itu dengan tergelak-gelak.
"Hayo loh hayo!" gelak Reki. "Aku bilangin sama Om loh ya. Biar tamat ini kamu langsung nikah!"
Velly menggeram. Berusaha untuk mendaratkan cubitan, tapi Reki teramat sigap untuk dirinya.
"Kamu ini buat kesel aja sih, Ki!" geram Velly pada akhirnya. "Heran banget! Hobi kok ngusilin orang sih?"
"Maklum aja. Turunan leluhur," kata cowok itu geli. Lantas Reki melepaskan tangan Velly. "Kamu juga sih. Marah aja awet segitu lamanya. Cuma gara-gara itu, kebaikan aku selama ini jadi kayak lenyap." Reki menatap Velly tajam. "Padahal kamu pernah sampe nyeret aku ke semak-semak loh. Dan itu nggak setimpal dengan ledekan Kak Putra kemaren."
"Ya ampun, Panjul," syok Velly. "Masih dibahas aja itu semak-semak?"
"Lah kamu aja masih bahas soal tempo hari," manyun Reki. "Jadi, gimana?"
Velly diam. Tak menjawab pertanyaan itu layaknya Reki yang tidak berada di sana. Dan lantas, Reki kembali bersuara. Kali ini, terdengar ada keseriusan di sana.
"Aku beneran deh minta maaf. Jadi, sini curhat ke aku. Bakal aku dengerin deh."
Mata Velly melirik. Bergeming. Tampak tidak akan mengatakan apa-apa pada cowok itu. Tapi, tampaknya Reki tidak terpengaruh. Walau jelas satu persatu teman mereka mulai memasuki kelas.
"Udah ah ...," kata Velly kemudian. "Lupain aja."
"Eh? Apa yang dilupain?"
Tak menjawab, Velly justru meraih ponselnya. Lalu masuk ke aplikasi Whatsapp. Dan itu tidak lepas dari penglihatan mata Reki.
Velly kemudian menyodorkan ponselnya pada Reki. Tanpa meraihnya, Reki melihat pada layarnya yang menyala.
"Tuh. Blokiran udah aku buka."
Reki memutar bola matanya ke sembarang arah. "Kemaren juga dibuka, abis itu malah diblokir lagi."
Embusan napas Velly tampak mengalun panjang. "Kali ini beneran nggak bakal aku blokir lagi."
"Beneran?"
Velly menoleh. "Nggak percayaan banget sih jadi cowok," rutuknya. "Ntar aku blokir beneran lagi ini loh."
Reki buru-buru menahan tangan Velly. "Ya jangan, Vel. Kayak aku ini apa lagi. Blokir, buka, blokir, buka." Bibir Reki tampak manyun. "Padahal aku jelas cowok baik-baik."
Velly mengambil kembali ponselnya. Meletakkannya di saku seragamnya.
"Jadi ...," kata Reki kemudian. "Kamu nggak bakal blokir aku lagi kan?"
"Nggak."
"Janji?"
"Iya."
"Ingkar atau nggak?"
"Nggak."
"Beneran?"
"Iya."
"Ka---"
"Berenti nggak?!" potong Velly kemudian. "Lama-lama bukan aku blokir, tapi aku cekik kamu, Ki."
Reki jelas sudah pernah merasakan pitingan cewek itu di lehernya. Dicekik sungguhan? Ugh! Reki buru-buru langsung meraba lehernya sendiri.
Velly mengembuskan napas panjang, lega. Melihat Reki menutup mulutnya benar-benar membuat ia merasa tenang. Hingga kemudian, sesuatu mengusik perasaan Velly. Hingga ia pun bertanya.
"Lagian, Ki .... Ini kayaknya berlebihan nggak sih?"
Reki mengerjapkan matanya sekali. "Apa?"
"Timbang aku blokir aja jadi heboh gitu," kata Velly.
Membawa pandangan matanya ke papan tulis, Velly berusaha keras agar suaranya tadi terdengar biasa-biasa saja.
Segitunya nggak mau aku blokir.
Ngebuat aku jadi mikir yang aneh-aneh aja sih.
Di sebelahnya, Reki mendehem. Mata mengerjap-ngerjap dan jari tangannya menggaruk kepala beberapa kali.
"Ya ... bukannya heboh juga sih," kata Reki. "Cuma nggak enak aja, Vel. Berapa hari terakhir kita udah deket, eh mendadak aja jadi blokir-blokiran."
Velly diam.
"Berasa kayak apa coba," lanjut Reki lagi. "Berasa kayak kamu yang lagi tarik ulurin aku."
Eh?
Mata Reki melotot.
Begitupun dengan Velly.
Tarik ulur?
Ma-ma-maksudnya?
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top