32. Beneran Nih?

"Huuukkk!"

"Huuukkk!"

"Huuukkk!"

"Hahahahahaha."

Di saat Reki berjuang untuk bisa tetap bernapas, ada Nora yang tertawa terbahak-bahak. Seakan tak peduli bahwa adiknya sedang berupaya agar telur puyuh itu bisa hilang dari tenggorokannya.

"Hahahahaha."

Nora bangkit. Menyerahkan segelas air putih dan langsung disambar oleh Reki. Sementara cowok itu meneguk air tersebut dengan terburu-buru, Nora beranjak ke belakangnya. Memberikan pijatan lembut di tekuk adiknya. Tapi, tetap saja. Dengan masih tertawa-tawa.

Hahahahahah.

Dasar!

Beberapa saat kemudian, Reki meletakkan gelas yang kosong itu di atas meja dengan setengah membantingnya. Matanya memerah, basah, dan begitu pun dengan keadaan hidungnya. Bahkan tampak cupingnya kembang kempis walau tanpa asma. Hihihihi.

"Hahahahaha. Timbang dipanggil Yayang aja udah keselek. Gimana kalau dipanggil Kekasihku?"

Iiih!

Sepertinya mendadak saja Reki meriang membayangkan hal itu. Melintas di benaknya secara spontan, Velly yang tampak mengedip-ngedipkan matanya lantas berkata dengan sok manja padanya.

"Kekasihku ...."

Ya Tuhan.

Mendadak saja Reki merasakan sop yang sudah berada di dalam organ pencernaannya, berulah. Melakukan tarian hip hip hula-hula yang membuat ia merasa mual. Dan ekspresi wajah Reki kala itu semakin menarik tawa Nora untuk semakin berderai.

"Hahahahaha."

Reki menggeram. "Kak, hobi banget sih ngusilin adeknya sendiri."

"Hahahahaha." Nora masih tertawa saat kembali duduk. "Tadi kayaknya ada yang ngomong Kakak baik deh. Siapa gitu ya? Lupa. Hahahahaha."

Mulut Reki tertutup dengan rapat. Tampak menarik napas dalam-dalam seolah sedang menahan dirinya dari rasa kesal.

"Udah nggak baik lagi kalau sekarang," tukas Reki kesal.

Lalu mata Reki melirik pada tas ranselnya di kursi. Dan pergerakan bola matanya itu tidak terlepas dari intaian mata elang Nora. Hingga Nora pun iseng lagi. Dengan wajah yang sok serius, ia berkata.

"Emang nggak pake yayang-yayang cadel sih. Tapi, dia beneran nanyain kamu udah sampe atau belum."

Reki diam. Lirikan matanya beralih pada Nora. Tapi, kala itu Nora menunjukkan ekspresi yang datar. Tampak benar-benar serius.

"Ya ... kayaknya dia khawatir kamu dan motor kamu melayang ditiup angin kali."

Reki masih bergeming. Antara mempercayai omongan Nora atau tidak. Bagaimanapun juga, perasaan Reki meragukan perkataan kakaknya itu.

Tapi, sejurus kemudian, Nora tampak berdiri. Bersiap akan beranjak dari sana.

"Ya udah kalau nggak percaya," katanya. "Kakak mau ke kamar aja."

Bahkan sampai Nora meninggalkan meja makan, Reki tetap tak bersuara. Alih-alih mengucapkan sepatah kata pun, cowok itu lebih memilih melihat Nora yang keluar dari sana.

Sejurus kemudian, ketika matanya telah kehilangan sosok Nora, Reki berpindah melihat pada tas ranselnya. Mendadak saja ucapan Nora tadi terngiang di benaknya.

"Emang nggak pake yayang-yayang cadel sih. Tapi, dia beneran nanyain kamu udah sampe atau belum."

Seolah tak lagi peduli dengan sopnya, Reki lantas bertopang dagu melihat tas ranselnya itu. Tampak sedang mempertimbangkan walau pada akhirnya Reki bangkit juga.

Reki membuka tasnya. Mengeluarkan ponselnya dan menemukan bahwa ada beberapa pesan yang masuk.

Menahan napas, Reki duduk seraya membuka aplikasi Whatsapp itu. Ibu jarinya bergulir dengan pelan dan semakin lama semakin berkerut pula dahinya.

"Mana pesan dari Velly?" tanyanya dengan bergumam.

Ketika tak mendapati pesan dari Velly, Reki mengulang lagi pengecekan itu dari atas hanya untuk menyadari sesuatu. Hal yang jelas membuat ia memejamkan matanya dengan geram.

Foto profil Velly masih tidak ada!

Dan di saat seperti itu, mendadak saja terdengar lagi suara tawa. Sontak membuat Reki berpaling dan menemukan Nora yang berdiri di ambang pintu.

Wanita muda itu tertawa. Begitu terbahak-bahak. Sehingga tampak seperti dirinya yang nyaris tak bisa bersuara lagi ketika menyeletuk.

"Cie .... Ngarepin ditanyain Velly."

Reki menarik napas dalam-dalam. Mendadak merasakan hawa panas menjalari wajahnya.

"Kakak ...."

Nora semakin terpingkal. "Gitu tuh yang bilangnya cuma temenan doang. Hahahahaha."

Kali ini Reki tidak mampu bertahan lagi. Mengabaikan semangkok sop, tas ransel, dan juga ponselnya di atas meja makan, cowok itu kemudian berlari.

"Aaah!!!"

Nora langsung mengambil langkah seribu. Kabur dari kejaran Reki yang sudah tak mampu lagi menahan dirinya.

"Kakak ...!!!"

"Hahahahaha!!!"

Sementara Reki sibuk berlari mengejar Nora, tanpa ia ketahui bahwa ponselnya mendadak berdenting. Tepat setelah satu foto profil terlihat lagi di aplikasi Whatsapp itu.

*

Jujur saja, Velly bimbang. Tapi, melihat guyuran hujan di luar sana yang disertai oleh angin, mau tak mau membuat perasaannya gelisah juga.

Kalau tadi Reki nggak pake acara nganter aku balik, dia ya nggak bakal keujanan.

Tapi, secepat pemikiran itu muncul di benaknya, secepat itu pula pembelaan dirinya juga turut muncul.

Eh, tapi itu kan salah dia sendiri.

Toh aku tadi udah mau mesan ojol loh.

Dia aja yang ngebet mau nganter aku balik.

Jadi ....

Bukan salah aku dong ya?

Velly mengembuskan napas panjang. Pertarungan dua sisi itu membuat ia merasa lelah hingga memutuskan untuk berbaring di atas tempat tidur.

Ponsel masih terangkat di depan wajah Velly. Tak berpindah dari tadi. Yaitu menampilkan kolom percakapan antara dirinya dan Reki.

"Ehm ...."

Velly mendehem.

"Tapi, dia ngeselin sih. Aku mau curhat eh ... malah diledekin kayak gitu lagi."

Bibir Velly mengerucut. Menyadari sesuatu.

"Kan emang dari dulu Reki suka buat kesal orang sih, Vel. Ngapain juga kamu pikirin amat?"

Napas panjang berembus dari hidung Velly.

"Tapi ..., tetap aja ...."

Velly jelas merasa dilema lebih dari yang ia duga sebelumnya. Di lain sisi, ia masih merasa kesal. Tapi, di sisi lain ya ... dia merasa khawatir juga.

Kalau mendadak Reki ketiup angin gimana coba?

Ehm ....

Pada akhirnya, Velly mengalah pada rasa kemanusiaannya. Hingga ia pun membuka blokiran Reki. Dan langsung mengirimkan pesan pada cowok itu.

[ P. Reki F. ]

[ Ki .... ]

[ Udah sampe belum? ]

Velly menunggu untuk beberapa saat lamanya. Namun, balasan dari Reki tak kunjung masuk. Jangankan balasan, dibaca pun belum.

"Ah, tau gini nggak aku buka deh itu blokiran," kata Velly cemberut. "Kan kalau kayak gini malah aku lagi yang nungguin dia."

Masih cemberut, pada akhirnya Velly menyisihkan ponselnya. Merebahkan kepalanya dengan nyaman di atas bantal seraya tetap berharap bahwa pesan Reki akan segera masuk. Namun, yang terjadi justru tak mampu untuk dirinya elak. Hujan yang lebat, perut yang telah terisi, dan hangatnya selimut, dengan kompak berhasil melenyapkan kesadaran Velly.

Sayangnya, Velly terlelap tepat ketika dua centang abu-abu di pesannya berubah menjadi dua centang biru. Dan ada pemberitahuan yang muncul: P. Reki F. sedang mengetik ....

*

"Hahahahahaha!!!"

Itu adalah tawa Nora terakhir yang mampu didengar Reki sebelum pada akhirnya kakak perempuannya itu berlari menuju kamar dan langsung menutup pintunya.

"Braaakkk!!!"

Reki datang terlambat. Ketika ia tiba di depan kamar Nora, pintu itu sudah terkunci dengan teramat kuat.

"Kak!"

Tangan Reki yang mengepal menggedor-gedor pintu kayu itu berulang kali. Seolah ingin merobohkannya demi bisa membuat perhitungan dengan kakaknya itu. Dan hal tersebut terang saja membuat Nora semakin terbahak-bahak.

"Astaga, Dek. Kakak nggak ngira kalau kamu beneran nungguin chat dari Velly!"

Gedoran tangan Reki berhenti. Alih-alih masih menggedor, kepalan cowok itu lantas bergeming di pintu. Rasa-rasanya kata malu sudah tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan Reki kala itu.

Asem!

Aku beneran dikerjain Kak Nora!

Reki menghirup udara dalam-dalam. Berusaha untuk menahan emosi dan mengusir rasa malu yang terasa sudah menjalari dirinya di tiap sisi.

Gimana bisa aku pasrah aja buat dikerjain Kak Nora?!

Reki benar-benar malu!

"Aduh, Dek. Tapi, kayaknya karena kamu ngejar Kakak kayak gini, Kakak sih bisa nebak."

Suara Nora kembali terdengar.

"Pasti Velly nggak nge-chat kamu kan? Hahahahaha!"

Tidak hanya malu karena ditipu oleh Nora, bahkan sekarang Reki diledek lantaran kenyataan satu itu.

"Cieee .... Ngarep ditanyain, tapi nggak. Hahahahaha. Ngenes amat sih adek Kakak satu ini."

Reki membuka matanya. Mengembuskan napas panjang, cowok itu kemudian menyadari sesuatu. Bahwa tak akan ada habisnya bila ia meladeni Nora.

Maka dari Reki pun beranjak. Seraya menutup telinganya –benar-benar menutup telinganya dengan kedua tangannya-, Reki memutuskan untuk melanjutkan saja acara makannya. Ia tak akan menghiraukan ledekan Nora lagi. Walau jujur saja, Reki ragu bahwa selera makannya masih ada.

Tiba kembali di ruang makan, Reki langsung menghempaskan bokongnya di kursi yang tadi ia duduki.

Sop yang tadi ia nikmati sudah tidak terlalu hangat lagi, tapi masih lumayan memberikan sensasi di lidahnya. Yang sepertinya cukup ampuh untuk membuat pikiran Reki teralihkan. Berpindah dari ledekan Nora menuju ke masakan Nora.

Ya ... seenggaknya sop buatan Kak Nora enak.

Sekitar lima belas menit kemudian, Reki sudah selesai merapikan meja makan. Mangkok, piring, dan gelas kotor yang tadi ia gunakan segera ia bawa ke wastafel. Dan ketika menyadari bahwa tak ada perkakas kotor lainnya di sana, Reki pun menyempatkan diri untuk mencuci bekas makannya tadi.

Selesai beres-beres di dapur, Reki lantas meraih tas ransel dan ponselnya. Menuju kembali ke kamarnya. Dan ketika ia duduk di depan komputernya, berniat untuk bermain, iseng saja ia membuka ponselnya. Lantas ia pun membelalak tak percaya.

"Eh?"

Mata Reki melotot. Lalu menyipit. Lalu melotot lagi. Lalu menyipit lagi. Dan terakhir kali, ia mengucek-ucek kedua matanya. Seolah-olah ia tak yakin dengan apa yang matanya lihat waktu itu.

Gila!

Ini foto profil Velly beneran udah muncul?

Masih sedikit merasa tak percaya, Reki langsung membuka pemberitahuan pesan itu. Dan nyaris terkesiap ketika melihat pesan dari gadis itu.

[ Velly ]

[ Ki .... ]

[ Udah sampe belum? ]

Sedetik, Reki melongo. Merasa seperti de javu. Dan itu tentu saja lantaran perkataan Nora beberapa saat yang lalu.

Yayang udah campe beyum?

Sial!

Reki menahan napasnya. Entah mengapa sekarang ia merasa seperti dirinya yang mendadak meriang karena satu hal itu.

Emang nggak pake yayang sih.

Tapi, tetap aja.

Embusan napas Reki mengalun dengan perlahan.

Dia ... beneran nanyain aku coba.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top