31. Berkah Hujan
Kalau Velly mengira bahwa tukasan demi tukasan yang ia berikan pada Reki mampu membuat cowok itu untuk menutup mulutnya, itu jelas adalah satu kesalahan. Bahkan jangankan menutup mulut, Reki bisa berhenti tertawa saja itu adalah mukjizat. Hingga kemudian Velly menyadarinya dan memilih untuk tidak lagi menghiraukan cowok itu. Memutuskan untuk diam saja.
Sementara itu, seraya tetap memerhatikan jalanan di depan mereka, sesekali mata Reki melirik pada spion. Mencoba melihat pada Velly walau jelas mata gadis itu entah mengarah ke mana. Dan kalau Velly mengira Reki akan tersinggung atau semacamnya dengan perkataan dirinya, jelas itu juga adalah satu kesalahan. Karena tentu saja, Reki memiliki pemahamannya sendiri.
Kan kalau dia udah ngomel panjang lebar kayak gini enak juga.
Hihihihi.
Untuk beberapa saat lamanya, Reki memutuskan untuk tidak bicara apa pun. Membiarkan perjalanan mereka diwarnai kesunyian sebelum pada akhirnya, tatkala Reki menyadari bahwa sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Velly, cowok itu pun kembali bersuara. Memanggil namanya.
"Vel ...."
Tak ada sahutan balasan memang. Reki tau itu. Tapi, Reki juga tau setidaknya mata Velly tadi sempat spontan melirik melalui spion motor.
"Vel," panggil Reki kemudian. "Aku mau nanya."
"Apa?"
Mengulum senyum, benak Reki berkata.
Adudududuh.
Si Eneng kalau marah ternyata awet yeee ....
Reki mendehem sejenak. "Ngomong-ngomong," katanya kemudian. "Kamu mau sampe kapan ngeblokir WA aku?"
Mata Velly pada akhirnya benar-benar melihat pada spion. Tampak mendengus dan lalu menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula.
"Eh, kamu sadar ya kalau aku blokir?"
Reki tampak manyun. "Ya, Mai---" Reki langsung meralat ucapannya. "Ya, Vel .... Gimana aku nggak sadar coba? Orang foto profil kamu ilang gitu. Terus aku WA juga centang satu mulu sementara kamu aktif di grup."
Tampak Velly yang mencebik geli.
"Jadi," kata Reki lagi. "Kapan mau kamu buka blokiran itu? Ya kali, Vel. Sekelas malah blokir-blokiran."
"Malesss ...."
Bahkan demi menekankan satu kata itu, Velly mendesiskan huruf S tersebut dengan sepenuh hati. Mana ekspresi wajahnya tampak serius lagi. Sehingga ketika mata Reki melihat pada spion, ia sempat mengira bukanlah Velly sedang ia bonceng. Melainkan Nyi Blorong yang sedang berdesis-desis padanya.
Iiih ....
Motor Reki berbelok. Melewati portal keamanan kompleks dan terus melaju lurus. Hingga ketika kembali terdengar bunyi petir di atas langit sana, motor Reki tepat berhenti di depan pintu pagar rumah Velly.
Sedetik motor itu berhenti melaju, Reki langsung merasakan pegangan tangan Velly di tangannya.
Gila!
Udah yang buru-buru aja.
Kayak yang takut aku telan gitu?
"Nih!"
Reki menoleh pada helm yang disodorkan oleh Velly. Dahinya sedikit berkerut seraya menyambut benda tersebut.
"Eh?" Mata Reki mengerjap-ngerjap. "Udah tau caranya ngelepas helm ya?"
Velly mendelik. "Sembarangan aja kalau ngomong," geramnya. "Sudah sana, pulang."
Reki meletakkan helm tersebut di atas tangki motor. Mengatur posisinya agar mantap dan yakin tidak akan terjatuh selama dalam perjalanan nanti. Tapi, sebelum beranjak cowok itu bertanya.
"Hari ini kamu nggak mau ngasih lapis legit lagi, Vel?"
Delikan mata Velly seketika berubah jadi longoan. Lalu berulah lagi jadi geraman. "Ngelunjak kan jadi cowok. Mana baru aja buat aku kesal, malah ngarep dikasih lapis legit lagi."
Reki mengulum senyum. "Ya kali kan," katanya geli. "Apa aku harus ngantar kamu balik berapa kali dulu gitu ..., baru deh kamu kasih lagi?"
Tangan Velly terangkat. Menunjuk. "Bener-bener tukang buat orang kesel ya kamu ini."
Lalu tangan Velly bergerak. Tampak akan melayang pada pada Reki, tapi cowok itu dengan gesit segera mengambil tindakannya. Memutar kunci motor dan memainkan gasnya berulang kali hingga Velly kaget dan sontak mundur selangkah.
Mengambil kesempatan itu, Reki melambai sekali.
"Dadah, Maimunah. Aku balik dulu."
Mai-Mai-Maimunah?
Velly baru saja akan membalas perkataan Reki, tapi cowok itu secepat kilat langsung melajukan kembali motornya. Meninggalkan Velly yang tampak mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
"Itu cowok ...," geram Velly menahan kesal. "Emang hobi banget buat aku---"
Tik! Tik! Tik!
Tetesan-tetesan air yang jatuh ke pipinya membuat Velly menghentikan ucapannya. Menengadahkan kepalanya, ia melihat bagaimana langit yang tampak begitu gelap. Dan awan hitam yang tadi terlihat berarak-arak, sepertinya sudah tidak mampu bertahan lebih lama lagi. Pada akhirnya, air di atas sana pun memilih untuk menjatuhkan dirinya ke bumi.
Tak ingin menunggu dirinya basah kuyup di luar sana, Velly pun langsung berlari masuk ke dalam rumah. Dan walaupun ia tidak sampai basah kuyup, tapi rintik hujan yang menderas tadi lumayan meninggalkan jejak basah di rambutnya.
"Untunglah kamu udah sampe rumah, Vel."
Velly yang baru selesai melepas sepatunya menoleh ke sumber suara. Dan langsung mencium tangan ibunya.
"Iya, Ma." Velly menghela napas lega. "Seenggaknya aku nggak bakal kehujanan."
Rahayu mengangguk. "Padahal tadi rencananya Mama mau nyuruh Papa buat jemput kamu kalau kamu belum balik juga."
"Aaah ...," lirih Velly seraya beranjak ke dapur. Berencana untuk menghilangkan dahaganya terlebih dahulu sebelum lanjut ke kemarnya.
"Soalnya bukan apa," kata Rahayu seraya mengikuti Velly. "Tadi Mama denger-denger katanya sore ini mau hujan badai gitu."
Velly yang tengah membuka pintu kulkas sontak berpaling. Melihat pada Rahayu yang tampak membuka tudung saji.
"Kamu mau langsung makan, Vel? Hari ini Mama masak soto. Biar Mama siapin kalau kamu ma---"
"Hujan badai, Ma?"
Pertanyaan Velly memotong perkataan Rahayu. Membuat wanita paruh baya itu kembali menoleh pada putrinya seraya memegang tudung saja. Ia mengangguk.
"Iya. Tadi karyawan pada ngomong sih. Makanya kan langit gelap banget."
Tepat setelah Rahayu mengatakan itu, hujan yang tadi masih tampak malu-malu kucing serta merta berubah menjadi guyuran yang teramat deras. Sontak membuat Velly menoleh ke luar dan mendapati kebenaran dari perkataan Rahayu tadi.
Dan hujan itu, mau tak mau membuat Velly membeku dengan satu pemikiran di benaknya.
Aduh!
Reki gimana di jalan?
*
Kalau ada yang menanyakan keadaan Reki di jalan, tentu saja jawabannya adalah basah kuyup!
Tepat setelah ia keluar dari portal keamanan kompleks perumahan, sebenarnya Reki sudah mulai merasakan firasat yang tidak enak. Itu karena ia merasakan satu tetesan air yang jatuh di punggung tangannya.
Kala itu sih Reki mengangkat kepalanya. Melihat ke atas dan menenangkan dirinya sendiri.
"Ah! Ini burung siapa yang pipis sembarangan sih?"
Yang nyatanya adalah ... ya tentu saja itu bukan pipis burung. Dan pada akhirnya Reki menyadari hal itu setelah melaju sekitar tiga puluh meter kemudian. Ketika hujan benar-benar menunjukkan dirinya.
Aduh!
Pake acara hujan lagi.
Pada saat itu, Reki langsung menghentikan laju motornya di bawah pohon. Dengan cepat meletakkan ponselnya di dalam tas dan lantas menutupi ranselnya itu dengan pelindung anti air. Setelahnya terbersit ide bagi cowok itu untuk berteduh atau mungkin mengenakan jas hujan. Tapi ....
"Mau aku berteduh atau nggak," katanya kemudian pada dirinya sendiri. "Aku udah yang basah. Malah kalau aku berteduh aku kayak yang buang-buang waktu gitu kan ya?"
Oke, fix!
Reki memutuskan untuk tidak berteduh.
"Dan mau pake mantel pun udah tanggung," lanjutnya lagi. "Aku juga udah keujanan. Lagian mana cakep motor Ninja naiknya pake mantel."
Pada akhirnya, sekitar semenit kemudian, Reki pun kembali melajukan motornya. Tak peduli sederas apa hujan yang turun, ia terjang saja. Lagipula kalau ada satu hal yang akan dinikmati Reki ketika melaju di bawah guyuran hujan, itu pasti karena jalanan yang mendadak menjadi sepi. Wajar sih sebenarnya, karena jelas banyak orang yang memilih untuk menepi sejenak.
Ketika Reki sampe di rumahnya, keadaan cowok itu benar-benar mengenaskan. Kata kuyup tidak lagi bisa menggambarkan keadaan Reki dengan persis. Sampai-sampai Nora yang menyambut kepulangannya di teras rumah berkata menyeletuk.
"Bentar, Dek. Kakak nyalain mesin cuci bentar. Kamu masuk bentar juga ntar langsung kering kok."
Reki mencibirkan bibir bawahnya. "Dikira adeknya pakaian gitu."
Nora tertawa. Memberikan sehelai handuk kering yang ia bawa. Sengaja sekali sebenarnya ia menunggu kepulangan Reki karena tau adiknya itu akan basah kuyup.
"Makasih," kata Reki menyambut handuk itu seraya mulai melepaskan tas ranselnya.
Nora mengambil alih tas Reki. Seraya melihat adiknya itu yang masih mengeringkan tubuhnya seadanya, ia kembali berkata.
"Langsung mandi. Ntar Kakak siapin sop deh di belakang."
Reki tersenyum lebar. "Iiih ..., makasih banyak, Kak. Baik amat sih. Hihihihi."
Tak hanya mengucapkan terima kasihnya dalam bentuk kata-kata, Reki pun memberikan satu ciuman singkat di pipi Nora. Membuat Nora balik mencibir.
"Giliran gini juga bilangin baik."
Senyum geli Reki berubah menjadi kekehan kecil. Lantas langsung masuk menuju ke kamarnya. Melakukan tepat seperti apa yang Nora suruh tadi. Yaitu, mandi.
Mengguyur seluruh tubuhnya dengan air pancuran, Reki membilas semua sisa air hujan yang masih menempel di tubuhnya. Tak lupa memakai sampo dan memijat kulit kepalanya sebelum beranjak untuk membersihkan tubuhnya dengan sabun.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Reki keluar dari kamar mandi. Langsung meraih sepasang pakaian yang terdiri dari sehelai celana training dan kaos oblong. Mengenakannya dengan cepat.
Tak memedulikan rambutnya yang masih berantakan, Reki memutuskan untuk segera ke dapur. Bagaimanapun juga, perkataan Nora yang melibatkan sop tadi membuat perutnya bergemuruh.
Ugh!
Gara-gara balik tadi nggak mampir makan, sekarang kayaknya perut aku keroncongan deh.
Dasar, Velly!
Reki buru-buru keluar dari kamarnya. Menuju ke dapur dan mendapati Nora yang meletakkan semangkok sop di atas meja makan. Asap yang mengepul membuat riuh perut Reki semakin menjadi-jadi. Dan itu belum ditambah dengan aroma lezatnya yang menguar ke udara. Sontak saja Reki langsung menarik kursi makan. Duduk dan meraih mangkok itu.
Reki menikmati satu sendok kuah yang pertama sementara Nora memberikannya sepiring nasi hangat. Dan gadis itu pun memilih untuk duduk menemani Reki.
"Oh, iya, Dek. Tadi pas kamu mandi, itu hp kamu bunyi-bunyi gitu dari tadi," kata Nora seraya melihat tas ransel Reki yang ternyata ia taruh di satu kursi makan.
Tak menghentikan makannnya, Reki melirik pada Nora. Acuh tak acuh menanggapi perkataan Nora.
"Oooh ...."
Nora membawa tangannya untuk bertopang dagu. "Terus Kakak iseng deh ngeliat hp kamu. Ya ... akhirnya Kakak nggak heran juga sih kalau misalnya hp kamu bunyi terus."
Sendok di tangan Reki bergerak menyendok sebutir telur puyuh. "Maksudnya?"
Lalu bibir Nora membentuk senyum usil. "Soalnya itu gara-gara Velly ngirim kamu banyak chat. Yang Kakak ingat, ada yang bunyinya gini," jawab Nora. "Yayang udah campe beyum? Keujanan ya?"
"Huuukkk!!!"
Gawat! Telur puyuh meluncur dan tersangkut di tenggorokan Reki!
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top