29. Masih Berlanjut
"Kepada Bendera Merah Putih, hormaaat. Grak!"
Setelah sang pemimpin upacara melantangkan perintahnya, sontak seluruh peserta upacara mengangkat tangan. Memberikan hormat ketika bendera itu pelan-pelan menaiki tiang bendera dengan diiringi oleh lagu kebangsaan Indonesia Raya. Pada momen itu, suasana terasa hikmat. Magis warna merah putih yang berkibar-kibar, disertai oleh padunya nyanyian dari tim paduan suara, benar-benar satu kesatuan yang mampu mendebarkan hati setiap pesertanya. Terutama ... untuk peserta satu itu. Yang pada upacara kali ini, sukses menarik perhatian siswa-siswi lainnya.
"Tegaaak. Grak!"
Tepat ketika nyanyian telah usia dan tim pembawa bendera telah mengikat tali di tiang itu, pemimpin upacara pun memberikan perintah selanjutnya. Lantas, semua peserta upacara pun kembali menurunkan hormatnya.
Beberapa menit berlalu. Membiarkan pengibar bendera kembali ke tempatnya semula. Dan lantas, dimulailah bagian yang selalu menjadi momok bagi semua siswa. Apalagi kalau bukan amanat pembina upacara?
Ehm ....
Rasa-rasanya bukan jadi rahasia umum lagi kalau bagian yang satu ini selalu menjadi halyang sedikit menjemukan bagi siswa. Walau sih ya ... sebenarnya banyak nasihat dan hal-hal positif lainnya yang selalu disampaikan oleh pembina ucapara. Tapi ..., tetap saja. Berjemur nyaris tiga puluh menit di lapangan, bukan menjadi hobi semua orang.
Bayangkan saja. Ketika matahari pelan-pelan naik, siswa disuruh berdiri. Tidak boleh melakukan apa pun. Bahkan sekadar untuk melindungi wajah mereka dari terik sinar itu. Karena jelas saja sinar itu menyilaukan mata---
Eh!
Tunggu dulu!
Sepertinya di satu barisan terlihat bahwa siswanya tampak semringah. Dan kalau penasaran penyebabnya apa, itu karena sinar matahari tampak terhadang oleh seorang cowok bertubuh tinggi yang memilih untuk berbaris di urutan paling depan!
Eh? Yang benar saja.
Mengabaikan ledekan dan gurauan beberapa orang temannya tadi, sebelum acara upacara bendera dimulai, Reki mengambil tempat paling depan. Terang saja membuat Tama menyeletuk.
"Nggak pernah ikut materi PBB heh?"
Reki sok cuek bebek. Masih menegapkan diri di barisan terdepan. Membalas.
"Sekali-kali mau ngerasain berdiri paling depan."
Tentu saja teman-temannya pada geleng-geleng kepala. Tampak saling pandang dengan ekspresi yang benar-benar geli.
"Ya ..., Ki. Kalau kamu di depan. Itu keliatan timpang banget loh."
"Hahahaha."
"Ini kayak majas apaan sih? Dari besar ke kecil?"
"Antiklimaks."
"Ah! Bener-bener. Persis kayak barisan kita sekarang."
"Hahahahaha."
"Dari tinggi ke rendah dong."
"Kebanting sama barisan cewek."
"Dari rendah ke tinggi."
"Pas dimulai dari Velly."
Ups!
Reki melirik ke sebelah. Pada Velly yang tampak menegang. Bahkan untuk menoleh pada dirinya saja gadis itu tidak mau. Padahal ya ... setelah insiden yang melibatkan Mulyo tadi, Reki sempat berpikir bahwa mereka sudah baikan lagi. Tapi, ternyata ....
Reki mengembuskan napas panjang.
Kayaknya hari ini aku cukup mendapatkan pahala aja karena jadi peneduh buat yang di belakang.
Karena jelas banget, kayaknya Velly belum mau maafin aku.
Mata Reki melirik lagi.
Ih, segitunya.
Tahan ya ngambek lama-lama?
Ck.
Pantasan kamu nggak gede-gede, Vel.
Energi kamu terkuras untuk hal yang nggak penting.
Eh?
Mata Reki lantas langsung melotot.
Aku nggak penting?
Wah! Wah! Wah!
Reki jelas tidak terima. Padahal kan ya itu kesimpulan yang ia ambil sendiri.
Hiks.
Sementara itu, di sebelah Reki, Velly merasakan bagaimana tubuhnya yang benar-benar menegang. Rasanya sungguh. Tidak nyaman. Nyaris sepanjang waktu selama upacara, dirinya bergeming. Tidak bergerak barang sedikit pun. Padahal kan biasanya para siswa sering melakukan obrolan-obrolan kecil selama upacara berlangsung. Tapi, mengobrol dengan Reki?
Ogah!
Velly masih kesal dengan cowok itu.
Orang udah serius mau curhat, eh ... malah digituin lagi.
Emang nggak punya perasaan banget sih jadi cowok.
Lalu, mata Reki membesar. Itu adalah ketika dilihatnya Velly yang menoleh padanya. Tapi, ketika mata mereka beradu, eh ... Velly buru-buru melihat lagi ke depan. Dan Reki pun menghela napas panjang.
Dan hingga kegiatan upacara berakhir, Reki dan Velly benar-benar tidak saling bicara. Yang mana itu tentunya membuat para guru senang dong melihat siswanya tertib upacara. Tapi, tentu saja Reki yang tidak senang.
Ketika pada akhirnya upacara bendera selesai dan pemimpin upacara membubarkan seluruh peserta upacara, Reki baru saja bergerak sedikit ketika ia menyadari bahwa Velly sudah tidak lagi berada di sebelahnya.
Reki tercengang.
"Wah! Si Boncel bener-bener ngindarin aku ya?"
Lalu ketika Reki benar-benar memutar tubuh, ia bisa melihat bagaimana Velly yang berlari masuk ke dalam kelas. Persis seperti kancil yang berusaha melarikan diri dari terkaman harimau. Dan untuk hal itu, Reki hanya bisa melirih pelan.
"Sabar, Ki, sabar. Orang sabar jodohnya lancar."
Di dalam kelas, Velly mengembuskan napas panjang. Merasa lega karena pada akhirnya terbebas dari kungkungan bersama Reki nyaris selama empat puluh menit. Sekarang, ketika Velly duduk di kursinya, ia pun mengusap dadanya.
Gila aja itu cowok!
Aku kira yang di gerbang tadi udah kelar.
Eh, taunya masih berlanjut ya?
Sejurus kemudian, menyusul dirinya untuk turut duduk, ada Eshika yang sambil mengipas-ngipasi wajahnya dengan topi sekolah untuk beberapa saat. Cewek itu lantas tampak menyisihkan topi itu sebelum pada akhirnya meraih botol air minumnya. Meneguk isinya beberapa kali dan lantas mendesah lega karenanya.
"Gila!" kesiap Eshika. "Hari ini panas banget. Huuuh! Untung banget tadi Reki berdiri di depan. Hehehehe. Jadi, nggak terlalu panas juga sih."
Semula, Velly ingin menimpali perkataan Eshika. Tapi, ketika nama Reki disebutkan oleh sahabatnya itu, entah mengapa Velly jadi mengurungkan niatnya. Alih-alih, ia justru melihat pada ambang pintu. Menunggu. Dan ketika telinganya mendengar suara Tama, Velly langsung menundukkan wajah. Memilih untuk melihat pada ponselnya saja. Yah ... walau tidak melihat, tapi Velly bisa menduga. Suara Tama itu ..., dia pasti tengah berbicara dengan Reki.
Dan benar saja!
Yang masuk ke dalam kelas adalah sepasang cowok cakep itu. Tama tertawa sementara Reki cuma mesem-mesem saja.
"Mau buat kulit eksotis heh? Hahahahaha."
Reki berdecak. "Asem deh."
Tak menghiraukan Tama yang masih mencemooh dirinya, Reki berjalan seraya melayangkan tatapannya pada satu meja. Ada Eshika yang kebetulan juga melihat pada dirinya, maka Reki pun memulas satu senyuman tipis. Eshika membalasnya dan melihat bagaimana tatapan Reki lantas berpindah pada sahabatnya. Tapi, Velly tampaknya begitu hikmat dengan ponsel di tangannya itu. Dan ketika Eshika mengangkat kembali pandangannya, ia mendapati bahwa Reki sudah beranjak ke kursinya. Duduk.
Melihat kejadian itu, Eshika lantas menelengkan wajahnya ke satu sisi. Seraya setelah memeluk botol air minumnya, Eshika kemudian menyenggol Velly dengan ujung sikunya sekilas.
"Kamu dan Reki lagi berantem ya?" tanya Eshika kemudian tanpa tedeng aling-aling. "Soalnya aku ngerasa kalian berdua hari ini agak yang beda gitu."
Masih berselancar di beranda Facebook, Velly menjawab pertanyaan Eshika dengan satu gelengan samar.
"Nggak kok," katanya. "Kami nggak berantem. Biasa aja."
Tapi, jawaban itu terasa sekali tidak sesuai pada kenyataannya. Hingga wajar bila dahi Eshika kemudian berkerut.
"Iya apa?" tanya Eshika lagi. "Tapi, perasaan aku tadi juga. Pas di upacara, kalian diam-diaman gitu."
Tubuh Velly membeku. Ibu jarinya yang tadi sibuk bergerak dengan lincah di atas layar sentuh ponselnya, berhenti mendadak.
Velly menarik napas dalam-dalam. Berkata.
"Ya kali kami ngobrol, Esh. Ntar ditegur guru bisa mampuslah aku."
Eshika manggut-manggut. "Ehm ... sebenarnya iya sih. Tapi---"
"Be-be-bentar, Esh."
Mendadak saja Velly menginterupsi perkataan Eshika. Sejenak, ia menyisihkan ponsel di tangannya. Membiarkannya tergeletak di atas meja selagi ia berpaling pada sahabatnya itu.
"Ini perasaan aku aja atau gimana sih?" tanya Velly dengan sahi berkerut. "Kamu nggak lagi yang kayak nginterogasi aku atau semacamnya gitu kan?"
Pertanyaan Velly seketika menghadirkan kekehan dari bibir Eshika. Lebih dari itu, perlahan kekehan itu pun lantas membuat sepasang mata Eshika menghilang karenanya. Tapi, sejurus kemudian Eshika justru menghentikan gelinya dan menjawab.
"Emangnya kamu nggak pernah gitu nginterogasi aku?"
Velly terbengong beberapa detik lamanya. Tak percaya dengan jawaban Eshika yang menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lainnya.
"Yang bener aja, Esh."
Velly bergidik.
"Lagian kan aku nginterogasi kamu karena kamu keliatan agak aneh gitu. Mana mendadak jadi yang tenang gitu auranya sama Si Onoh."
Selesai mengatakan itu, mata Velly bergerak memberikan satu lirikan ke belakang. Tanpa menoleh, Eshika tau ke mana lirikan itu menuju. Bahkan tanpa ada lirikan pemandu itu, Eshika juga sudah tau siapa orangnya yang dimaksud oleh Velly.
"Ehm ...." Lagi-lagi Eshika manggut-manggut. "Ya kalau gitu sama dong, Vel."
"Sama apanya?"
Bibir Eshika bergerak. Membentuk satu senyuman manis tatkala ia menjawab pertanyaan Velly yang satu itu.
"Kayaknya aku juga nginterogasi kamu karena kamu keliatan agak aneh gitu."
Mata Velly melotot. Berpikir dengan cepat dan berusaha untuk mencegah, tapi Eshika keburu berkata.
"Mana mendadak jadi yang rame gitu auranya sama Si Onoh."
Dan tak puas membuat Velly memelototkan mata dengan perkataannya, Eshika justru memutar tubuhnya. Melihat pada seorang cowok yang duduk di dekat Tama. Cowok itu terlihat mengibas-ngibasi seragam yang ia kenakan. Tampak sedikit risi dengan keringat yang timbul lantaran dirinya yang menjadi tameng sinar matahari selama empat puluh menit lamanya.
Ketika Eshika kembali pada posisi semula, ia semakin membuat Velly syok. Itu adalah di saat ia memutuskan untuk bertanya seperti ini.
"Kalian berdua lagi pedekate ya?"
Bahkan saking syoknya dengan pertanyaan itu, Velly tanpa sadar terlonjak dari duduknya. Bangkit. Wajahnya horor ketika terkesiap tak percaya.
"Nggak ada vonis lain yang lebih mengerikan gitu?"
Sementara Eshika tertawa melihat respon alamiah Velly, ada beberapa teman sekelasnya yang tampak penasaran dengan apa yang jadi bahan perbincangan dua orang gadis itu. Terutama Reki.
Vonis apaan?
Ehm ....
Reki mengusap ujung dagunya.
Berkaitan dengan Kak Putra heh?
*
Beda sekali dengan kebiasaan Reki seperti biasanya yang mana ia cenderung keluar dari kelas saat sudah sepi. Siang itu, setelah bunyi bel terdengar dan guru pelajaran terakhir keluar dari kelas, Reki dengan segera bangkit. Menepuk pundak Tama sekilas dan langsung berlari keluar. Membuat Tama geleng-geleng kepala dengan dugaan di benaknya.
"Kebelet pup mah itu anak. Ckckckck. Makan sih nggak pernah nggak khilaf."
Yang mana sebenarnya terjadi adalah tidak seperti dugaan Tama. Karena pada kenyataannya, Reki terburu-buru adalah demi bisa ke parkiran motor secepatnya.
Mengenakan helm dan langsung mengeluarkan kunci motornya, tak butuh waktu lama untuk kemudian Reki beranjak dari parkiran itu. Dan yah ... tidak perlu acara tebak-tebakan, karena memang. Reki buru-buru hanya demi bisa kembali berdiam diri di depan gerbang.
Ya Tuhan!
Mulyo menepuk dahinya dengan mata yang memejam.
Belum selesai juga masalah mereka berdua?
Aku pikir yang pagi tadi itu udah baikan mereka.
Ternyata?
Ckckckck.
Mulyo lantas geleng-geleng kepala.
Ini ceritanya bakal ngalahin sinetron Tersanjung ini mah.
Pasti ini.
Dan tepat seperti dugaan Mulyo, pada beberapa menit kemudian, ia dapat melihat bagaimana Reki yang turun dari motornya seraya meraih helm cadangannya. Mengulurkannya dalam tujuan mengadang perjalanan Velly dan juga isyarat untuk pulang bersama dirinya.
Aku yakin seratus persen ini mah.
Pasti ditolak.
Pasti ceweknya nggak mau balik bareng.
Tak butuh waktu lama, karena kemudian Mulyo melihat bagaimana Velly mencibirkan bibir bawahnya. Lalu kembali berjalan. Tepat ketika satu ojek online tiba di gerbang.
Di saat itu, Mulyo tergelak.
"Hahahahaha. Baru kali ini aku ngeliat cewek zaman sekarang milih naik Supra ketimbang Ninja."
Sementara itu, di tempatnya berdiri, Reki lagi-lagi melongo.
"Sumpah deh ya itu cewek," katanya tak percaya. "Badan boleh kecil, tapi sifatnya keras banget."
Reki mendengkus. Dan lalu naik kembali ke atas motornya. Bersiap untuk melajukan kembali motornya dengan wajah yang mengeras.
"Aku doain itu Supra mogok di tengah jalan!"
Lalu ....
Deggeeerrr!
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top