28. Sumber Masalah

Forget about your friends they don't care where we go ....

If they do, we'll get lost in a crowd of people ....

I've been looking for you forever baby we go ....

Together baby we go, we go ....

In this crazy world of choices I've only got a few ....

Either you're coming with me, or I'm coming with you ....

Cause I finally found, I finally found you ....

You never have to worry if what I say is true ....

Girl, I've been looking for you ....

And when I saw you I knew, that I finally found ....

I finally found you ....

Sedikit aneh rasanya, tapi itulah yang terjadi pagi itu.

Kalau tempo hari Reki pernah mengulur-ulur waktu untuk datang ke sekolah, kali ini sebaliknya. Ia nyaris datang ke sekolah ketika ayam jantan baru melantunkan kokokan pertamanya!

Dan sekarang, seolah tidak memedulikan bagaimana banyak siswa yang melihat padanya dengan sorot aneh, Reki cuek saja. Dengan duduk di atas motornya, Reki layaknya satu satu seksi penyambut tamu di pesta pernikahan. Bagaimana tidak? Lah posisi Reki dan motornya tepat di sisi gerbang. Terang saja, setiap siswa yang masuk akan melewati dirinya. Bahkan tadi, sengaja mengolok-olok, Bima dan teman-temannya yang lain benar-benar meraih tangan Reki.

"Misi, Mas."

"Kotak amplopnya di mana ya?"

Reki sontak terkekeh. Menarik tangannya dan justru melayangkan satu pukulan ringan pada mereka.

"Asem!"

Bima, sang ketua kelas geleng-geleng kepala. "Kamu ngapain? Bentar lagi upacara. Kamu mau nunggu ditarik guru BK dulu?"

"Nggak," kata Reki. Dalam hati ia berdoa agar teman-temannya itu cepat berlalu. "Kalian duluan aja. Ntar aku nyusul."

Saling lirik satu sama lain, pada akhirnya mereka pun berlalu. Meninggalkan Reki yang tetap betah di posenya dari tadi.

Cowok itu tampak menebalkan muka. Tangan bersedekap di depan dada seraya terus mendengarkan suara seksi Enrique Iglesias yang berkolaborasi dengan Sammy Adams. Yah ... itu lagu lama yang berjudul Finally Found You. Entah bagaimana bisa Reki yang masih muda mengenal lagu itu. Walau jelas, lagu itu memang bagus sih.

I finally found, I finally found you ....

Okay, so can I get love? ....

Too much to ask for, really so tough ....

Find yourself moving with sex of the drums ....

Got my hands full, grabbin' all these girls, girls ....

Hands up, hands up, dance floor chillin' while I hold two cups ....

Can't stop spilling, 'cause I'm drunk as fuck ....

And my song comes on, and the club goes nuts ....

Every time the side goes, seems to ya sleep, best that to ya know ....

Running around, and doing all these shows ....

Round the whole globe, I come, and you go girl ....

And you need to think of it ....

Just wrap for the night, baby live a bit ....

With a place to hit, and your pants to zip ....

You can make a scene and party, are you into it ....

Lirik demi lirik tanpa sadar Reki turut ucapkan saat musik itu melantun. Tanpa menyadari bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang melihat pada cowok itu dengan geleng-geleng kepala.

Mulyo menarik napas dalam-dalam.

Ampun dah.

Ini pasti mereka belum baikan.

Ckckckck.

Anak muda anak muda.

Masih pacaran aja ributnya sampe kayak gini.

Gimana ntar kalau udah nikah?

Kali bisa ribut tiap hari.

Sementara itu, tepat ketika lagu itu selesai, Reki melihat satu sosok yang ia tunggu.

"Finally find you ...."

Reki menyanyikan lirik itu untuk terakhir kalinya ketika melihat Velly tampak keluar dari satu mobil. Maka buru-buru Reki memadamkan lagunya. Memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana abu-abu yang ia kenakan.

Ah, pagi ini dia diantar sama Om ya?

Mempertimbangkan beberapa pilihan, Reki memutuskan untuk tidak menghampiri Bandi di mobilnya itu. Memangnya untuk apa? Salaman dan beramah tamah? Yang benar saja.

"Pagi, Om. Ngantar Velly ya?"

Salah-salah, karena aura Velly sedang tidak bagus, bisa saja ia ditukas seperti ini.

"Nggak. Papa nganter Mama."

Terus mata Velly pasti melotot.

"Tau aku yang turun dari mobil, masih juga nanya!"

Iiih!

Reki bergidik.

Iya kalau cuma Velly yang memiting lehernya, lah kalau Bandi juga turun tangan?

Glek!

Bisa mampus dong Reki.

Turun dari mobil, Velly tampak langsung menutup pintunya. Menunggu sejenak hingga mobil itu kembali melaju, Velly terlihat bersiap akan menyeberang. Tapi, baru satu langkah yang kakinya buat, ia langsung membeku. Tepat ketika matanya beradu pada Reki di depan gerbang. Hal yang lantas membuat ia sama sekali tidak bergerak. Alih-alih langsung menyeberang seperti niatannya semula.

Di gerbang, Reki pun tampak membeku juga. Mungkin sedang menunggu Velly atau justru hanya sedang menilai situasi.

Sementara itu, di posnya, Mulyo geleng-geleng kepala.

Nah kan!

Ckckckck.

Emang bener-bener deh ini anak berdua.

Lagi mau upacara bendera juga masih sibuk ribut.

Beberapa saat kemudian, Velly menarik napas dalam-dalam. Memegang tali tas ransel di kedua sisi dadanya, lantas mulai melangkah lagi.

Dengan begitu sengaja, Velly berusaha untuk tidak melihat Reki. Jalan lurus saja ke depan layaknya kuda delman yang diberi kacamata.

Reki menganga. Benar-benar tak percaya bahwa Velly sungguh mengabaikan dirinya. Dan di pos, Mulyo menahan tawanya untuk tidak menyembur.

Hayo loh.

Kira-kira ini anak berdua bakal baikan atau justru putus ya?

Reki mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Selangkah sebelum Velly melewati dirinya, tangannya pun bergerak. Mengulur demi meraih siku cewek itu.

"Eh eh eh?"

Sontak saja hal tersebut membuat langkah kaki Velly berhenti. Melihat ke sebelah, gadis itu tampak melotot.

"Kamu ngapain sih, Ki?!" tukas Velly. "Masih pagi aja udah nyari masalah aja."

Mulyo melihat pada jam tangannya. Sudah menunjukkan jam tujuh pagi.

Ayo, Nak.

Kamu punya waktu lima belas menit lagi sebelum upacara bendera dimulai.

Lima belas menit yang akan menentukan masa depan kamu selanjutnya.

Putus dan nyari yang baru ....

Atau bertahan dan ribut lagi besoknya ....

Hahahahaha.

Di sana, berusaha agar Velly tidak bisa melepaskan sikunya, Reki justru menguatkan pegangannya. Melihat pada Velly.

"Ih, aku bukannya mau nyari masalah," kata Reki tak peduli bagaimana semakin banyak siswa yang melewati mereka. "Tapi, aku justru mau menyelesaikan masalah."

Tak lagi meronta, Velly memilih untuk menatap lurus pada mata Reki. Bukan menatap biasa sih sebenarnya. Tapi, ini adalah jenis tatapan penuh penekanan.

"Kamu tau nggak sih? Dengan kamu, semuanya mungkin bisa jadi masalah."

Eh?

Reki terlonjak di atas motornya. Di pos, Mulyo kembali geleng-geleng kepala. Bahkan kali ini, satpam paruh baya itu tampak duduk di kursi. Dirinya masih memiliki waktu beberapa menit sebelum siap-siap menutup pintu gerbang. Di benaknya, Mulyo berpikir.

Ini nggak bakal mudah kayaknya.

Lagian itu cowok sampe buat masalah apa coba?

Kedip-kedip mata ke cewek lain atau apa?

"Astaga, Vel," desah Reki dengan ekspresi polosnya. "Beneran kamu marah sama aku?"

Dada Velly tampak mengempis saat menarik napas dalam-dalam, menahannya sejenak dan barulah ia mengembuskannya dengan perlahan.

"Ya kali aku nggak marah setelah kamu gituin aku, Panjul!"

Syok?

Jelas sekali.

Mendadak saja kali ini Reki menyadari bahwa dirinya yang tampan dan baik hati bisa dipanggil Panjul oleh seorang gadis. Mana Velly lagi yang menyebutnya seperti itu.

Bahkan saking syoknya, untuk menelan ludahnya saja Reki seperti tak mampu. Hingga tanpa sadar, genggamannya pada siku Velly terasa mengendur. Tapi, kali itu, Velly yang mendapati sikunya terbebas tidak lantas langsung pergi –seperti keinginannya semula. Alih-alih, ia justru mendekati Reki.

Tak peduli orang-orang yang lalu lalang di gerbang, Velly berkacak pinggang. Mengangkat wajahnya dan menatap tajam pada Reki.

Aaah ....

Reki ingat betul. Dan ia tidak akan salah memproklamirkan bahwa itu adalah salah satu kebiasaan Velly.

Benar sekali. Itu adalah Velly dalam pose menantang.

Glek.

Dan artinya, saat ini Velly tengah mengincar dirinya.

Gawat!

Sekarang, melihat pada beberapa pasang mata yang melihat pada mereka berdua, mau tak mau membuat Reki merutuki ketololannya sendiri.

Kok aku nggak nunggu di kelas aja ya?

Aduh ....

Nasib nasib.

Tumben-tumbenan aku begok sih!

Tapi, mencoba peruntungannya, Reki berusaha untuk bicara.

"V-V-Vel ...."

Hanya saja, pelototan mata Velly membuat Reki menelan kembali kata-kata yang siap diucapkan oleh lidahnya. Dan hal itu membuat Mulyo tersenyum geli.

Ampun dah ini anak berdua.

Ributnya melebihi pengantin baru coba.

Velly mendengus kasar. Tanpa kedip ia melihat Reki.

"Menurut kamu aja, Ki," katanya kemudian dengan wajah yang mengeras. "Aku udah percaya sama kamu. Dari sekian banyak cowok, aku milih kamu. Tapi, kamu malah gituin aku!"

"Wah! Wah! Wah!"

"Reki dan Velly ada something gitu?"

"Ckckckck."

"Pantas Jessi keliatan uring-uringan sampe sekarang."

"Ternyata Reki nolak Jessi buat CLBK gara-gara Velly?"

"Eh? Kok bisa sih?"

Tak menghiraukan bisik-bisik tetangga--- eh! Bisik-bisik siswa, Reki justru fokus pada Velly. Tanpa sadar membuat ia turun dari motor.

Wajah Reki tampak menunduk sementara wajah Velly mendongak. Menyedihkan untuk Velly. Tapi, perbedaan tinggi badan mereka benar-benar tidak tertolong. Bahkan sekalipun Velly menggunakan sepatu berhak lima belas sentimeter.

Reki meneguk ludahnya.

Entah mengapa, perkataan Velly tidak terasa layaknya sebuah kemarahan. Melainkan seperti bentuk ... kekecewaan.

"Vel ...."

Reki mengulurkan tangannya. Berusaha meraih satu tangan Velly. Tapi, cewek itu justru menepis tangan Reki.

"Aku ini bukan turunan Mahatma Gandhi atau Bunda Teresa yang kalau digituin bakal berdoa untuk kebaikan kamu," geram Velly.

Glek.

Bahkan sekarang, bernapas pun rasanya Reki tidak berani. Terutama ketika didengarnya Velly kembali terdengar bersuara.

"Aku itu cuma manusia biasa yang kalau kamu gituin bakal aku sumpahin!" Velly menggeram. "Semoga kamu bakal susah jodoh!"

Deggeeerrr!

Mendadak saja ada kilat yang menyambar di langit sana. Sejenak membuat Reki terpaku ke atas, lalu menyadari sesuatu yang membuat ia ngeri.

"Vel, yang benar-benar aja. Masa nyumpahinnya gitu amat sih?"

Velly menepis tangan Reki. Berniat untuk beranjak. "Masa bodoh deh!"

"Vel ...."

Reki kembali berusaha meraih tangan Velly. Tapi, Velly benar-benar memilih untuk beranjak meninggalkan tempat itu.

Ya kali kan lama amat jadi tontonan orang-orang.

Tapi, Reki tidak berniat untuk melepaskan Velly. Jujur saja, petir tadi itu membuat ia takut. Kalau sumpah Velly benar-benar dikabulkan gimana? Kan gawat. Toh, Reki sudah bertekad untuk melaksanakan tugas mulia melestarikan spesies Homo sapiens loh.

"Vel ...."

Velly mempercepat langkah kakinya. Tapi, bayangkan saja. Satu langkah kaki Reki itu senilai dua langkah kaki Velly. Alhasil, mudah saja bagi Reki untuk mengejar Velly.

"Vel ...."

"Udah ah," tepis Velly. "Ini mau upacara."

Reki tetap bersikeras. "Ya, tapi kan nggak perlu samp---"

"Oi! Bocah semak-semak!"

Sreeet!

Entah mengapa, tapi seruan itu membuat Reki dan Velly sama-sama membeku. Hingga refleks membuat langkah kaki keduanya berhenti dengan kompak.

Dengan tegang, Reki dan Velly sama-sama menoleh ke sumber suara. Yaitu pada Mulyo yang tampak mengacungkan pentungan satpamnya.

Meneguk ludah dengan khawatir, Velly melirik pada Reki di sebelah. Kebetulan –layaknya mereka yang saling bertelepati begitu-, Reki juga melirik padanya. Seperti mereka yang sedang berbicara melalui tatapan mata.

Kenapa Pak Mulyo manggil kita?

Kagak tau ane, Mpok.

Lalu, ketika rasa penasaran pelan-pelan berubah menjadi rasa takut, dilihatnya lagi Mulyo berkata seraya mendelik.

"Kalian itu kalau mau ribut mbok ya lihat dulu situasi dan keadaan. Itu ..."

Tangan Mulyo terangkat. Menunjuk pada satu titik.

"... motor mau saya kiloin aja hah?"

Reki seketika nyengir dan menggaruk kepalanya.

"Ups!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top