26. Tawanya Derita

[ P. Reki F. ]

[ Kamu nggak jadi mau tidur? ]

[ Atau kamu udah tidur lagi sekarang? ]

[ Bobok yang nyenyak, Vel. ]

Tak mengherankan untuk Velly sama sekali ketika ia mendapati ada beberapa pesan dari Reki saat ia membuka mata di pagi hari itu. Tentu .... Tentu saja Reki mengiriminya pesan lebih dari satu, mengingat betapa cerewetnya cowok itu.

Semula, setelah membaca pesan itu, Velly sama sekali tidak berniat untuk membalasnya. Alih-alih, gadis itu justru cenderung melupakannya. Tak ambil pusing sama sekali. Walau jujur saja, satu dorongan pada akhirnya berhasil membuat ia lantas menggerakan dua ibu jarinya demi mengetik pesan untuk Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Bener deh. ]

[ Tanpa telepon dari kamu, aku tidur dengan amat sangat nyenyak sekali. ]

Setelah mengirimkan pesan itu, eh ... Velly lantas menyadari sesuatu. Ternyata malah Reki yang tidak membalas lagi pesannya.

Asem deh ya!

Meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, Velly pun lantas beranjak untuk memulai aktivitas pagi. Yaitu dimulai dari merapikan tempat tidur yang diikuti kegiatan mencuci muka sebelum pada akhirnya ia keluar dari kamarnya.

Velly menuju ke dapur, tempat di mana Rahayu telah berkecimpung dengan kegiatan masak memasak.

"Pagi, Ma."

Velly memberikan sapaan beserta satu ciuman di pipi Rahayu yang tengah mengiris daun bawang di atas talenan. Seorang asisten rumah tangga tak jauh dari mereka, tepatnya di wastafel tengah mencuci piring.

"Pagi juga, Sayang."

Rahayu membalas sapaan Velly. Tersenyum pada putri sulungnya ketika sebelum sang gadis beranjak. Menuju ke kamar mandi untuk mengambil satu ember yang berisi air dan pembersih lain beserta stik pel. Sementara ibunya memasak dengan dibantu oleh asisten rumah tangga yang bernama Inah, Velly melakukan pekerjaan lainnya. Yaitu menyapu dan lantas mengepel lantai di rumah itu.

Nyaris empat puluh menit waktu yang dibutuhkan oleh Velly untuk menyelesaikan tugas Minggu paginya itu. Sementara di tempat lain, tampak Ria dan Della yang sedang berceloteh seraya mengelap kaca dan perabotan lainnya.

Setelah kegiataan rutin untuk beres-beres rumah selesai, mereka sekeluarga menikmati sarapan yang nyaman. Seraya berbincang ringan, walau pada dasarnya ketika Ria menyinggung soal kue lapis legit, sontak saya itu tidak menjadi perbincangan ringan sama sekali.

"Ckckckck. Kayak Kakak yang nggak ada dosa aja. Asal ngambil kue pesanan orang."

Velly mencibir. "Lagian Mama nggak ngomong sih kalau itu kue pesanan orang," katanya membela diri sendiri.

"Gimana mau ngomong?" tanya Rahayu geleng-geleng kepala. "Lah kamu aja asal nyelonong. Nggak ada nanya-nanya langsung bilang makasih ke Mama."

Lalu tawa meledak.

Della mengangkat sendoknya. "Namanya aja cewek yang lagi mau nyari simpatik gebetan, Ma. Mana sempat nanya-nanya."

"Hahahahaha. Langsung serobot aja dong," timpal Ria lagi.

Percakapan itu membuat Velly geleng-geleng kepala. Beruntung sekali Mesya yang sibuk dengan segelas susu putihnya tidak ikut campur memeriahkan suasana itu.

"Papa pikir kemaren kamu ada ngomong kalau kamu dan Reki nggak pacaran. Ternyata kalian pacaran ya?"

Mata Velly seketika mendelik.

Ya kali pagi-pagi udah kena sidang di meja makan.

Benar-benar aja deh.

Velly buru-buru menggelengkan kepalanya. "Nggak, Pa. Aku beneran nggak ada pacaran sama Reki. Sumpah!"

Bahkan demi meyakinkan Bandi dan juga anggota keluarganya yang lain, Velly mengangkat tangannya. Menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya dalam posisi V. Tapi, jangankan percaya, yang ada malah mereka tertawa geli.

"Tapi, yang dibilangin Kak Velly bener loh," kata Della kemudian. "Mungkin emang belum pacaran."

Ria melirik dalam sorot geli. "Baru pedekate. Hahahahaha."

Ah sudahlah!

Velly memutuskan untuk tidak menghiraukan lagi godaan-godaan yang ia dapatkan kala itu. Alih-alih meneruskan saja sarapannya agar cepat selesai. Kalau sudah selesai kan itu artinya ia bisa melarikan diri. Hihihihi.

Tapi, sejurus kemudian, Bandi seraya mengelap mulutnya dengan sehelai serbet tampak mengerutkan dahinya.

"Cuma Papa kok ngeliat Reki seperti yang nggak asing ya?"

Dari niatan ingin menyelesaikan makannya dengan cepat, Velly justru menghentikan sejenak makannya. Sekarang matanya teralihkan pada sang ayah.

"Papa pernah ketemu Reki?" tanya Velly antara minat dan tidak. "Di mana?"

"Nggak sih. Cuma wajahnya itu keliatan agak familiar di mata Papa."

Rahayu melirik suaminya. "Mungkin pernah papasan di jalan gitu, Pa."

"Ah, bener. Bisa aja nggak sengaja ketemu di luar." Bandi angguk-angguk kepala. "Tapi, Vel. Kalau kamu pacaran sama Reki juga Papa nggak jadi masalah. Kayaknya dia cowok baik-baik."

"Cie .... Cie .... Cie ...."

"Udah dapat restu dong."

"Fix deh. Tamat sekolah langsung nikah."

"Hahahahaha."

Bandi melihat pada Ria dan Della. "Tapi, bukan berarti Papa suruh nikah cepet-cepet loh."

"Ya Tuhan," desis Velly seraya memutar bola matanya dengan malas. "Yang mau pacaran dengan Reki juga siapa coba?"

"Ada yang malu ...."

"Ada yang malu ...."

Kedua tangan Velly terhempas ke atas dengan ekspresi yang benar-benar tak habis pikir bahwa sepagi itu ia justru dijadikan bahan perbincangan. Hingga melihat itu, Rahayu pun berusaha menenangkan tawa yang masih berderai.

"Udah udah ...," katanya. "Makan kok heboh gini? Nggak malu sama Mesya? Coba liat. Dari tadi dia anteng banget sama susunya."

Semua mata lantas beralih pada Mesya. Gadis cilik itu tampak menikmati susunya dengan bantuan sebuah sedotan. Lalu merasa dirinya sedang diperhatikan, mau tak mau membuat Mesya melepaskan sedotan itu dari bibirnya. Matanya yang bulat bening tampak memandangi anggota keluarnya. Bertanya dengan suara cadelnya.

"Apa, Ma? Cucunya enak kok."

Lantas, tawanya pun kembali berderai. Dan yah ... kali ini bukan jenis tawa yang ditujukan untuk Velly.

Akhirnya berenti juga.

Diam-diam, Velly mengucapkan syukur dalam hatinya.

Selepas sarapan yang rasanya lebih lama dari seabad di Bulan, Velly lantas naik. Menuju ke kamarnya kembali. Lagipula, di Minggu pagi itu Velly memang lebih suka menghabiskan waktu untuk rebahan saja. Ingin hang out sih, tapi Velly tidak suka hang out di hari libur. Ramainya itu loh.

Kembali ke kamar, otomatis membuat Velly kembali meraih ponselnya. Iseng sih, tapi Velly berharap bahwa panggilannya kala itu akan diangkat oleh Putra. Nyatanya ... tetap tidak diangkat.

Mengembuskan napas panjang, Velly lantas merebahkan tubuhnya pelan-pelan. Iseng saja ibu jarinya bergulir di layar sentuh itu. Sekadar untuk melihat riwayat percakapan mereka dan ---

Velly langsung berhenti melakukan itu. Ternyata faktanya mengerikan sekali.

Udah berapa lama sih dia nggak ngubungi aku?

Ini sebenarnya kami beneran pacaran atau nggak coba?

Kalau udah nggak, ya bilang aja kali.

Kan aku bisa nyari yang lain.

Velly lalu bangkit kembali. Mengerutkan dahi, ia mendadak berpikir sesuatu.

Ehm ....

Kayaknya bukan cewek aja yang sulit dimengerti.

Cowok juga gitu kan?

Mata Velly mengerjap-ngerjap.

Apa aku nanya ke cowok juga gitu?

Tapi ..., siapa?

Sialnya, ketika ia memikirkan ide itu, hanya satu wajah yang muncul di benaknya. Ironis, tapi wajah itu memang sepertinya selalu muncul di mana dirinya berada akhir-akhir ini.

"Apa nggak apa-apa aku nanya ke Reki?" tanya Velly bergumam. "Ntar kalau dia ngira aku lagi cari perhatian dia gimana coba?"

Ehm ....

Pilihan yang cukup membuat Velly menjadi dilema. Dan gadis itu pun berpikir.

Nyari perhatian dia?

Nggak lebih parah dari nyeret dia ke semak-semak kan ya?

Sebenarnya entah di mana hubungan antara dua hal itu –malu karena dianggap cari perhatian dan malu menyeret cowok ke semak-semak-, yang pasti sedetik kemudian Velly pun mengetik pesan untuk Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Ki, aku mau nanya. ]

[ Kamu cowok kan ya? ]

Meletakkan ponselnya di atas kasur, Velly lantas bersidekap. Menatap lurus dan menunggu pesannya dibalas. Tapi, nyaris sepuluh menit berlalu belum ada satu pun pesan balasan Reki ia terima. Lebih dari itu, dibaca juga belum!

"Ih, Reki ke mana sih?" gerutu Velly. "Giliran aku butuhin juga munculnya lama. Kalau lagi mau ngusilin aku juga cepet responnya."

Nyaris kehilangan kesabaran menunggu balasan pesan yang tak kunjung datang, membuat Velly beranjak. Berencana akan keluar dari kamarnya, eh telinganya malah mendengar denting halus dari ponselnya. Pertanda bahwa ada pesan yang masuk.

"Ah!" seru Velly senang. "Itu pasti Reki."

Velly langsung menyambar ponselnya. Dan benar saja. Balasan pesan Reki masuk. Tapi, isi pesan itu tidak seperti yang ia harapkan.

[ P. Reki F. ]

[ Tidur kelamaan buat otak kamu eror ya? ]

Ah, sepertinya tidak hanya Velly yang pagi itu menghubungkan dua hal yang tidak berhubungan sama sekali. Terbukti bahwa Reki pun melakukan hal yang sama.

Apa hubungan antara dia yang cowok atau nggak dengan aku yang kelamaan tidur?

Tapi, belum lagi Velly sempat mengetik balasan, ternyata pesan dari Reki masuk lagi ke ponselnya.

[ P. Reki F. ]

[ Kamu benar-benar aja deh, Vel. ]

[ Secakep ini masih kamu pertanyakan jenis kelamin aku?]

[ Kali ini kamu beneran keterlaluan, Vel. ]

[ Kalau tau tidur lama buat otak kamu bermasalah, mending tiap malam aku gangguin aja kamu. ]

[ Biar kamu nggak bisa tidur lagi. ]

[ Aku ini C O W O K T U L E N! ]

Kali ini, Velly mau tak mau spontan tertawa saat membaca tiap kata yang Reki kirimkan padanya. Terpingkal-pingkal hingga ia bergelung di atas kasur karenanya.

"Hahahahaaha. Astaga. Hahahahaha. Ya nggak gitu juga sih maksud aku."

Air mata terbit di sudut mata Velly. Lalu ia pun membalas.

[ P. Reki F. ]

[ Bukan gitu maksud aku, Ki. ]

[ Tapi, ya ... aku punya sesuatu gitu yang mau aku tanyain ke kamu. ]

[ Ya mengingat ini tentang cowok. ]

Kali ini, tak butuh waktu lama bagi Velly untuk mendapatkan balasan Reki. Tak lama yang terkesan gesit malah.

[ P. Reki F. ]

[ Ehm ... mau curhat perasaan ke aku heh? ]

[ Ckckckck. Ternyata ini maksud lapis legit kemaren. ]

[ Jadi, apa? ]

[ Kamu mau nanya apa? ]

[ Cara nolak cowok tanpa mengakibatkan rasa nggak enak? ]

[ Atau apa? ]

Jelas Reki masih menanggapi Velly dengan santai seperti biasanya. Terkesan bercanda, tapi sayangnya kali ini Velly tidak tertawa. Alih-alih justru menahan napas seraya mengetik pesan.

[ P. Reki F. ]

[ Btw. Kamu tau nggak kalau aku pacaran sama Kak Putra? ]

Dua centang abu-abu dengan cepat berubah menjadi biru. Dan Velly yakin kalau Reki telah membaca pesannya. Lebih dari itu, terlihat pemberitahuan bahwa cowok itu sedang mengetik balasannya.

[ P. Reki F. ]

[ Ehm .... ]

[ Nggak tau sih. ]

[ Aku pikir kalian cuma deket aja. ]

[ Kenapa? ]

[ Oh, sial! ]

[ Jangan bilang dia cemburu gara-gara aku sering ngantar kamu pulang? ]

[ Atau cemburu gara-gara kamu ngasih aku lapis legit seloyang? ]

Velly memejamkan matanya.

Lain kali aku kasih kamu loyangnya aja deh, Ki.

Nggak pake kuenya!

[ P. Reki F. ]

[ Ih, jangan ngeselin dulu dong, Ki. ]

Mendengus, Velly mengirimkan pesan itu. Dan lalu Reki pun kembali membalas.

[ P. Reki F. ]

[ Sorry sorry. ]

[ Jadi, gimana? ]

Menguatkan dirinya, Velly merasa dirinya sudah kepalang tanggung. Akhirnya ia pun benar-benar menceritakan hal yang saat ini sedang dialami olehnya.

[ P. Reki F. ]

[ Entah udah berapa lama kami nggak ketemu. ]

[ Bahkan, chat aku pun nggak dibalas. ]

[ Apalagi telepon aku, nggak pernah diangkat. ]

[ Dari sudut pandang cowok, aku harus ngapain coba? ]

Velly menunggu balasan Reki. Diam untuk beberapa saat saat melihat kolom percakapan mereka. Tapi, seperti tak ada tanda-tanda bahwa Reki tengah mengetik pesannya.

Hingga kemungkinan buruk itu muncul. Mengira bahwa Reki meninggalkan dirinya di saat ia sudah mengatakan apa yang tengah terjadi padanya.

Merasa malu, tapi Velly justru tak menyangka ketika mendadak saja ada panggilan video dari cowok itu.

Velly jelas bingung. Tapi, dengan dahi mengerut Velly pun mengangkat panggilan video itu. Hanya untuk mendapati wajah Reki yang memenuhi layar ponselnya. Lalu, cowok itu berseru.

"Cie!!! Turunan mantan jawara kampung kena ghosting dong!"

Velly melongo.

Lalu, Reki tertawa terbahak-bahak. Persis sebelum panggilan video itu ia akhiri sepihak.

"Hahahahahaha!"

Menggeram, Velly mengepalkan kedua tangannya.

"REKIII!!!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top