22. Siapa Balas Siapa
"Aku mimpi Dora loh. Buat nyari jalan tercepat ke rumah kamu."
Rasa-rasanya, ada semilir angin yang bergerak membelai wajah Velly kala itu. Sedikit nakal sih. Makanya rambut seleher milik gadis itu beterbangan. Helai-helaiannya yang halus dan ringan tampak bergerak-gerak tak tentu arah. Bahkan sampai bermain-main di depan wajahnya. Kala itu, dengan berdiri berhadapan, Velly bisa melihat bagaimana terlihat polosnya ekspresi wajah Reki ketika mengatakan itu. Membuat gadis itu menghirup napas dalam-dalam. Lalu ....
"Ya ampun ini anak berdua! Udah disuruh masuk bukannya buru-buru ke kelas malah main pandang-pandangan di sini! Dikira lagi syuting film Kuch Kuch Hota Hai apa?!"
Velly dan Reki sama-sama terlonjak dari tempatnya berdiri. Kompak melihat pada satpam sekolah yang mengacung-acungkan sapu lidi pada mereka.
"Mau masuk ke kelas nggak?"
Mata kedua remaja itu sama-sama melotot ke arah satpam. Lalu Reki menjawab.
"Ya maulah, Pak. Ini kami juga mau ke kelas kok." Reki berpaling pada Velly, lantas tanpa kata-kata meraih tangan gadis itu. "Kami misi, Pak."
Tak menunggu balasan satpam, Reki langsung menarik tangan Velly. Mengajaknya menuju ke kelas. Sementara itu, satpam yang bernama Mulyo itu geleng-geleng kepala. Bergumam pada dirinya sendiri.
"Kapan hari ribut di parkiran. Terus kompakan telatnya. Eh, sekarang pandang-pandangan. Ckckckck." Mulyo geleng-geleng kepala. "Itu tuh kalau sudah kelas tiga. Baru nyadar kan bentar lagi mau pisah? Dasar. Anak muda anak muda."
Sama dengan Mulyo yang tak habis pikir pagi itu, sebenarnya Velly juga merasakan hal yang sama. Itu adalah ketika ia menyadari bahwa selepas dari parkiran, Reki ternyata tetap memegang tangannya. Padahal sempat gadis itu berpikir bahwa Reki meraih tangannya hanya untuk mengajaknya pergi dari parkiran saja. Nyatanya ....
Reki justru terkesan tidak akan melepaskan tangannya dalam waktu dekat. Lebih dari itu, ia bahkan tampak santai saja ketika Velly justru mengerutkan dahi. Menebak-nebak di dalam hati. Kira-kira mau sampai kapan Reki memegang tangannya seperti itu.
Melewati kelas demi kelas, ketika mereka akan masuk ke kelas, Velly pada akhirnya mengambil keputusannya.
Ya kali.
Dibiarin kesenangan juga ini cowok megang tangan aku.
Velly langsung menarik tangannya. Membuat langkah kaki Reki terhenti seketika. Melihat ke belakang hanya untuk mendapati tukasan cewek itu.
"Sembarangan megang-megang. Ntar kalau ketagihan sampe ngebuat kamu mau megang tangan Papa aku gimana?"
Reki melongo.
Sementara Velly yang lantas melangkah, berlalu melewati dirinya dan masuk ke dalam kelas, Reki hanya garuk-garuk kepala. Seolah sedang merenungkan perkataan Velly.
"Ketagihan sampe ngebuat aku mau megang tangan Papa dia?"
Mata Reki berkedip-kedip.
"Maksudnya?"
*
Tak bisa dipungkiri, siswa waras tentu saja mendeklarasikan pelajaran kosong sebagai pelajaran kesukaan mereka. Ckckckck. Kalau ada siswa yang tidak suka dengan pelajaran kosong, sebenarnya itu patut dipertanyakan. Jangan-jangan keseringan belajar membuat kewarasan mereka sedikit terganggu.
Hihihihi.
Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Velly.
Ketika rasa kantuk sudah benar-benar menjajah dirinya lantaran kurangnya jam tidur yang ia dapatkan semalam, Dewi Fortuna pun berbaik hati. Mengosongkan jam terakhir di hari ini.
Memang sih, peraturan tak tertulis telah mereka ketahui bersama. Yaitu tidak diperkenankan pulang –walau itu pelajaran kosong- sebelum bel pulang berbunyi.
Maka ketimbang menunggu waktu pulang tiba dengan bergosip ria, Velly memilih untuk merebahkan saja kepalanya di atas meja. Beralaskan tangannya sendiri, Velly lantas memilih untuk menutup mata. Membiarkan kesadarannya berlalu sementara telinganya dibuai oleh musik yang mengalun melalui earphone yang bertengger di sana.
We had a beautiful magic love there ....
What a sad beautiful tragic love affair ....
In dreams ....
I meet you in warm conversation ....
We both wake ....
In lonely beds ....
In different cities ....
And time ....
Is taking its sweet time erasing you ....
And you've got your demons ....
And darlin' they all look like me ....
'Cause we had a beautiful magic love there ....
What a sad beautiful tragic love affair ....
Distance, timing ....
Breakdown, fighting ....
Silence, the train runs off its tracks ....
Kiss me, try to fix it ....
Could you just try to listen?
Hang up, give up ....
For the life of us we can't get back ....
A beautiful magic love there ....
What a sad ....
Beautiful tragic ....
Beautiful tragic ....
Beautiful ....
Tak butuh waktu lama, suara Taylor Swift yang melantunkan salah satu lagu di album Red, Sad Beautiful Tragic, berhasil mengenyahkan kesadaran Velly. Mau tak mau membuat Eshika yang duduk di sebelahnya menjadi tersenyum. Temannya itu sadar dengan pasti, Velly seharian ini terlihat tidak bersemangat seperti biasanya. Bukan karena sakit atau tidak makan seharian, melainkan karena tidak bisa tidur semalaman.
Lihat saja kantung mata yang Velly miliki hari ini. Sukses membuat Eshika merinding sendiri. Khawatir kalau sampai pecah. Iiih!
Dan tak jauh dari meja itu, terpisah oleh barisan yang berbeda, ada Reki yang tampak bertopang dagu di atas meja. Melihat pada Velly yang tampak memejamkan matanya. Jelas sekali kalau gadis itu tengah tidur siang.
Wah!
Mata Reki membesar.
Memang beda ini cewek.
Kali tidur siang di sekolah.
Lalu, entah mengapa. Tapi, ketika lama-lama melihat Velly yang tidur dengan earphone yang melekat di lubang telinganya, membuat Reki mendadak terpikir sesuatu.
Reki mengeluarkan ponselnya. Menyeringai, tak memedulikan di sebelahnya ada Tama yang sibuk berceloteh, kedua ibu jarinya bergerak dengan lincah.
[ Velly ]
[ Dasar gila! ]
[ Di sekolah malah tidur siang? ]
Pergerakan dua ibu jari Reki berhenti sejenak. Melihat hasil perbuatannya terlebih dahulu. Memandang ke depan, pada Velly yang wajahnya masih tampak damai.
Ehm ....
Reki mengusap-usap dagunya.
Itu pengaturan ponsel dia atau emang dia lagi tidur kebo heh?
Tapi, Reki tidak akan menyerah. Kali ini kembali mengetik pesan untuk gadis itu. Bertekad untuk membalas dua puluh lima pesan yang ia terima semalam.
"Ha ha ha ha."
Tama di sebelahnya langsung memukul Reki dengan satu buku. "Mendadak ketawa sendirian," katanya. "Gila?"
Tukasan itu bukannya menyadarkan Reki, yang ada malah ia sahut dengan enteng.
"Ya pasti gila dong. Kalau aku waras, ya aku nggak mau temenan sama kamu. Ha ha ha ha ha."
Tama melongo.
[ Velly ]
[ Pasti enak banget kan? ]
[ Iya dong. ]
[ Bisa tidur siang di kelas gitu. ]
[ Ha ha ha ha ha. ]
[ Aku yakin kamu sekarang sedang mimpi indah. ]
[ Ho oh. ]
[ Mimpiin siapa, Vel? ]
[ Justin Bieber? ]
[ Robert Pattinson? ]
[ Atau Christiano Ronaldo? ]
[ Vellyyy .... ]
[ Wahai, Velly .... ]
[ Apa yang kau mimpikan siang ini? ]
[ Hi hi hi hi hi .... ]
[ Aku akan menghantuimu! ]
[ Kau tidak akan bisa kabur. ]
[ Aku akan mengejarmu hingga ke lubang semut sekali pun. ]
[ Ha ha ha ha ha .... ]
[ Ehm .... Velly .... ]
[ Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly ....]
[ Main yuk! ]
Reki menyipitkan matanya. Melihat pada pesan yang Velly kirimkan padanya.
Tidak akan berbohong, Reki mengakui bahwa pesan yang ia kirimkan pada Velly adalah modifikasi pesan yang ia terima dari gadis itu. Tapi, sepertinya ada yang janggal di sini.
Main bunuh-bunuhan?
Ehm ....
Lawan kata bunuh apa sih?
Reki mengerutkan dahi. Tak peduli ada Tama yang justru bergidik ngeri karenanya.
Ehm ....
Bunuh itu ngebuat orang mati ya?
Berarti lawannya harus yang ngebuat orang hidup dong ya?
Mata Reki membelalak.
Aku ngomong main nikah-nikahan, bisa auto mampus aku mah.
Iiih!
Kali ini Reki ikut-ikutan bergidik ngeri dengan pemikirannya sendiri.
Nggak ... nggak ....
Ya kali main nikah-nikahan.
Ganti aja sama ....
Ah!
[ Velly ]
[ Kita main rawat-rawatan. ]
[ Aku ngerawat kamu dan siapa tau gitu kan kamu bisa nambah gede. ]
"Hahahahahaha."
Reki tak mampu menahan tawanya untuk meledak. Terpingkal-pingkal hingga membuat ia memeluk perutnya sendiri.
"Astaga! Kamu ini beneran gila, Ki!"
Reki hanya melirik geli pada Tama di sebelahnya. Lalu menuntaskan mengirim pesan pada Velly.
[ Biar kamu tambah enak buat aku gangguin .... ]
[ Gimana? ]
[ Mau? ]
Sementara itu, di depan sana, Velly yang sedang menikmati tidur siang mendadak merasa tidak nyaman. Semula ia mengabaikannya, tapi lama-lama itu terasa mengganggu. Yaitu ketika lantunan musik yang membuai telinganya beberapa kali terjeda.
Mulanya Velly tidak ambil pusing. Sekilas beringsut, memperbaiki posisinya, Velly berpikir bahwa mungkin saja itu adalah pesan di grup kelas. Atau pesan adiknya. Atau apalah. Yang intinya adalah pesan tidak penting. Hingga Velly mencoba untuk tetap melanjutnya tidurnya lagi. Tapi ....
Musik yang ia putar nyaris terjeda beberapa kali. Membuat ia frustrasi dan pada akhirnya bangkit dengan tiba-tiba. Bahkan membuat Eshika kaget karenanya.
"Eh?" longo Eshika. "Kamu kenapa, Vel?"
Ekspresi wajah Velly tampak gusar. Manyun.
"Nggak tau deh. Ini siapa coba yang ngirim pesan dari tadi?" rutuknya dengan wajah tertekuk. "Kayak yang nggak ada kerjaan lain aja."
Velly lantas merogoh saku seragamnya. Mengeluarkan ponselnya dengan geram. Lantas justru membelalakkan mata ketika melihat pemberitahuan yang masuk.
"Tiga puluh pesan?"
Velly mengucek sejenak matanya. Mengira bahwa ada kotoran atau sisa kantuk yang masih menggelayuti kelopak matanya. Tapi, ketika ia melihat lagi, Velly rasa-rasanya ingin meledak.
Hanya saja, syok dengan tiga puluh pesan itu ternyata masih belum seberapa. Itu adalah kalau Velly membandingkannya dengan isi pesan yang ia dapatkan.
Dengan cepat Velly membaca semua pesan itu.
[ Velly ]
[ Dasar gila! ]
[ Di sekolah malah tidur siang? ]
[ Velly ]
[ Pasti enak banget kan? ]
[ Iya dong. ]
[ Bisa tidur siang di kelas gitu. ]
[ Ha ha ha ha ha. ]
[ Aku yakin kamu sekarang sedang mimpi indah. ]
[ Ho oh. ]
[ Mimpiin siapa, Vel? ]
[ Justin Bieber? ]
[ Robert Pattinson? ]
[ Atau Christiano Ronaldo? ]
[ Vellyyy .... ]
[ Wahai, Velly .... ]
[ Apa yang kau mimpikan siang ini? ]
[ Hi hi hi hi hi .... ]
[ Aku akan menghantuimu! ]
[ Kau tidak akan bisa kabur. ]
[ Aku akan mengejarmu hingga ke lubang semut sekali pun. ]
[ Ha ha ha ha ha .... ]
[ Ehm .... Velly .... ]
[ Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly .... Velly ....]
[ Main yuk! ]
[ Velly ]
[ Kita main rawat-rawatan. ]
[ Aku ngerawat kamu dan siapa tau gitu kan kamu bisa nambah gede. ]
[ Biar kamu tambah enak buat aku gangguin .... ]
[ Gimana? ]
[ Mau? ]
Tidak bisa tidak. Velly langsung bangkit dari kursinya. Tanpa aba-aba langsung menoleh ke belakang seraya mengangkat tangannya. Jari telunjuk gadis itu terarah langsung pada Reki.
"Reki!"
Reki di tempatnya tampak mengulum senyum, mengerjapkan mata berulang kali. Terlihat tidak merasa kaget sama sekali ketika mendapati Velly yang mendadak memanggilnya seperti itu.
"Ya?"
Velly menarik napas dalam-dalam. Lalu matanya menyipit dengan sorot yang menajam. Layaknya gadis itu yang sedang mengirimkan isyarat kematian untuk Reki.
"Nggak bakal hidup lagi kamu balik ntar," katanya. "Awas aja!"
Namun, anehnya ancaman itu bukannya membuat Reki takut. Yang ada ia justru tertawa.
"Hahahahaha."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top