21. Tanpa Sadar

Tak habis pikir dengan telepon dari Reki yang baru saja ia terima membuat rasa kantuk yang sempat Velly rasakan tadi hilang. Sekejap mata lenyap. Dan sekarang, gadis itu merasa frustrasi karena tidak bisa tidur.

"Argh! Argh! Argh!"

Velly menggeram seraya bangkit dari posisi berbaringnya. Tampak kesal. Matanya nyalang dalam kegelapan yang kamarnya ciptakan lantaran lampu yang telah padam.

Berulang kali mengganti posisi, nyatanya tidak berhasil. Hingga nyaris pukul satu dini hari, Velly mendapati bahwa matanya tidak ingin terpejam lagi. Dan terdorong oleh rasa kesal itu, Velly lalu meraih ponselnya. Dengan geram mengetik pesan untuk Reki.

[ P. Reki F. ]

[ Dasar gila! ]

[ Puas kamu kan? ]

[ Pasti puas banget. ]

[ Aku yakin kamu sekarang sedang mimpi indah. ]

[ Ho oh. ]

[ Mimpiin siapa, Ki? ]

[ Taylor Swift? ]

[ Emma Watson? ]

[ Atau Gigi Hadid? ]

Selesai mengirimkan pesan itu, Velly meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Kembali memejamkan mata dan berusaha untuk tidur.

Tenang, Vel, tenang ....

Rileks ....

Tapi, Velly benar-benar frutrasi.

Bagaimana tidak?

Besok sekolah dan ia justru tidak bisa tidur sementara malam mulai semakin larut. Kalau tidak segera tidur, Velly yakin sebentar lagi akan ada suara kokok ayam.

Oh Tuhan ....

Tolonglah hamba-Mu ini ....

Kembali, Velly membaca doa sebelum tidur. Lalu, ketimbang menyibukkan pikirannya dengan menghitung domba, Velly memilih untuk mengumpat saja. Dan tentu saja, Reki adalah objek umpatannya.

"Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila."

Umpatan itu Velly lirihkan dalam satu tarikan napas. Dan ketika ia telah mengganti udara di dalam rongga paru-parunya, ia kembali mengumpatkan hal yang sama persis.

"Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila. Reki gila."

Hingga kemudian, entah waktu sudah berlalu berapa lama pastinya, suara Velly mulai terdengar samar. Pelan, tapi pasti. Tapi, umpatan itu lantas berubah layaknya lirihan saja.

"Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ...gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila .... Reki ... gila ...."

Dan di saat mata Velly benar-benar menutup dengan santai, suara itu pun lantas putus oleh satu lirihan terakhir.

"Re ... ki ...."

*

"Maukah kau memeriksa Peta untuk cara tercepat ke rumah Velly?"

"Katakan Peta!"

"Katakan Peta!"

"Katakan Peta!"

Peta?

Ehm ....

Jangan ngomong kalau aku mimpi Dora.

"Hoaaam ...."

"Hoaaam ...."

"Hoaaam ...."

Mungkin salah satu ciri khas Reki lainnya, yaitu selalu menguap tiga kali ketika bangun dari tidur pagi. Seperti awal hari itu. Seraya membuka mata, ia pun menguap.

Sejurus kemudian, Reki bangkit seraya mengucek-ucek matanya yang masih dihinggapi oleh rasa kantuk. Yang pastinya, masih dihinggapi rasa penasaran.

"Ehm ...," gumam Reki malas. Dengan irama yang tak percaya di suaranya. "Itu tadi aku beneran mimpi Dora ya? Aku nggak salah ingatan? Beneran Dora?"

Tangan Reki naik. Mendarat di kepalanya dan menggaruk-garuk di sana. Seraya mengembuskan napas panjang, ia geleng-geleng kepala.

"Setau aku kalau cowok udah delapan belas tahun," gumamnya lagi. "Itu mimpinya ya mimpi basah. Lah ini malah mimpi Dora."

Reki kembali geleng-geleng kepala.

"Yang benar aja deh."

Cowok itu turun dari tempat tidur. Masih dengan mata yang sayup-sayup, tangannya bergerak merapikan tempat tidurnya. Dimulai dari mengencangkan seprainya. Lalu meletakkan kembali bantal dan guling di tempat seharusnya. Dan ditutup oleh sentuhannya pada bedcover.

Berencana untuk langsung mandi, Reki langsung menanggalkan kaos santai yang melekat di tubuhnya. Menggantungnya dan lantas meraih handuk. Tapi, entah mengapa –dorongan hati mungkin-, Reki tidak lantas menuju ke kamar mandi. Melainnya meraih ponselnya di atas meja belajar.

"Eh?"

Seketika saja mata Reki yang tadi masih sayup-sayup membuka lantaran rasa kantuk yang masih menggelayuti kelopaknya, membelalak. Antara percaya atau tidak, ia kembali mengucek-ucek matanya saat melihat pemberitahuan yang masuk.

"Dua puluh lima pesan dari Velly?"

Reki terkesiap. Nyaris menganga lebar ketika untuk kesekian kalinya ia selesai mengucek-ucek matanya.

"Dia ngapain ngirimin aku pesan sebanyak ini?" tanya Reki histeris pada dirinya sendiri. "Kayak debt collector aja."

[ Velly ]

[ Dasar gila! ]

[ Puas kamu kan? ]

[ Pasti puas banget. ]

[ Aku yakin kamu sekarang sedang mimpi indah. ]

[ Ho oh. ]

[ Mimpiin siapa, Ki? ]

[ Taylor Swift? ]

[ Emma Watson? ]

[ Atau Gigi Hadid? ]

[ Rekiii .... ]

[ Wahai, Reki .... ]

[ Apa yang kau mimpikan malam ini? ]

[ Hi hi hi hi hi .... ]

[ Aku akan menghantuimu! ]

[ Kau tidak akan bisa kabur. ]

[ Aku akan mengejarmu hingga ke lubang semut sekali pun. ]

[ Ha ha ha ha ha .... ]

[ Ehm .... Reki .... ]

[ Reki .... Reki .... Reki .... Reki .... Reki .... Reki .... Reki .... Reki .... Reki ....]

[ Main yuk! ]

[ Kita main bunuh-bunuhan. ]

[ Aku bunuh kamu dan kamu mati deh. ]

[ Biar kamu nggak bisa ngangguin aku lagi .... ]

[ Gimana? ]

[ Mau? ]

Katakan lebay, tapi Reki berani bersumpah. Ia seperti merasakan ada embusan napas Kuntilanak yang membelai tekuknya. Membuat ia bergidik ngeri seketika dengan pemikiran horor.

"Ini Velly kenapa? Semalaman ngirim pesan ke aku, eh malah pesan teror?"

Reki meneguk ludah.

"Fix. Hari ini aku harus datang siangan aja."

Tangan Reki meraba lehernya.

"Kalau kepagian, jangan-jangan dia bakal mutilasi aku lagi."

*

Dengan amat sengaja, Reki menghentikan laju motornya beberapa meter sebelum gerbang. Tampak menyipitkan mata. Memandang ke depan. Berusaha menilai situasi.

"Ehm ...."

Reki mengusap dagunya. Dan menimbang pilihan yang ia punya. Lalu melihat pada jam tangannya.

"Lima menit lagi."

Reki angguk-angguk kepala. Akan melakukan rencana yang sudah berjalan di benaknya. Yaitu, menunggu sampai satpam nyaris akan menutup pintu gerbang.

Tak peduli beberapa orang siswa yang menatap padanya dengan sorot bingung, Reki bersedekap. Sesekali tampak mengetuk-ngetuk tangki motornya. Lalu, sejurus kemudian mata Reki menyipit. Itu adalah ketika satpam tampak meraih satu pintu gerbang.

"Oke!"

Reki dengan segera menyalakan kembali motornya. Melaju. Dan mengucapkan permisinya ketika di depan pintu gerbang.

"Misi, Pak. Maaf ...."

Satpam tampak berdecak. Tapi, tetap menahan pintu gerbang agar Reki dan motor besarnya itu bisa masuk. Bertepatan dengan seruan lega seorang gadis.

"Ya ampun. Untung nggak telat."

Suara yang amat familiar di telinga Reki. Karena kalaupun ia mendadak lupa dengan suara itu, maka ucapan selanjutnya yang ia dengar bisa dengan mudah membuat ia ingat kembali.

"Lebih untung lagi karena ternyata bareng kamu, Ki."

Reki menoleh. Melihat pada Velly yang pagi itu tampil dengan mata yang membengkak. Tapi, sorot dan seringai cewek itulah yang membuat ia menjadi meneguk ludah.

"Wanna play, Baby?"

Reki membeku, nyaris melupakan fakta bahwa motornya masih berada di tengah gerbang. Antara ingin masuk atau justru tidak. Hingga membuat satpam geram.

"Mau sekolah nggak ini kalian berdua?"

Tersadar, Reki buru-buru kembali melajukan motornya. Mengarahkan kendaraannya itu menuju ke tempat pikir. Yang mana ... itu setidaknya berhasil memberikan kesempatan untuk Reki menghirup udara dalam-dalam. Velly kan tidak mungkin mengikuti dirinya ke parkiran. Lagipula---

"Astaga!"

Reki terkesiap kaget ketika mendapati wajah Velly yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. Saking terkejutnya cowok itu, nyaris saja membuat motor ninjanya roboh.

Buru-buru, Reki memasang standar. Barulah ia mengusap dadanya.

"Ya, Vel .... Pagi-pagi udah buat orang jantungan aja ya."

Reki meneguk ludah. Melepaskan helm, berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja. Tapi, sumpah. Kecil-kecil, Velly memang memiliki aura pembunuh.

Velly masih berdiri di tempatnya. Berkacak pinggang. Mengangkat wajah. Tampak memasang sikap menantang pada cowok yang lebih tinggi tiga puluh sentimeter dari dirinya.

"Ka .... Ka .... Ka-ka-kamu kenapa sih, Vel?" tanya Reki dengan tergagap. Matanya tampak mengerjap-ngerjap. Menyadari bahwa parkiran saat itu telah sepi. Tentu saja, jam pelajaran pertama akan segera dimulai. Tentu saja para siswa sudah duduk manis dan rapi di dalam kelas.

Sial.

Ini kalau aku beneran dibunuh, yakin.

Nggak bakal ada yang tau.

Mata Velly menyipit. "Aku kenapa?"

Glek.

Reki meneguk ludah. "I-i-iya .... Kamu kenapa?"

Tidak mundur, melainkan semakin menantang, Velly mengembuskan napasnya dengan penuh irama.

"Seharusnya aku yang nanya itu ke kamu," jawab Velly dengan penuh irama. "Kamu kenapa?"

"A-a-aku ...." Dahi Reki mengerut. "A ... ku kenapa, Vel?"

Mata Velly membesar. "Lah? Malah nanya ke aku kamu kenapa."

Kepala Reki meneleng ke satu sisi. "Serius, aku kenapa?"

Geram, Velly mendelik. "Ya mana aku tau!" sentak cewek itu. "Yang aku tau, malam tadi kamu nelepon aku tengah malam."

Reki angguk-angguk kepala. Mengakuinya.

Dan hal itu membuat Velly berang.

Abis dia nelepon aku, aku malah nggak bisa tidur dibuatnya.

Tapi, dilihat dari pesan aku yang masuk dan nggak dia baca, itu artinya ia justru lagi tidur.

Bayangkan!

Di saat aku nggak bisa tidur, eh malah dia enak-enakan tidur!

Nggak bakal aku maafin kamu, Ki!

Hanya dengan membayangkan kejadian yang baru saja ia alami saja sudah berhasil menyulut kembali emosi gadis itu. Maka, terang saja kalau ujung-ujungnya Velly tak mampu menahan desakan untuk bertanya.

"Dan aku tebak, abis nelepon aku, kamu pasti tidur dengan nyenyak kan?"

Entahlah, tapi Reki melongo dengan sorot kagum.

"Kok kamu tau?" tanya balik Reki. "Tidur aku malam tadi emang nyenyak. Nyenyak banget malah."

Mata Velly terpejam dramatis. Semakin kesal karena pengakuan Reki.

Liat kan?

Aku nggak bisa tidur, sementara dia justru bisa tidur nyenyak.

"Yah ... walaupun mimpi aku nggak seperti yang kamu tebak sih."

Seperti Velly yang masih peduli dengan mimpi Reki saja. Tapi, ketika gadis itu membuka mata, ia justru mendapati Reki menatap lekat padanya.

"Aku mimpi Dora loh."

Dooong!

Velly melongo.

Tapi, belum terlalu melongo sebelum Reki lanjut berkata.

"Buat nyari jalan tercepat ke rumah kamu."

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top