16. Mulai Aneh
"St-st-stalker?"
Dengan mata yang membesar, Velly tergagap saat mengulang satu kata itu. Terlihat syok. Tapi, bukan berarti kekuatan sepasang tangannya di kerah baju seragam Reki mengendur. Tidak sama sekali. Terutama karena di detik selanjutnya rasa syok itu berubah menjadi ekspresi penuh peringatan.
"Kayak yang aku kurang kerjaan aja jadi stalker."
Perkataan yang otomatis membuat Reki melongo seraya menahan kedua tangan Velly.
"You did, Vel," kata Reki polos. "Apa bukan stalker namanya yang ngintai aku di toilet? Belum lagi kamu juga ngintai Eshika dan Tama?"
Oh!
Mata Velly mengerjap-ngerjap.
"Kamu bener juga sih."
Reki mengangguk. "Tuh kan. Kamu emang beneran stalker."
Tapi, eh?
Kok gini?
"Diem ah, Ki," tukas Velly kemudian. "Dengar ya. Aku bukannya mau jadi stalker kamu. Tapi, aku cuma mau kejujuran kamu."
Mata Reki kembali membesar. "Kejujuran aku?"
Velly mengangguk. "Jujur," jawabnya dengan mata yang menyipit. "Tadi kamu ada ngomong apa aja sama Tama heh?"
Ah ....
Soal itu.
Pelan-pelan, senyum geli terbit di bibir Reki.
"Kamu khawatir kalau rahasia kita di semak-semak diketahui sama orang-orang ya?" tanya Reki dengan penuh irama. "Iya?"
Mengatupkan mulutnya sejenak, beberapa detik kemudian barulah Velly berkata.
"Bukan masalah rahasianya, tapi masalah fakta kalau aku di semak-semak itu bareng kamu."
Sudut hidung Reki terasa berkedut. "Kayak yang aib aja kalau kamu di semak-semak bareng aku. Lagian kan kemaren itu kamu yang narik aku."
Velly mendengus. Tidak membalas perkataan Reki yang satu itu, melainkan untuk melayangkan ancamannya.
"Pokoknya ... jangan sampe ada yang tau kalau kita berdua kemaren ke semak-semak. Janji?"
Seperti Reki yang ingin mencoreng namanya saja.
"Tenang aja, Vel. Aku pastikan nggak bakal ada orang yang tau kalau kita ke semak-semak ...," ujarnya kemudian.
Reki menarik napas dan melanjutkan perkataan itu di dalam hati.
Kecuali Tama.
"Bener?" tanya Velly.
Reki mengangguk. Lagipula pagi tadi ia tanpa sengaja bercerita pada Tama tentang kejadian di mana dirinya ditarik ke semak-semak oleh Velly. Berikut alasannya. Karena ingin mengintai Eshika dan Tama.
Bukan berarti Reki mengkhianati Velly. Tapi, lebih karena dirinya yang ingin mengklarifikasi sesuatu yang menurutnya penting.
Reki lantas mengangguk. "Suer deh, Vel," yakinnya lagi. "Karena gimanapun juga, kalau aku mau ada gosip yang melibatkan kamu dan semak-semak, maka itu harusnya aku jadi subjek. Bukan justru jadi objek kamu." Matanya kembali membesar. "Jatuh harga diri aku kalau orang-orang tau aku yang ditarik sama kamu, bukan sebaliknya."
Ehm ....
Bener juga sih.
Maka Velly pun manggut-manggut. Dan tanpa perlu diminta, ia pun melepaskan kerah seragam Reki. Tapi, tak luput untuk merapikannya sejenak. Berusaha untuk menghilangkan kerut di seragam cowok itu –sekadar menunaikan sedikit tanggungjawabnya mungkin. Hingga kemudian terdengar suara kesiap.
"Eh?! Kalian ngapain?"
Seketika saja Velly dan Reki menoleh ke sumber suara. Pada seorang siswi yang tampak kaget di seberang sana. Tampak ingin menuju ke toilet siswi yang lokasinya tepat bersebelahan dengan toilet siswa.
O oh!
Reki dan Velly sama-sama memandang, lantas dengan cepat cowok itu mendorong kepala Velly dengan satu jari telunjuknya.
"Makanya kalau bersin itu hati-hati. Sampe ada ingus kamu nempel di baju aku, awas kamu, Vel."
Velly melongo. Terutama karena sandiwara kilat itu memojokkan dirinya. Dan tak hanya itu, Reki kemudian melihat seragamnya. Menepisnya berulang kali seraya menampilkan ekspresi jijik. Lantas berlalu seraya menggerutu.
"Udah pendek, cebol, eh ... suka bersin nggak tau tempat lagi. Untung masih bisa hidup."
Di dalam hati, cewek itu mengumpat habis-habisan.
Dasar Reki!!!
*
Lupakan sejenak tentang fitnah spontanitas yang dilakukan oleh Reki di depan toilet demi menyelamatan nama baik mereka berdua. Kali ini Velly sedang bersemangat. Dan alasannya tentu saja karena gadis itu akan pergi jalan-jalan dengan Eshika. Ugh! Sudah lama sekali ia tidak jalan-jalan dengan sahabatnya itu.
"Ye ye ye ye ye!"
Velly terlihat bersorak berulang kali ketika bel pulang sekolah telah berbunyi. Ia tampak begitu bersemangat merapikan dan menyusun semua buku pelajarannya ke dalam tas ranselnya. Eshika yang duduk di sebelahnya terlihat mengulum senyum mendapati kelakuan Velly yang seperti itu. Tak mengira Velly akan sesenang itu hanya karena bisa jalan-jalan bersama dirinya sehabis pulang sekolah.
Velly berdiri dari kursinya. "Kita langsung, Esh?"
Eshika turut berdiri seraya menyandang tas ranselnya. Ia mengangguk. "Langsung aja deh. Biar bisa puas muter-muternya."
Tapi, ketika mereka baru saja akan beranjak dari meja mereka mendadak terdengar suara Reki menyeletuk dari belakang.
"Eh eh eh! Kalian kayaknya mau jalan nih ya?"
Velly mencibir menyambut Reki yang mendekat. "Emang," jawabnya masih dengan sedikit nada kesal sisa di toilet tadi.
Reki sedikit memutar tubuh ke belakang. Menunggu kedatangan Tama dan menghentikan langkah kaki cowok itu dengan merengkuh pundaknya. Tama menoleh.
"Kenapa?"
Reki nyengir. "Ini cewek berdua mau pada pergi jalan, Tam," katanya pada Tama. "Kasihan kalau nggak ada yang jagain."
Dahi Tama mengerut. Tapi, ia memilih diam dan tidak berkomentar apa-apa.
Tak mendapat respon Tama, akhirnya Reki kembali bertanya.
"Gimana kalau kita temeni?"
"Eh?"
"Eh?"
"Eh?"
Tiga orang kompak mengucapkan kata kesiap yang sama. Membuat Reki mengerjap-ngerjapkan matanya. Salah tingkah iya, bingung pun iya.
"Ehm ... emangnya ada yang salah ya dengan omongan aku barusan? Kok pada kompak gitu kagetnya?"
Velly mencebik. "Ngapain juga kamu mau nemeni aku dan Eshika jalan? Kayak yang kurang kerjaan aja sih jadi cowok."
Masih dengan posisi tangannya yang berada di atas pundak Tama, ia tersenyum saja. "Bukannya kayak kami yang kurang kerjaan, Vel. Tapi, sebagai cowok, kami ini ngerasa peduli dengan kalian."
Tama melongo mendengar perkataan Reki. Syok mendengar perkataan temannya itu. Begitupun dengan Velly dan Eshika yang sama-sama melongo.
"Kalian itu cewek. Bahaya pergi tanpa ada kawalan cowok. Dunia saat ini sangat berbahaya untuk kalian."
"Eh?" Tama mengernyit. "Maksud kamu kita semacam bodyguard gitu?"
Reki manggut-manggut. "Aku tau. Kita emang kelewatan cakepnya buat jadi bodyguard."
Eshika menatap Tama dengan sorot bingung. Tama mengangkat bahunya sekilas. Tidak mengerti dengan Reki.
"Dengar, Ki," kata Velly kemudian. "Kami bakal baik-baik aja kok. Kami jalannya bukan ke kuburan yang sepi, tapi kami mau muter-muter mall gitu."
Reki geleng-geleng kepala. "Bahaya bisa ada di mana saja. Jadi, lebih baik antisipasi sebelum bahaya menghampiri."
Velly menghela napas. "Akan menjadi lebih berbahaya kalau kamu dan Tama ikut." Tapi, sejurus kemudian sorot mata Velly berubah. Ia beralih pada Tama. "Tam ..., kamu mau ngekorin aku dan Eshika jalan siang ini?"
Mata Reki berkilat mengejek. "Tuh kan tuh kan. Lupa kan?" tanyanya geli. "Kan Eshika nggak boleh pergi kalau nggak ada---"
"Nggak kok, Vel," ujar Tama memotong perkataan Reki.
Dan terang saja perkataan Tama barusan itu membuat Velly dan Reki sama-sama melongo.
"Eh? Apa tadi kamu bilang, Tam?" tanya Velly mencoba meyakinkan bahwa pendengarannya tidak salah menangkap kata-kata yang keluar dari mulut Tama.
Sejenak menatap Eshika yang sedikit menggerakkan bibirnya untuk senyum kecil yang hanya mampu dilihat oleh mata Tama, cowok itu kemudian berkata.
"Kamu kalau mau ngajak Eshika jalan ya nggak apa-apa. Aku nggak ikut kok. Tenang aja."
Reki menggoncang-goncang pundak Tama. Mungkin berpikir bahwa Tama saat itu sedang mengalami sedikit kesalahan dalam berpikir hingga bicara seperti itu.
"Bukannya kamu dapat tugas untuk selalu ngikutin ke mana Eshika pergi ya, Tam?"
Mendengar pertanyaan itu, Velly jadi merutuk di dalam hati.
Ini anak kenapa yang ngebet mau ngekorin aku dan Eshika sih?
Kayak yang kurang kerjaan banget.
Kayak yang bener-bener nyari celah biar bisa ikut kami coba.
Beneran mau jadi tukang ojek sekalian pengawal pribadi atau gimana?
"Emang sih. Tapi, ya sekali-kali kan Eshika mau juga jalan nggak ada aku," jawab Tama enteng seraya melirik Reki. "Lagipula, mungkin aja mereka berdua punya hal-hal yang mau diceritakan. Pasti nggak nyaman kalau ada kita."
Tak cukup melongo dengan sikap Reki, sekarang Velly melongo karena sikap Tama.
Sejak kapan Tama jadi dewasa kayak gini?
Astaga.
"Be-bentar deh, Tam," kata Reki. "Apa coba yang mau mereka bicarakan sampe-sampe kehadiran kita bisa buat mereka nggak nyaman?"
Pertanyaan itu langsung diambil alih oleh Eshika. "Ki, kami punya girl talk. Emangnya kamu mau dengerin kami ngoceh cara milih pembalut yang enak dan nyaman? Yang nggak buat gerah seharian?"
Tama dan Reki terbatuk seketika, sementara Velly terlihat mengulum senyumnya.
"Yah kalau kalian nggak masalah sih ya nggak apa-apa," kata Eshika geli.
Mendengar perkataan Eshika, Tama justru memanas-manasi Reki. "Kalau kamu mau, ya kamu aja deh, Ki, yang nemeni mereka. Kalau aku sih nggak. Ngebayanginnya aja udah buat aku merinding."
Eshika tersenyum mendengar perkataan Tama. Lalu, Tama terlihat beberapa detik menatap lekat pada Eshika sebelum berkata.
"Aku duluan, Ki. Having fun buat girl talk-nya ntar ya?"
Reki melotot melihat Tama yang melepaskan diri dari rengkuhan pundaknya dan justru langsung berjalan keluar dari kelas. Hingga kemudian Reki hanya mencibir pada Velly sebelum ia menyusul Tama ke luar.
Sepeninggal dua orang cowok itu, Velly tanpa sadar mengembuskan napas panjang. Merasa lega. Hingga membuat Eshika geli.
"Eh?" Velly menoleh. "Kenapa kamu, Esh? Mendadak ketawa gitu."
"Ehm ...." Eshika tampak mendehem seraya mengulum senyum. "Aku cuma ngerasa kayak yang Reki lagi berusaha biar bisa jalan bareng kita."
"Ternyata bukan aku aja yang ngerasa kayak gitu." Velly membenarkan perkataan Eshika dengan satu anggukannya. "Bener. Itu cowok emang hobi banget buat mengacaukan suasana."
"Loh? Bukan sebaliknya?"
Mata Velly mengerjap. "Maksud kamu?"
Lantas Eshika dengan ekspresi polosnya menjawab pertanyaan itu.
"Bukannya itu artinya Reki semacam yang peduli sama kamu? Aku pikir jangan-jangan dia lagi suka kamu lagi, Vel."
Mata Velly membelalak. Mulutnya menganga. Lantas ia teringat sesuatu. Dari yang Reki bertingkah aneh. Kemudian Tama juga aneh. Dan sekarang perkataan Eshika pun terdengar aneh. Maka otomatis saja membuat ia menjerit histeris.
"Ini kenapa semua orang jadi pada aneh sih?"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top