14. Praduga Tiba-Tiba

"Beneran kamu nggak mau aku bayar?"

Itu adalah pertanyaan yang Velly lontarkan ketika tangannya mengulurkan helm pada Reki. Beberapa saat setelah motor Reki berhenti di depan pagar rumahnya dan ia pun turun dengan selamat menginjak tanah kembali –walau dengan susah payah sebenarnya.

Menyambut helm itu, Reki mencebikkan bibir bawahnya sekilas. Tanpa memindahkan fokus matanya ketika menggantung helm itu di stang kiri motornya, ia berkata.

"Emang kamu pikir tarif aku sama kayak ojek pengkolan apa? Sembarangan aja. Mana ada ceritanya tukang ojek ngajak penumpangnya buat makan bakso? Jelas. Tarif aku mahal. Jadi mending nggak usah sok mau bayar kalau ntar jelas-jelas kamu nggak bisa bayar."

Memainkan tali tas ranselnya, Velly cuma manggut-manggut tidak jelas. Dan ia tampak menunggu beberapa saat, hingga kemudian Reki terlihat akan kembali melajukan motornya.

Memegang kedua stang motornya, Reki berpaling pada Velly.

"Dah. Aku balik."

Velly mengangguk. "Oke. Hati-hati di jalan."

Satu senyum membentuk di wajah Reki. Mungkin tersentuh karena pesan bernuansa ketulusan yang disampaikan oleh gadis itu. Hingga sedetik kemudian perkataan itu disambung lagi oleh perkataan Velly yang lainnya. Yaitu.

"Soalnya kalau kamu kenapa-napa di jalan, aku khawatir aku nggak ada ojek gratis lagi. Mana pake acara ditraktir makan bakso lagi kan?"

Mata Reki membesar. Tapi, belum lagi ia sempat merespon, eh ... keburu Velly langsung berlari masuk ke dalam rumahnya seraya tertawa-tawa.

"Hahahahaha."

Reki melongo sedetik, lalu geleng-geleng kepala.

"Udah yang makin berani ya ini Cebol sama aku."

Cowok itu kemudian terkekeh kecil. Memutar kunci motornya.

"Awas aja kamu, Vel. Tunggu balasan aku selanjutnya."

Sementara itu, di dalam rumah, Velly tampak mengintip dari jendela. Terlihat ia yang masih tertawa kecil ketika mendapati ekspresi Reki yang berubah-ubah. Dari melongo, lalu menjadi geli. Hingga kemudian cowok itu pun berlalu dari depan pintu pagarnya.

"Ngintipin siapa, Kak?"

Velly sedikit kaget ketika mendengar pertanyaan yang datang dengan tiba-tiba itu. Menoleh dan ia mendapati ada adik bungsunya yang baru berusia delapan tahun tampak mengambil posisi di dekat dirinya. Pun turut mengintip. Walau jelas, sekarang bocah cantik itu tak melihat apa-apa.

"Kakak nggak ngintip siapa-siapa kok, Mes."

Mesya yang kala itu tampak segar lantaran telah mandi sore, menyipitkan matanya. Ekspresi wajahnya terlihat tidak percaya.

"Bohong," katanya. "Nggak mungkin Kakak nunggit-nunggit di balik hordeng kalau nggak ngintip. Ehm ... pasti cowok cakep ya?

"Ewww!"

Velly langsung menampilkan ekspresi bergidik ketika mendengar pertanyaan Mesya yang satu itu. Terutama ketika ia pun teringat perkataan Reki tadi di gerobak bakso.

"Ya itu pasti dong. Kan aku juga makan di sini."

Velly geleng-geleng kepala. "Semoga kata cakep belum mengalami pergeseran makna deh ya. Please, Tuhan."

"Eh?"

Mesya yang masih kecil jelas tak paham apa maksud perkataan Velly. Jadi, ia hanya bisa melongo bingung.

"Dah ah! Kakak mau ke kamar."

Ditinggal oleh Velly, Mesya pun lantas turut beranjak. Berlari-lari kecil, mengekori langkah kaki kakak perempuannya itu. Hingga lantas Velly masuk ke kamarnya, cewek itu lantas spontan menghentikan langkah kakinya. Nyaris membuat Mesya menabrak dirinya di belakang.

Velly melirik ke belakang. "Kamu ngapain ngikutin sih, Mes?" tanyanya seraya kembali menatap ke depan. "Dan kalian juga kenapa pada tidur-tiduran di sini?"

"He he he he."

Tawa tanpa rasa berdosa itu berderai dari dua bibir yang berbeda. Yaitu Ria –adik Velly yang berusia empat belas tahun- dan juga Della –adik Velly yang berusia sebelas tahun-. Kedua gadis itu terlihat tengah bersantai di tempat tidur Velly.

"Kamar sendiri juga ada. Hobinya malah ngeberantakin kamar orang."

Ria tampak menggeliat. Menarik bantal dari bawah kepala Della dan memakainya. Tak peduli ketika Della menggerutu dan lantas beralih meraih boneka beruang Velly. Sekejap mata, beruang itu telah berada di bawah kepalanya dengan posisi terlipat mengenaskan.

"Kakak balik diantar sama Kakak kemaren itu lagi ya?"

Meletakkan tas ranselnya di meja belajar, Velly menoleh. Pada Ria yang bertanya dengan sorot kepo di matanya.

"Iya," jawab Velly jujur. "Emang kenapa?"

"Aaah ...."

Yang melirih justru adalah Mesya. Gadis itu tampak naik pula ke tempat tidur. Berkata pada Ria dan Della.

"Itu tadi berarti Kak Velly lagi ngintip Kakak itu di balik jendela."

"Eh?"

Velly menganga horor.

"Ngintip?" tanya Della dengan rasa penasaran. "Kapan?"

Mesya mengangguk. "Tadi. Pas aku liat. Kak Velly lagi nunggit-nunggit di balik jendela. Itu pasti ngintip Kakak itu balik."

"Hahahahaha."

Tawa seketika meledak.

"Cie, Kak Velly."

Menatap ketiga orang adiknya dengan sorot ngeri, Velly lantas beranjak. Tentu saja dengan menggerutu.

"Kalian ini apaan coba. Kayak yang heboh aja kalau aku balik diantar Reki."

"Ah ..., nama calon kakak ipar kita Reki," kata Ria pada Della dan Mesya. "Jangan sampe lupa ya?"

"Hahahaha. Nggak bakal lupa, Kak," kata Della seraya tertawa.

Velly yang semula ingin ke kamar mandi untuk berganti pakaian –atau mungkin mandi karena sore itu begitu terik-, mendadak menghentikan langkah kakinya. Berkacak pinggang dengan seragam yang telah acak-acakan, ia menatap ketiganya seraya mendengus tak percaya.

"Bisa-bisanya kalian ngomong Reki kakak ipar kalian," kata Velly takjub. "Kayak yang nggak ada cowok lain aja."

"Kayak yang Kakak bisa cari cowok lain yang lebih cakep aja," tukas Ria. Lalu ia tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha."

Della langsung memeluk perutnya. "Tega ih, Kak Ria, sama Kak Velly. Hahahaha."

"Eh, tapi dulu kan ada juga yang naksir sama Kak Velly," kata Mesya tak ingin kalah. "Itu loh. Kakak yang rumahnya dekat masjid itu."

"Hwahahaha!"

Tawa semakin meledak. Tapi, tentu saja. Ada satu orang yang tidak turut tertawa. Yaitu orang yang menjadi objek pembicaraan. Velly.

"Yang ngumpet ke rumah kita gara-gara dikejar anjing pas mau adzan itu kan? Hahahaha."

"Yang terus sarungnya malah nyangkut di kursi. Hwahahahaha."

"Ya kali Kak Velly mau sama itu cowok ketimbang Kak Reki."

"Kak Velly kan masih agak waras. Hahahahaha."

"Eh, tapi ...." Mesya menarik napas setelah tawanya berhenti. "Kakak itu kan sebenarnya baik. Walau penakut."

"Mes, kamu bayangkan aja. Kalau Kak Velly jadi sama itu kakak, pasti kakak itu bakal nanggung lahir batin deh."

"Tekanan hidupnya bertambah dong."

Hingga di titik itu, Velly lantas hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan adik-adiknya. Tapi, ia memutuskan untuk menunggu beberapa saat. Mengira bahwa ketiga orang adiknya itu berinisiatif untuk menghentikan gelak tawa dan candaan mereka. Tapi, ternyata tidak. Mereka justru semakin terpingkal-pingkal hingga mata mereka tampak basah. Lalu, Velly pun memutuskan bahwa kesabarannya telah habis.

Tanpa peringatan, Velly mengambil sau guling. Memukulnya bergantian pada Ria, Della, dan juga Mesya. Berkali-kali.

"Au! Au! Au!"

"Tuh kan Kak Velly marah kita ngomongin sarung kesangkut."

"Hahahahaha."

Velly menggeram. Kembali melayangkan guling itu pada mereka. Sontak saja ketiganya langsung beranjak dari posisi masing-masing. Walau tak sakit, tapi mereka tetap melindungi diri.

"Nah. Kebayang kalau Kak Velly nikah sama kakak sarung kesangkut?"

"Hahahahaha. Seminggu nikah, langsung jadi janda deh."

Velly terkesiap. "Ya Tuhan. Omongan ini bocah. Nggak ada bagus-bagusnya."

Guling kembali melayang. Kali ini menyasar pada bokong Della. Adiknya yang baru saja mengatai dirinya janda.

"Au!"

Della terlonjak di atas tempat tidur. Hal yang tentu saja membuat Velly memelototkan matanya.

"Della! Itu seprai baru aku ganti semalem."

Della meloncat turun dari tempat tidur. "Ups! Sorry."

"Kalian ...."

Kali ini Ria, Della, dan Mesya bisa melihat bagaimana wajah Velly yang benar-benar berubah. Tampak merah. Perpaduan suhu yang tinggi dan juga geram karena ulah perbuatan ketiga orang adiknya itu. Maka tak heran bila ketiganya kompak berseru.

"Kabuuur!!!"

Hingga dalam hitungan detik yang sangat singkat, tinggal Velly seorang diri di kamar itu. Dengan pintu yang terbanting menutup.

"Braaak!"

Guling serta merta terlepas dari tangannya. Dan Velly jatuh terduduk di tempat tidur. Ketika matanya memandang keadaan tempat tidur itu, ia menggeram. Mendapati bagaimana keadaannya yang benar-benar mengenaskan.

"Ampun deh itu mereka. Mau aku telan aja rasanya."

*

Pagi hari yang cerah. Setidaknya malam tadi Velly mendapatkan tidur yang nyenyak setelah tragedi merapikan kembali tempat tidurnya yang dibuat berantakan oleh ketiga orang adiknya itu. Bukannya apa. Tapi, Velly adalah tipe cewek yang tidak suka bila tempat tidurnya dalam keadaan yang acak-acakan. Bahkan sebelum tidur, Velly kerap merapikan dulu seprainya. Padahal secara logika, toh kalau akan ditiduri maka itu artinya akan berantakan kan? Tapi, begitulah Velly. Ia merasa tak nyaman bila tidur di tempat tidur yang tidak rapi.

Meletakkan tas ranselnya di atas meja, Velly mengamati keadaan kelasnya yang masih cenderung sepi. Masih belum banyak teman-teman sekelasnya yang datang. Dan karena itulah Velly lantas mencoba mencari kesibukan dengan mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya. Sekadar untuk mengecek sosial media.

"Tam! Tam! Tam!"

Velly tau, bukan namanya yang dipanggil. Melainkan nama Tama. Tapi, entah mengapa suara itu membuat ia mengangkat wajah dari layar ponselnya. Menatap ke ambang pintu. Di mana tampak Reki yang berlari masuk ke dalam kelas.

Pandangan keduanya bertemu di udara. Lalu layaknya adegan slow motion di drama-drama yang selalu ditonton oleh Velly, Reki menghentikan sejenak langkah kakinya. Tepat di dekat meja Velly.

Mata Velly mengerjap sekilas. Lalu matanya langsung membesar ketika didengarnya Reki bertanya pada dirinya.

"Eh, Maimunah! Nggak main di semak-semak lagi kan ya hari ini?"

Velly langsung merasakan hawa panas yang menjalari wajahnya. Dan tangannya refleks saja bergerak meraih botol air minum di atas meja. Terlihat seolah-olah ingin melemparnya pada Reki. Hingga membuat cowok itu tergelak seraya mengangkat kedua tangannya di depan dada.

"Ampun, Maimunah, ampun. Kalau nggak dilempar botol air minum, aku mau kok sukarela ke semak-semak lagi. Hahahaha."

Velly semakin melotot.

Ini anak nggak sadar dia lagi di mana?

Bisa-bisanya dia ngomong kayak gitu di kelas?

Cari mampus atau gimana ini cowok hah?

Sementara Velly mencoba meredam emosinya, Reki justru kembali berjalan. Walau jelas, ia tampak menjaga jarak. Mungkin khawatir kalau Velly benar-benar melempar botol air minum itu pada dirinya. Kan gawat tuh. Memang sih mungkin tidak akan menimbulkan rasa sakit, tapi Reki jelas tidak ingin merasakan mandi untuk kedua kalinya pagi itu.

Velly mengembuskan napas panjangnya. Memilih untuk tidak menghiraukan Reki yang telah duduk di kursi miliknya. Tapi, ketika ia ingin kembali fokus pada ponselnya, eh mendadak saja ia mendengar percakapan Reki dan Tama di belakang sana.

"Salah makan atau mendadak gila, Ki?"

"Hahahaha. Sesuka kamu aja nganggapnya gimana."

"Ngomong-ngomong. Kamu sama Velly pergi ke semak-semak ya?"

Di tempatnya duduk, tubuh Velly seketika menegang.

Rekiii!!!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top