Chapter 23 [Jayden Wilder]
Selamat datang di chapter 23
Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo meresahkaeun
Thanks
Happy reading everybody
Hopefully you will love this story like I do love Jayden and Melody
❤️❤️❤️
____________________________________________________
“Hasil terburuk di dunia ini adalah tidak memiliki harga diri.”
—Naval Ravikant
____________________________________________________
Musim panas
Summertown, 25 Juli
Pukul 22.20
Berengsek! Berengsek! Berengsek! Bedebah sialan! Kenapa segala kerusuhan yang terjadi di sekelilingku selalu ulah Cavez Donzalo bajingan itu?
Sedetik lalu, telingaku baru saja menerima informasi dari Liam dan Spencter tentang hasil penyelidikan mereka. Bahwa, anggota-anggota klan Donzalo-lah yang rupanya memberitahu Papa perihal siapa sebenarnya diriku dan memanipulasi kematian Max yang penuh kejanggalan.
Setelah berhasil meretas CCTV Golden Care and Clinic, Liam menunjuknya di tablet di hari kematian Max serta menjelaskan, “Ini, lihat petugas berseragam Golden Care and Clinic ini, ini, ini, dan ini, Bos. Mereka berempat masuk dari pintu masuk berbeda lalu berkumpul di depan kandang Max setelah memastikan tidak ada petugas asli di sana. Tiga orang mencoba menangani Max dengan memberangus Max, satu orang lagi mengeluarkan jarum suntik dan menyuntikkan sesuatu ke Max.”
“Sesuatu apa?” tanyaku.
“Aku sudah menanyakannya secara diam-diam kepada veterinerian yang bisa dipercaya. Katanya, kemungkinan besar cairan yang disuntikan itu adalah garam Inggris. Bahan itu yang biasanya digunakan untuk melakukan eutanasia[1]. Karena itu tidak ada tanda-tanda Max mengalami gejala keracunan. Kematiannya pun sangat mendadak.”
Liam menggeser layar tablet untuk menunjukkan video selanjutnya. “Kalau ini insiden pembobolan penthouse Anda di Clifton Hampden. Semua orang berjas hitam ini juga anggota klan Donzalo. Mereka terlihat diam-diam memberikan obat bius hirup pada semua petugas keamanan di gedung ini. Lalu meretas sistem keamanan dan mengobrak-abrik penthouse Anda. Sementara dugaanku, mereka mencari bukti file CCTV bea cukai yang diambil Alfred waktu itu.”
Ingatanku kontan dilempar kembali ke hari di mana aku, Spencter, dan anggota klan Davidde lain ke Manchester guna membuntuti salah satu kandidat paling kuat untuk menjadi consigliere. Melody menelepon beberapa kali dan mengirim pesan suara yang dikumandangkan terbata-bata dan dengan napas ngos-ngosan.
Pesan tersebut berbunyi, “J-Jayden, a-ada—” Istriku berhenti sejenak dan terdengar secara brutal merampok oksigen serta membuang karbon dioksida. Baru melanjutkan, “Ada rombongan om-om pakai jas item masuk rumah. Aku takut, Jayden. Salah satu dari mereka, yang badannya kayak Hulk, nempelin pistol di pelipisku. Katanya, mereka nggak bakalan ngapa-ngapain aku kalau aku diem aja, duduk di ruang tamu.
“Jadi, aku cuma bisa nurut, diem sambil lihat rumah kita diacak-acak. Mereka kayak nyari sesuatu tapi nggak ketemu. Aku laper, udah beli makan tapi nggak bisa makan karena takut. Jayden ..., saking takutnya, aku sampai muntah berkali-kali. Tolong, cepet pulang, Jayden. Nggak tahu kenapa nggak ada sekuriti yang bisa dimintain tolong ke sini.”
Detik itu juga, aku segera mengajak Spencter dan anak buahku yang lain kembali ke Clifton Hampden. Selama perjalanan, aku begitu tersiksa. Tiga jam sepuluh menit, terasa seperti selamanya.
Aku lantas menghubungi Nicolo dan Liam untuk meminta mereka mengecek keadaan Melody. Melihatku datang, Melody—yang sudah bersama Nicolo dan Liam—sontak memelukku erat-erat.
Untuk menenangkan Melody dari guncangan mental yang dialaminya, aku mengajaknya kembali ke penthouse lama kami di Summertown. Sebagai tindakan preventif lain, aku tidak mengizinkan Melody bekerja untuk sementara waktu hingga situasi aman terkendali. Aku juga meningkatkan keamanan dengan memperbanyak petugas keamanan yang bertugas menjaga istriku di rumah itu. Juga para maid yang biasanya membersihkan rumah dan seorang koki yang kuminta menemani Melody sampai aku di rumah. Mereka kuwajibkan melapor setiap sepuluh menit sekali. Dan siapa pun tamu yang ingin mencari Melody, harus lapor padaku. Tak terkecuali Meggy dan Diana.
Aku juga meminta anak buah memperketat penyadapan telepon rumah serta ponsel Melody. Barangkali ada ancaman atau seseorang yang mencoba memberitahu Melody siapa diriku sebenarnya, aku jadi lebih bisa mengatasinya lebih cepat.
Di saat kondisi Melody sudah berangsur membaik, Melody baru menanyakan siapa dan apa tujuan orang-orang berbaju hitam itu mengacak-acak rumah kami. Dengan amat terpaksa, aku menjawab tidak tahu. Karena memang benar adanya aku tidak tahu tujuan mereka. Sampai malam ini Liam dan Spencter memberitahuku.
Tangan-tanganku sontak mengepal erat. Lalu menyapu barang-barang di meja ruang kerjaku di lantai satu The Black Casino and Pub di Summertown. Melalui ekor mata, aku bisa melihat sebungkus rokok isinya berhamburan. Gelas berisi es batu serta gin and tonic pecah berkeping-keping. Pemantik tercelup cairan bening yang meluber ke mana-mana itu. Asbak dengan putung-putung rokok bertebaran. Abunya berterbangan lantaran tertiup angin yang tercipta dari hempasan tanganku. Jadgkommando-ku pun menggelinding serta terlepas dari penutup silindernya, seolah-olah siap digunakan.
Ya! Ya! Sebaiknya kugunakan pisau kesayangan itu untuk mencongkel kedua mata Cavez dan mengulitinya hidup-hidup!
Rahangku lantas mengeras. Dengan kondisi fisik lain yang tak kalah berantakan dari barang-barang yang berserakan di lantai. Jantungku berdetak kencang, menyebabkan aliran darahku berdesir cepat dan panas. Pelipisku berdenyut-denyut karena naik pitam. Emosiku sedikit meledak.
Seandainya tidak ingat di mana diriku sedang berpijak serta dampak yang akan timbul, detik ini juga, aku pasti akan menembaki sofa seberang meja kerjaku menggunakan revolver di balik suit hitam yang kukenakan.
Benar-benar sialan! Bedebah-bedebah itu begitu lihai memanfaatkan segala celah yang kumiliki gara-gara kewaspadaan klan Davidde yang akhir-akhir ini sedikit kendor. Akibat berbagai urusan pribadiku di luar urusan klan. Urusan pribadi yang dimanipulasi oleh Cavez.
Sialan kuadrat!
Padahal aku sempat ragu untuk melanjutkan rencana balas dendam ini karena omongan Papa begitu melekat dalam diriku. Namun, sekarang tekadku sudah benar-benar bulat. Dan hal yang paling membuatku ingin meledakkan kepala pria itu sampai otaknya berhamburan ialah karena anggota klannya telah berani-beraninya menodongkan pistol ke pelipis istriku. Apakah bedebah itu sudah lupa dengan perjanjian tanpa melibatkan istri dan anak-anak yang masih diujunjung tinggi oleh para anggota La Cosa Nostra Britania Raya?
“Ini sudah bukan soal bisnis lagi,” tegasku kepada Nicolo, Liam, dan Spencter yang tadi sedikit berjingkat karena mendengarku menggusur barang-barang di meja tadi. Aku melengkapi perkataanku dengan menunjuk-nunjuk meja kaca anti leluru ini penuh nafsu. “Kuanggap si bedebah Cavez sialan itu telah menabuh genderang perang melawanku dan seluruh keluarga klan Davidde. Jadi, aku ingin kau menyiapkan anggota klan kita, Liam.”
“Tapi, bukankah lebih baik kita—”
“Jangan mengguruiku soal ini, Spencter,” tandasku, “aku sudah cukup bersabar dengan membiarkan bedebah itu sembuh lebih dari setahun ini. Aku juga menahan diri untuk tidak melaporkannya ke polisi atas saran Tito dan Erlang. Tapi lihat apa yang diperbuatnya padaku? Pada istriku? Pada anjingku? Pada keluargaku? Pada keluarga kita?”
Melihat Liam dan Spencter menunduk dengan kedua alis dari masing-masing orang tersebut mengerut, aku melanjutkan, “Jadi, tolong siapkan saja anggota-anggota klan kita. Pertama, beri tugas Dahlia untuk mencari informasi di mana bedebah sialan itu berada. Tapi, belajar dari pengalaman, aku tidak ingin Dahlia menjadi pancingan seperti di Hotel Four Season London dulu. Laporkan padaku di mana dan bagaimana kondisi tempat tinggal bedebah itu. Aku ingin langsung menghampirinya agar bisa langsung melemparnya ke neraka!”
Lebih baik menghabisi inang dari segala sumber masalah daripada berdiam diri—seperti saran Papa—yang kemudian malah dimanfaatkan sembarangan oleh pihak musuh. Harga diriku tidak mengizinkanku diinjak-injak lagi. Sebagaimana seorang mafia selalu menjunjung itu.
“Baik, Bos. Akan aku laksanakan secepatnya,” jawab Liam patuh.
Aku lantas beralih ke Spencter. “Dan kau, Spenc. Tolong segera hubungi Salvatore Luciano yang kemarin sempat kita buntuti di Manchester.”
Berbeda dengan Liam, Spencter pun berbalik tanya, “Apa Anda ingin merekrutnya menjadi consigliere klan Davidde?”
“Tergantung dia lulus kualifikasi atau tidak. Dan aku akan mengetesnya lebih dulu.”
“Baik, Bos. Akan aku cari secepatnya.”
“Bilang saja padanya, aku sedang butuh bantuan tentang kenotariatan.”
“Baik, Bos.”
“Sekarang, aku juga punya tugas khusus untukmu, Nic.” Di waktu Nicolo mendengar secara saksama, aku melanjutkan, “Karena penyerangan kita kali ini akan sangat berisiko, jadi aku ingin mencuci uang bisnis ilegal kita. Ajaklah Devoss kerja sama menjual saham Diamond Bank itu. Aku ingin mendirikan satu bank itu di dekat Pelabuhan Northampton untuk menutupi bisnis senjata ilegal dan minuman keras. Dan satu lagi, Nic.”
“Apa, Bos?” tanya Nicolo.
“Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan pada veterinarian yang menekropsi anjingku, bukan?”
Nicolo mengangguk, menyimpan revolvernya, lalu keluar ruanganku.
•••
Musim panas
Summertown, 5 Agustus
Pukul 18.56
Insiden sekelompok orang berbaju hitam menyerbu masuk penthouse Clifton Hampden dan menodongkan pistol ke pelipis Melody, meninggalkan rasa takut baginya. Katanya, kejadian itu sering kali menanamkan ingatan rasanya begitu dekat dengan kematian.
“Aku mau bikin laporan ke polisi. Seenggaknya mungkin setelah kita tahu penyebab mereka masuk terus mengacak-acak rumah, kita bisa tenang dan lebih berhati-hati. Syukur-syukur orang-orang itu bisa ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.”
Aku nyaris tersedak makan malamku ketika mendengar usul istriku itu. Lalu cepat-cepat aku mengambil air mineral untuk kutenggak. Di tengah kegiatan itu, Melody kembali berkata, “Soalnya nggak masuk akal banget. Kalau mereka pengin ngerampok, kenapa nggak ada satu pun benda berharga kita yang dibawa? Ada TV, guci bagus, laptop, jam tangan-jam tangan kita, atau barang-barang bernilai tinggi lainnya yang bisa dibawa loh .....
“Terus mereka juga nggak pakai penutup muka biar nggak dikenali. Dari lagak mereka, om-om itu kayak orang-orang yang bener-bener nggak ada rasa takut. Dan setelah kupikir-pikir lebih dalam, dari segi penampilan mereka mirip sama kamu, Baby. Tapi kayaknya juga enggak.”
Lagi-lagi aku hampir tersedak minumku. Maka, segera aku menjawab, “Ketimbang lapor polisi, mending kita balik aja ke Summertown. Ada Nicolo sama penjaga-penjaga yang aku kenal. Sebaiknya kita juga jangan terlalu mikirin kejadian itu. Bisa aja mereka salah sasaran terus kamu lagi apes, kan?”
“Baby, siapa yang bisa ngelupain kejadian itu? Apa lagi hari apes nggak ada di kalender,” bantah Melody.
Kuraih tangan Melody dan kuusap-usap untuk menenangkannya. “Aku minta kamu cuti sementara. Jangan pergi-pergi sendirian lagi. Kalau mau pergi sama Meggy, Diana, atau temanmu yang lainnya, harus izin aku dulu. Kalaupun mereka mau bertamu, juga harus izin dulu.”
Wajah Melody agar terhenyak. Kemudian pandangannya disasarkan pada nasi goreng kambing di depannya. Dengan muram, ia lalu berpendapat, “Semuanya bakal lebih baik kalau ada Max yang bisa nemenin di penthouse, ungkang-ungkang kaki sambil menunggu kamu pulang kerja. Dia bisa gonggong kalau ada orang asing. Masalahnya Max udah nggak ada dan kamu balik sibuk.”
Selain bergelut dengan rasa takut, cemas, dan bosan, Melody juga mengatakan amat kesepian. Di minggu pertama kami pindah, ia insomnia parah. Ia sudah mencoba berbagai metode agar tidur nyenyak, tetapi tak membantu. Oleh karenanya ia memutuskan mengikuti konseling beberapa kali dan diterapi obat-obatan.
Tak ada psikolog yang kupercayai kecuali yang praktek di rumah sakit Melody. Jadi, psikolog itu kuminta datang jauh-jauh dari Clifton Hampden untuk istriku. Dan aku bersyukur Melody akhirnya sudah bisa tidur teratur walau kadang-kadang masih dilanda cemas.
“Jangan terlalu dipikirin, Baby,” ulangku saat kami makan malam, setelah Melody menceritakan sesi konselingnya dengan psikolog tadi pagi, “kamu juga tahu, kan, kalau pikiran pasti mempengaruhi fisik?”
Melody menyiuk dan mengorek-ngorek spageti cacio e pepe buatanku. “Bisa nggak malem ini kamu nggak usah ke kelab?”
Kunyahanku spontan berhenti. Aku mengambil gelas berisi air mineral dan menggelontorkannya ke tenggorokan sebelum berbicara kepada Melody. “Maaf, nggak bisa, Baby. Aku mau rapat sama manajemen di sana.”
“Kenapa nggak pagi-pagi aja? Kenapa harus malem?”
“Kelab malam bukanya malem, kan?”
Melody mengangguk-angguk. “Okay, I see,” bisiknya. Setelahnya ia memutar-mutar spageti di garpu lalu menyuapkannya ke mulut. Ia tampak berupaya meresapi kelezatan pasta masakanku.
“Lusa aku bakal ambil cuti dan ngajak kamu ke suatu tempat.”
Alih-alih mereka senang atas pernyataan yang kuberikan. Melody malah tampak kehilangan semangat.
“Kenapa, kok, diem aja?” tanyaku. Tanganku menyentuh punggung tangan Melody. Selain itu, aku juga mengusap-usapkan ibu jariku. “Kamu nggak suka ide itu?” korekku.
“Suka, kok. Suka banget. Nggak tahu, kenapa setelah Max nggak ada dan kejadian kemarin itu, aku jadi kurang semangat ngapa-ngapain.”
“Makanya, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Biar kamu ganti suasana. Nggak di rumah aja. Lagian kita kelupaan sesuatu. Nah, aku mau gantiin itu.”
Tampak tidak mengerti, Melody lantas berbalik tanya, “Kelupaan sesuatu?”
“Iya.”
“Sesuatu apa?”
“Petunjuknya tanggal dua belas Juni.”
“Dua belas Juni?” ulang Melody yang kemudian tampak mengingat-ingat ada apa di tanggal tersebut. Kala ia sepertinya sudah mendapatkan ingatan itu, kedua netranya otomatis membelalak. “Oh My God! I can’t believe we passed our first anniversary!”
_______________
[9] tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan
____________________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote, komen, atau benerin typo-typo meresahkaeun
Kelen luar biasa
Bonus foto suami zeye
Jangan lupa follow sosmed saya lainnya ygy
Well, see you next chapter teman-temin
With Love
©® Chacha Nobili
👻👻👻
Senin, 22 Agustus 2022
Remake and repost: Sabtu, 23 September 2023
Repost: Sabtu, 19 Oktober 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top