2.1 ; Memburu
"Oka..."
Elang baru sadar kalau ucapannya terlalu berlebihan ketika sadar betapa marahnya Loka dengan bagian 'Kurang sentuhan' yang mengindikasikan bahwa Loka seperti wanita murahan.
"Oka, Oka... bukan maksudku mengatakan kamu seperti itu, Ka."
Loka tidak mau berhenti berjalan, dia bahkan mencoba berkali-kali lagi membuka aplikasi transportasi online untuk menjemputnya demi menghindari berada dalam satu mobil dengan Elang.
"Aku minta maaf, Ka."
Mendengar kalimat permintaan maaf, Loka menurunkan ponselnya dan menatap Elang serius.
"Terus apa?"
Elang agak memiringkan kepalanya. "Terus apa?"
Dengan anggukan kesal serta melebarkan tangan yang dinaikkan, Elang tahu kalau Loka akan meneruskan perdebatan ini.
"Ya, terus apa yang kamu tunggu lagi di sini? Tanpa kamu minta maaf seperti anak kecil begini, kamu harusnya balik ke mobilmu yang parkir di pinggir jalan sembarangan, dan pulang!"
"Bukannya sikap kamu yang seperti ini yang kekanakan?" balas Elang.
Eloka menghela napas sengaja dengan keras, sama sekali tidak menyukai hal seperti ini.
Memejamkan matanya sesaat, mengatur ritme napasnya yang lebih menggebu karena kesal, Loka mendinginkan kepala sejenak.
"Fine. Enggak perlu kita lanjutkan, El. Ini terlalu kekanakan. Maaf kamu aku terima, dan kamu bisa balik ke tempat tinggalmu atau kantormu." Menyematkan senyuman Loka menyambut kedatangan mobil yang sudah dia pesan.
"Permisi."
Elang diam. Menuruti sikap wanita itu. Dia menggeser tubuh agar Loka bisa masuk ke kursi penumpang dan tidak lama tubuh Elang mendorong Loka ke sudut kanan agar pria itu cukup duduk berdampingan.
"El—"
"Dua orang, ya, Bu?" potong driver itu.
"Hah? Ini—"
"Istri saya lagi ngambek, Pak. Dia enggak mau saya jemput karena cemburu sama kerjaan saya."
"Ohh... gitu. Jadi, ini ke alamat yang sesuai maps, kan, ya?"
Elang membalas tatapan garang Loka. "Iya, Pak. Ke alamat yang sesuai di maps."
Loka kecolongan dua kesempatan sekaligus. Pertama, membiarkan pria itu duduk bersamanya di mobil yang sudah dia pesan. Kedua, membuat alamat tempat tinggalnya selama di Jakarta diketahui oleh Elang.
*
"Wah, Pak... saya enggak ada kembaliannya Kalo uangnya segini, Pak."
"Yaudah bayar pakai uang saya—"
"No." Tegas Elang tidak mengizinkan Loka membayar. "Ambil saja kembaliannya, Pak."
"Wah, makasih, ya, Pak."
Elang menanggapi dengan senyuman, sedangkan Loka mendahului saja membuka gerbang rumah dan meninggalkan Elang di belakang. Pria itu buru-buru mengikuti, dan masuk melalui gerbang yang belum sempat Loka kunci karena gerakan cepat Elang.
Kembali menatap kesal kepada Elang, wanita itu lagi-lagi hanya bisa menghela napas kasar.
"Kita harus bicara." Mulai Elang.
Loka tetap diam. Sampai wanita itu memasuki rumah dan mengambil air dingin di dalam lemari pendinginpun Loka tidak menanggapi.
"Apa kamu akan terus diam begini dan menumpuk masalah semakin lama?"
"Apa masalah yang kamu maksud, El? Kita sama sekali enggak punya masalah untuk dibicarakan."
Mereka selalu bermain mata dalam setiap hal. Bahkan disaat seperti ini, mereka tidak bisa melepaskan tatapan satu sama lain.
"Apa menurut kamu kita enggak perlu bicara?"
"Sebagai apa? Menurutku kita bisa bicara dengan dasar yang jelas. Aku enggak mau bahas ucapan enggak sengaja kamu, lupakan, oke? Aku cuma mau tenang. Menurut kamu aku harus menuntut kamu dengan pembicaraan super panjang lagi? Aku harus marah ke kamu dengan kalimat panjang? Apa kita harus menyelesaikan masalah sepele dengan perdebatan? Apa kita enggak bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan ketenangan?"
"Bisa." Balas Elang dengan cepat.
Loka mengernyit. "Apa?"
Mendekatkan diri, Elang meraih botol minum dari tangan Loka. "Kita bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan tenang, Ka. Bisa."
Seperti tersihir dengan segala tindakan yang Elang lakukan, Loka membatu dan terdesak dengan meja makan yang membuatnya tidak dapat mundur lagi. Meski begitu tatapannya urung lepas dari Elang.
Hembusan napas Elang menerpa wajah Loka. Tanpa mengurutkan apa yang dapat terjadi, Loka menutup mata, menunggu yang terbayang dalam bayangannya. Namun, sayang sekali karena Elang memundurkan diri.
Begitu Loka membuka matanya perlahan, dilihatnya seringai di bibir Elang. "Apa yang kamu harapkan?"
Dengan mulut terbuka, Loka menggeleng samar. "Nothing..."
Wanita itu menyugar rambut, bersikap salah tingkah karena Elang masih menatapnya.
Loka bergerak untuk pergi dari sana karena rasa malunya sendiri, tapi gerakan tiba-tiba Elang membuatnya terkejut sekaligus... lega?
Pria itu akhirnya menciumnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top