1.5 ; Pemburu
Pemburu
1.5
[•]
"APA kamu enggak ngerasa kamu terlalu cepat?"
Sesi makan pagi selesai, yang ada hanya tinggal mereka berdua yang memutuskan bicara.
"Terlalu cepat? Mengenai apa?"
"Mengenai kamu yang semangat sekali menjadikan aku istrimu. Kita berdua baru ketemu lagi setelah puluhan tahun enggak ketemu. Bahkan kamu enggak merasa canggung sama sekali mendekati aku, dan mendekati aku seperti kita sudah bertemu lama."
Elang menaruh kedua tangannya di atas meja. "Kita memang sudah bertemu lama, Ka."
Loka terkekeh, menggeleng pelan karena balasan Elang yang selalu ambigu. Mengartikan dua arti, sedangkan Loka menanyakan konteks lain. "Kamu paham bukan itu maksudku."
"Aku enggak paham." Elang tidak memberi jeda sama sekali. Pria itu membalas seakan memang tidak perlu berpikir lama. "Memangnya ada apa, Oka? Kita sama-sama sudah dewasa. Masa kecil kita tetangga, kawan yang suka bermain bersama. Apa yang harus diributkan soal baru bertemu setelah sekian lama dan rasa canggung yang kamu sebut itu?"
Loka tidak membantah lagi, gagal memang menandingi argumen yang Elang bawa. Siapa yang menyulut, Elang tidak akan segan membabat habis.
"Kamu takut bakalan menyerah, kan?"
Mengerutkan dahi, Loka memiringkan kepala memberi kode tanya.
"Ya... kamu takut aku akan membuat kamu menyerah dan berakhir di pelaminan." Elang begitu cekatan mengambil gelas berisi jus jambu, meneguk pelan layaknya merasakan kenikmatan wine berkelas.
Mata yang dimiliki pria itu sangatlah memengaruhi Loka gentar untuk menjawab. Walau tahu Elang akan menyudutkannya, Loka tetap berbohong. "Enggak. Aku enggak takut dengan kemungkinan itu, karena aku yakin, kamu yang lebih dulu menyerah untuk enggak dekat-dekat dengan aku."
Menyeringai, Elang memajukan tubuhnya. Loka tahu El sengaja menyulut kobaran lain dalam pembicaraan ini. Bahkan tak hanya Elang yang tidak terkendali berdekatan satu sama lain, bahkan Loka-pun tahu ada yang harus diperbaiki pada instingnya yang terlalu menggebu-gebu untuk Elang.
"Kamu tahu, aku enggak sedepresi itu untuk mengikuti pengajuan syaratmu, Oka. Aku bisa mengalihkan kamu menjadi kita dengan cara yang enggak biasa."
Tak mau kalah, Loka ikut memajukan tubuhnya. Jemari nakal Loka sengaja menambah sesi panas di pagi hari.
"Kamu terlalu percaya diri, Mr. Eagle." Loka berucap, sembari memutari bagian wajah Elang dengan jemarinya.
Menikmati, Elang memejamkan mata sejenak seraya berkata, "Aku enggak percaya... aku membayangkan—have a nice sex with you right here."
Ketika kata sex itu muncul dari bibir Elang, padahal Loka juga sama liarnya membayangkan banyak adegan terjadi antara dirinya dan Mr. Eagle kesayangannya.
Shit, El! Kenapa kita terlalu tarik menarik seperti magnet begini, sih?!
"Tawaranku bisa mewujudkan fantasi liar mu, Mr. Eagle."
Tampaknya Loka tidak takut dengan Elang yang nantinya benar-benar terpancing. Pria yang lebih matang itu tahu mana sudut untuk tenang dan mana sudut mana yang bisa membawanya menerkam mangsa.
Elang yakin bisa menerkam Loka pada saat yang tepat. Nanti.
*
Ternyata oh ternyata, Elang tidak membiarkan Loka pulang sendiri. Bukan hanya karena pria itu ingin mengantar pulang, tapi juga rasa penasaran mengetahui dimana Loka tinggal selama berada di Jakarta.
Seperti tidak ada habisnya cara yang Elang gunakan, salah satunya adalah mencium Loka berkali-kali di dalam mobil. Elang tidak mengizinkan Loka keluar ataupun menolak jika tidak menjawab jujur.
"Oh—El... lepasin, dong. Jangan sengaja bikin tanda disitu!"
Meski mencoba mengeluarkan nada kesal, yang muncul malah seperti racauan yang setara dengan desahan. Loka tidak bisa menghindar, bahkan dia tidak benar-benar marah karena Elang menyentuhnya—dengan bibir—melekatkan diri hingga hawa panas dari tubuh masing-masing seolah menyeruak menjadi satu.
"Aku mau kamu jujur, Ka. Dimana kamu tinggal?"
Loka mengatur napasnya, menjauhkan wajah Elang dari lehernya. "Aku tinggal di manapun aku mau tinggal. Kenapa, sih kamu penasaran sekali!"
"Oke. Berarti kamu memang suka aku sentuh, ya, Ka."
"Apa?"
"Kamu enggak mau ngaku dari tadi, kamu bahkan enggak berhenti mendesis menahan desahan. Kamu suka, kan? Jangan bohong lagi."
"Iya! Aku suka kamu sentuh aku, aku suka kamu cium aku, aku suka kamu perlakukan aku sangat intim. Puas?"
Elang mendekat lagi, menghembuskan napas tepat dibibir Loka. "Kalau gitu... jujur sama aku kamu tinggal dimana. Izinkan aku antar kamu pulang dan mengetahui tempat tinggalmu, Oka."
"Sialan, El. Apa hubungannya aku suka kamu sentuh dan alamat rumahku!?"
Lekat Elang mengamati Loka yang duduk dengan gelisah. "Ada. Ada hubungannya, Ka. Kalau kamu suka aku sentuh, maka aku suka mengunjungi kamu dan bisa memberikan sentuhan itu tanpa aku bingung nyari kamu. Aku enggak akan membiarkan kamu kurang sentuhan—"
"Apa!?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top