9. Dia Sudah Ke Sini
***
Zayyan terpaksa harus bolos mata kuliah setelah dirinya mendapat pesan dari orang suruhannya bahwa dia sudah menemukan laki-laki yang dekat dengan kakaknya Dea Haryanti sebelum dia meninggal. Tanpa pikir panjang dan dengan pikiran yang masih terbebani oleh perkataannya sendiri yang melukai Andrea ia berangkat menuju alamat yang dikirimkan orang suruhannya.
Selama perjalanan Zayyan jelas terganggu dengan wajah terluka Andrea saat dia menanyakan apakah Zayyan tidak mempercayainya. Walaupun begitu Zayyan tetap pergi. Menemui laki-laki yang dekat dengan Dea Haryanti sebelum meninggal yang sudah dicarinya selama bertahun-tahun lebih penting dari pada rasa bersalahnya pada Andrea. Ya, ia bisa meminta maaf pada Andrea nanti. Mereka pasti bertemu kembali. Karena kasus Dea belum selesai.
Zayyan keluar dari mobil sewaannya setelah sang sopir mengatakan bahwa dia tidak bisa memasukan mobilnya jauh lebih dalam lagi karena takut terjebak di gang sempit itu. Memang, alamat yang orang suruhan Zayyan kirim berada di lingkungan yang padat penduduk dengan jalan sempit dan rumah menumpuk terpisah gang-gang kecil yang hanya bisa dilewati satu motor. Setelah meminta sang sopir untuk tetap tinggal selama ia menemui laki-laki bernama Farhan untuk mencari tentang apa yang terjadi pada kakaknya sebelum dia meninggal.
Menurut orang yang ia tanyai, alamat yang ia tuju berada di ujung gang, di rumah yang diragukan apakah masih berpenghuni atau tidak, sebab rumah itu selalu sepi dan pemiliknya juga jarang berinteraksi dengan warga sekitar.
"Setahun lalu saya ingat, pemilik rumah itu pernah ke luar beli beras di warung sembako yang di depan. Setelah itu saya gak pernah melihat dia lagi."
"Oh, begitu." Zayyan manggut-manggut. Apa yang Bapak berbaju koko yang baru kembali dari mesjid setelah menunaikan shata Dzuhur itu kurang meyakinkan apakah Farhan masih tinggal disana atau justru sudah tidak disana lagi. Meskipun begitu Zayyan berharap bahwa Farhan masih tinggal di rumah itu.
"Memangnya ada urusan apa dengan pemilik rumah itu?"
Zayyan tersenyum, sempat terlintas pikiran ia tidak perlu menjawab pertanyaan Bapak ini, tetapi rasanya tidak sopan. "Hanya urusan kecil Pak." Jawab Zayyan sekedar untuk menghargai kebaikan Bapak ini sudah bersedia dia tanya.
"Yasudah kalau gitu, semoga bertemu dengan orang yang dicarinya." Ucap Bapak itu sambil tersenyum.
Zayyan balas tersenyum mengantar kepergian Bapak tersebut dari pandangannya.
Ia hanya butuh berjalan dua puluh meter lagi menyusuri gang sempit ini sebelum berbelok ke kiri dan menemukan rumah yang menurut Bapak tadi bercat putih usang seperti tidak terawat.
Zayyan menatap layar ponselnya sekali lagi untuk memastikan bahwa rumah yang berada di hadapannya memang rumah yang dicarinya. Setelah merasa yakin, ia pun tanpa ragu mengetuk pintu rumah tersebut. Mula-mula biasa saja, seperti orang bertamu dengan sopan. Tidak ada jawaban, Zayyan mengetuk sedikit lebih keras. Ketiga, ke empat, masih tidak ada sahutan dari dalam. Ia melihat ada beberapa sandal teronggok di depan pintu, tidak terlalu berdebu, dan juga...teras rumah ini tidak kotor. Tanda-tanda itu menunjukan bahwa di rumah ini ada orang yang tinggal di dalamnya. Maka dari itu Zayyan memutuskan untuk berkeliling rumah tersebut sambil sesekali mengintip melalui celah jendela.
Namun, sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda bahwa ada orang di dalam rumah. Zayyan menggaruk belakang lehernya lalu mengusap wajahnya frustasi. Sudah hampir tujuh tahun ia mencari keberadaan laki-laki bernama Farhan, orang yang terakhir kakaknya Dea Haryanti hubungi.
Dua tahun lalu, ia gagal menemukan Farhan, saat ia tiba di alamat yang orang suruhannya berikan, Farhan ternyata sudah pindah. Dan sekarang? Apakah hal itu terulang kembali? Farhan sudah pindah?
Zayyan menghela napas berusaha menetralkan emosinya. Ia merasa hampir putus asa selama ini. Untuk menemukan Farhan, untuk menemukan siapa Mr. D yang memakaikan kaling berbandul huruf D di leher kakaknya, dan kenapa kakaknya dibunuh dengan cara seperti itu.
Saat ia hendak berbalik untuk pulang, merasa bahwa kali ini pencariannya juga gagal. Ekor matanya menangkap gerakan kecil dari sudut gordyn. Begitu ia menoleh, Zayyan jelas sekali melihat ada anak kecil mengintip sebelum dia menutup kembali gordyn rapat-rapat.
"Hallo... hallo... ada orang di dalam?" Zayyan kali ini mengetuk tidak sabaran, bahkan hampir sepeti mengetuk pintu rumah pengontrak yang menunggak.
"Ada seseorang kan di dalam?" Zayyan mengintip ke jendela tempat dimana anak kecil tadi mengintip. Namun gordyn tebal itu menghalangi pandangan.
"Aku tahu ada seseorang tadi."
"Siapa di dalam?"
Zayyan sekarang berganti mengetuk satu pesatu kaca jendela berharap anak kecil tadi menampakan diri lagi. Namun bukannya mengundang anak kecil itu muncul, malah warga sekitar yang muncul. Dua ibu-ibu dan seorang bapak-bapak datang, mungkin merasa terganggu oleh gedoran Zayyan yang tak sabaran itu.
"Mencari siapa mas?" tanya Ibu gempal berdaster merah bunga-bunga, terdengar jelas sekali dari suaranya bahwa dia sedang kesal.
Zayyan malah menatap gusar dua ibu dan satu Bapak itu, mengacak-ngacak rambutnya. Membuat Bapak berkaos hitam yang baru saja membuang puntung rokok sembarangan itu mengajukan pertanyaan yang sama.
"Nyari siapa mas?"
"Yang..." Zayyan menunjuk rumah di belakangnya.
"Yang tingga di rumah itu?" tanya Ibu gempal itu.
Zayyan mengangguk.
"Rumah itu kayaknya udah ditinggal penghuninya mas. Udah lama kita yang disini gak lihat yang punya rumah keluar." Ujar Ibu yang lain, yang badannya lebih kurus.
"Tapi, saya tadi lihat anak kecil ngintip dari jendela."
"Anak kecil?" mereka bertiga saling berpandangan. Kemudian Bapak berkaos hitam itu berjalan mendekat dan mengintip-ngintip jendela seperti yang Zayyan lakukan sebelumnya. "Yakin mas? Lihat anak kecil?" tanyanya.
Zayyan mengangguk yakin.
"Sebenarnya kami juga gak yakin apa Pak Farhan udah pindah atau belum. Soalnya satu minggu ini kita gak lihat anaknya keluar dari rumah. Biasanya tiap hari dia main sendirian di teras. Kalau Pak Farhannya emang gak pernah kelihatan keluar rumah." Ujar ibu bertubuh gempal berdaster merah bunga-bunga.
"Keluarga ini jarang banget sih gabung sama tetangga." Ucap Ibu bertubuh sedikit kurus itu. "Tapi, kita juga bertanya-tanya akhir-akhir ini tentang anaknya yang gak kelihatan seminggu ini. Dan kita juga gak dapat info kalau Pak Farhan pindah."
"Farhan udah punya anak?" tanya Zayyan. Ia sama sekali tidak pernah berpikiran bahwa Farhan sudah memiliki anak, setahunya umur Farhan dan dirinya hanya beda satu tahun.
"Iya, anaknya baru lima tahun kayaknya."
"Kalau emang Farhan udah punya anak, berarti yang tadi saya lihat memang anaknya."
Bersamaan dengan selesainya kalimat yang Zayyan ucapkan, ada sebuah suara terdengar dari dalam rumah, disusul oleh tangisan kecil seorang anak kecil.
"Si Neng Mera itu yang nangis." Ternyata nama anaknya Farhan adalah Mera.
Langsung saja karena khawatir Bapak berkaos hitam itu mendobrak pintu depan dan menemukan Mera, gadis enam tahun berambut ikal dan terlihat tak terawat meringkuk di celah antara sofa dan meja kaca. Salah satu sudut meja terlihat sedikit bergeser dan juga... kuku jempol kanan Mera mengelupas dan mengeluarkan darah yang sangat banyak. Gadis kecil itu menangis tertahan. Seperti ada yang menyuruhnya menangis tanpa suara.
Belum sampai lima detik mereka berada di dalam melihat Mera menangis di celah kursi dan meja, Ibu bertubuh gempal berdaster merah bunga-bunga berlari keluar rumah dan muntah-muntah. Sedetik berikutnya Ibu bertubuh sedikit kurus dan Bapak berkaos hitam menyusul berlari keluar rumah dan muntah-muntah.
Zayyan sendiri menjepit hidungnya.
Bau busuk.
Bau busuk ini jelas tercium lebih busuk dari bau busuk bangkai tikus atau bangkai hewan lainnya. Ini lebih menusuk dan membuat perut serasa diaduk-aduk. Zayyan mencoba menelusuri bau busuk tersebut meskipun dirinya sendiri merasa tersiksa sekali.
"Jangan ganggu Bapak." Suara lemah itu mencegah tangan Zayyan yang hendak membuka pintu kamar yang tertutup rapat. Dilihatnya Mera menatapnya dengan mata berair. "Om itu bilang, jangan ganggu bapak karena bapak sedang istirahat."
Seperti ada sesuatu dari balik kata-kata Mera. Membuat Zayyan membuka pintu kamar tersebut tanpa menggubris apa yang Mera katakan.
Dan benar saja, ia menemukan Farhan terbaring di atas kasurnya dengan nyawa yang sudah tak bersama raganya lagi. Inilah yang menguarkan bau busuk itu. Begitu Zayyan mendekat...
"Dia sudah kesini?" gumamnya.
***
Hallo
Wahhh wahhh wahh kasian banget Mera
Yang kuat nak
Sending hug
Iis Tazkiati N
101019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top