42. Hito

Hai... selamat malam

Apa kabar semuanya

By the way, tadi aku iseng lihat detail cerita Mr. D dan ternyata udah hampir 4 tahun cerita ini gak tamat-tamat. Postingan chapter pertama tahun 2018 tepat waktu aku baru lulus SMK. Waktu bener-bener gak kerasa dan Mr. D masih disini-sini aja

Dan lagi-lagi aku amat sangat berterima kasih sama kalian semua yang masih setia nunggu cerita ini update meskipun tanpa kejelasan sebelumnya.

Gak nyangka aja cerita berdebu ini masih ada yang baca. Senang sama terharu banget


***

Disinilah sekarang Andrea berada. Di sebuah ruangan bersama dengan Hardiyan, Glen, dan kepala kepolisian bertubuh tambun yang entah siapa itu. Glen tampak berantakan begitu juga Andrea yang sempat ikut melawan lima pengawal laki-laki adikuasa ini. Beda dengan mereka, Hardiyan masih tampak rapi, dia memang tak ikut dalam pertempuran barang satu detik pun. Pantas, jika setelannya masih rapi dan wajahnya segar.

Polisi tambun itu tampak sedang cari muka terhadap pesohor satu itu. Pesohor yang nyatanya tak memberikan contoh baik sama sekali. Hanya orang kaya yang baik di depan kamera.

Hardiyan sejak tadi memang hanya diam. Namun Andrea dan Glen tahu bahwa laki-laki itu tak akan membiarkan mereka berdua begitu saja.

"Maaf pak, maafkan bawahan saya." Ujar Hito pada Hardiyan.

Aneh, ini ruangan milik Hito namun Hardiyan lah yang duduk di sofa tungal, bersikap seolah ini adalah ruangannya.

Semakin kaya dan terkenal dirimu maka orang lain akan semerta-merta menaruh hormat padamu. Dan laki-laki paruh baya satu itu kelihatan menikmati sekali saat Hito memohon-mohon ampun atas apa yang Glen lakukan.

Andrea amat sangat tak menyukai situasi saat ini. Hito meminta-minta maaf padahal yang seharusnya disalahkan adalah Hardiyan. Orang yang menggunakan keterkenalan dan kekayaannya untuk membeli hukum. Bukannya Andrea mau main menilai dari penampilan kepala kepolisian bertubuh tambun itu, namun Andrea melihat kepiawannya menjilat membuat dia terlihat sangat jelas sebagai seorang koruptor.

"Saya akan mengajari bawahan saya agar menjadi lebih baik lagi." Ujar Hito karena Hardiyan tak menanggapi ucapannya sejak tadi. Bahkan melihat Hito pun enggan.

Gadis itu melihat tangan Glen yang mengepal sejak tadi. Dia yang diam dengan rahang yang mengetat itu menujukan bahwa saat ini Glen ingin mendaratkan pukulannya pada pria bertubuh tambun itu. Darimana Andrea tahu? Kilatan kemarahan di mata Glen yang sejak tadi terarah pada Hito yang duduk berseberangan dengan mereka menunjukannya.

Andrea mengerti gimana perasaannya. Semua orang tahu, bahkan semua orang menyaksikan bagaimana laki-laki kaya itu merendahkan kepolisian dengan menggelosorkan dua lembar cek dengan total dua miliar itu. Cek yang Andrea robek-robek. Glen yang berusaha melawan kesewenang-wenangan nyatanya malah menjadi orang bersalah saat ini. Ia merasa tak terima dengan atasannya yang memohon-mohon ampun padahal laki-laki berjas rapi itu yang salah.

Tampaknya meskipun Glen mengepalkan tangannya sebegitu kuat, dia tak berani untuk memukulkannya pada wajah Hito.

Jadi biarkan Andrea menjadi gila untuk saat ini.

Ia meraih aqua gelas yang di suguhkan pada mereka, membuka plastik bagian atasnya lalu menyiramkannya dengan keras ke wajah Hito. Seketika Hito mundur sampai punggungnya membelesak ke sandaran sofa. Wajahnya basah dan dia terbatuk-batuk.

"Dre!" Glen memekik.

Disambut dengan pekikan penuh kebingungan dari mulut Hito. "Apa yang anda lakukan!"

Hardiyan juga terkejut dengan apa yang Andrea lakukan.

Belum tuntas keterkejutan mereka, Andrea sekarang berdiri dan mencengkeram kerah baju Hardiyan. Laki-laki itu melotot namun tak berusaha melepaskan cengkeraman Andrea pada kerah bajunya.

Dan...

Plak!

Andrea memang gila. Glen dan Hito terkejut atas suara tamparan keras itu.

Plak!

Seolah ingin membuat kedua sisi wajah Hardiyan merasa adil, ia pun melayangkan tamparan ke pipi sebelahnya.

"Gue bisa lebih dari ini kalau lo gak tahu." Andrea tersenyum.

"Kamu..." Hardiyan menahan geram. "Saya bisa menuntut kamu atas ini." Hardiyan mengancam.

Andrea mengangguk. "Silakan!"

Gadis itu tak menunjukan rasa takut sedikitpun. "Silakan penjarakan gue setelah gue mengirim anak lo ke neraka!!"

Glen memang suka dengan apa yang Andrea lakukan. Keberanian yang begitu besar yang tidak dia miliki. Namun, keadaan bisa lebih buruk jika ia membiarkan Andrea terus meluapkan amarahnya. "Dre!"

Maka Glen pun menarik Andrea. Menjauhkannya dari Hardiyan.

Hito dengan segera menghampiri Hardiyan dan menanyakan keadaannya.

Hardiyan tak menghiraukan sikap Hito sama sekali. Dia terlalu marah dan hanya melayangkan tatapan pada gadis yang juga tengah menatapnya murka itu.

"Anak saya akan keluar segera dari tempat ini."

"Yakin Ferdi anak lo?" tanya Andrea. Entah kenapa tiba-tiba mengatakan itu. Glen menatapnya dengan kening berkerut.

"Kalau bukan anak saya dia anak siapa?"

"Dari tadi lo gak sebut nama Ferdi sama sekali." Ujar Andrea. "Lo bilang anak saya anak saya tapi gak nyebut namanya satu kali pun. Lo gak anggap dia kaya anak lo kan?"

Glen menatap Hardiyan yang mendadak geram bertambah marah. Dia benar-benar murka.

"Lo cuma konglomerat sombong yang gak mau nama lo tercoreng. Itu aja. Lo gak peduli sama sekali sama Ferdi. Ya kan?" Andrea memang sok tahu. Tapi dia terlalu peka untuk gak mengatakan hal ini.

Hardiyan diam. Lalu beralih menatap Hito. "Saya akan pastikan anak itu mendapat hukuman."

Setelah mengatakan hal itu Hardiyan pun melenggang pergi. Keluar ruangan yang langsung diikuti lima pengawal yang sejak tadi berdiri gelisah di luar ruangan karena tak bisa ikut masuk bersama tuan mereka.

"Dre." Glen menyentuh bahu Andrea yang tengah menatap pintu keluar dengan terengah-engah.

Hito menghampiri mereka. Lebih tepatnya menghampiri Andrea.

"Kenapa kamu melakukan itu?" tanyanya, mendadak dia sok peduli.

"Gue melakukan hal yang benar." Jawab Andrea angkuh.

Hito menggeleng sambil memejamkan mata. "Itu salah sekali, nak." Suaranya pun bahkan mendadak lembut.

Glen yang menatapnya mengenyit. Sebenarnya apa yang Hito siasatkan.

"Gue bukan anak lo."

Hito mengangguk mengerti. Dia mengangkat tangan dan menyentuh bahu Andrea dengan kedua tangannya. "Kamu semakin mempersulit saya."

Andrea mengernyit. "Maksudnya mempersulit dapat uang dari orang itu?"

Glen tersenyum miring. Memang, Hito yang dia kenal tak berubah.

Hito menatap Glen dan menggeleng. "Saya mohon jangan natap saya seperti itu, Glen."

"Apa yang salah? Merasa dituduh padahal bener?" tanya Glen.

"Kalau kamu mau tahu, alasan saya melepaskan Ferdi sebelumnya kenapa bukan karena saya mendapatkan uang dari itu. Tapi, saya ingin tahu siapa yang dia hubungi setelah dia bebas."

Andrea dan Glen saling lempar pandang.

"Saya tahu kamu dan Fardhan sedang berusaha mengusut kasur Dea secara diam-diam. Bahkan sebelum kalian tahu kalau itu berhubungan dengan organisasi rahasia, saya sudah tahu."

"Maksudnya?" tanya Glen tak mengerti.

"Saya tahu organisasi itu ada, dan sedang mencari tahunya diam-diam." Lanjut Hito. "Saya sudah curiga kalau Ferdi ada hubunganya dengan itu. Dan Bella, saya yakin dia punya peran besar atas semua ini."

"Peran besar?" tanya Andrea. Ia sebenernya percaya tak percaya apa yang Hito katakan. Namun, anehnya ia amat sangat tertarik.

"Saya menemukan pola dari pembunuhan-pembunuhan yang terjadi."

"Jelaskan!" pinta Glen.

"Nanti." Jawab Hito membalik badan dan berjalan menuju jendela. Mengintip keluar. "Tunggu sampai Fardhan kembali."

***

So? Kalian lebih suka Hito yang tukang korupsi atau Hito yang mendadak punya misi mulia kaya gini?

Ada yang penasaran sama apa yang Hito temukan?

Chapter ini emang pendek dan akan aku pastikan chapter selanjutnya lebih panjang dari ini. Tunggu dua hari lagi ya


Sampai jumpa

ig: iistazkiati


Sending hug

Iis Tazkiati N a.k.a flower flo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top