22. Paper

DIRGAHAYU RI KE 75!!!!!

Pada ikut lomba apaan nih?

Selamat membaca

***

Pria berkaos merah perpaduan dengan warna abu itu berjalan dengan riang tanpa sama sekali tahu bahwa dia sedang diikuti oleh dua amatir yang sedang mengikutinya. Pria tinggi badan 5 sentimeter lebih pendek namun memiliki tubuh yang lebih berisi daripada Zayyan adalah pria pertama yang mereka ikuti dari 3 orang yang di curigai sebagai pria misterius yang meletakan catatan di meja Andrea beberapa hari yang lalu.

Namanya Dani, Andrea tidak tahu persis usianya, mungkin lebih tua satu tahun darinya. Pria itu tersenyum kepada mahasiswa dan mahasiswi lain yang ditemuinya. Tampaknya Dani cukup populer diantara mahasiswa yang kuliah di kampus ini, terbukti dengan banyak diantara yang disapanya balik menyapa juga. Andrea tidak tahu bahwa Dani cukup terkenal di kampusnya. Dani memang orang yang cukup supel dan gampang akrab dengan orang lain. Bahkan Dani pernah beberapa kali mencoba mengakrabkan diri dengannya bahkan mencoba untuk dekat dengannya. Akan tetapi, ada beberapa hal yang membuat ia kurang suka pada pria itu

Bukannya Andrea tidak mau di dekati, namun pertemanan antara orang yang satu dengan yang lainnya juga ada batasnya. Ada kastanya. Pertemanan itu terbentuk karena kesamaan. Kesamaan status sosial, kesamaan hobby, kesamaan kapasitas otak, kesamaan cara pikir. Yang kaya tidak bisa berteman amat sangat erat dengan si miskin. Yang berotak tidak akan bisa berteman secara erat dengan yang memiliki otak yang pas-pasan, tidak akan nyambung. Status yang beda, si A atasan dan si B staff biasa tidak bisa menjalin hubungan pertemanan yang erat.

Kalau bersahabat mungkin bisa.

Tapi hubungan persahabatan di dunia ini masih bisa dihitung. Dan mungkin sedikit orang yang memiliki orang yang bisa dia katakan sahabat.

Andrea pun begitu. Dea sahabatnya, orang yang secara status, kepribadian, hobby dan hal-hal lain yang bertolak belakang dengannya. Persahabatan adalah sesuatu yang amat sangat rumit. Apa bedanya dengan pertemanan biasa?

Orang yang punya sahabat bisa menjawabnya.

Dani memiliki banyak teman, namun sepertinya tidak semua akrab sekali dengannya. Mereka berdua--Andrea dan Zayyan--melihat wajah Dani berubah murung begitu ia menjatuhkan tubuhnya di bangku kantin. Dia duduk sendirian di bangku kantin sambil memainkan ponselnya. Mereka sengaja melewati Dani dan duduk di bangku yang berjarak dua bangku dari yang pria itu duduki. Bukan karena Andrea menjudge karena Dani duduk sendirian. Ia melihat bahwa wajah Dani berubah menjadi kosong setelah dia duduk dan melihat-lihat snapgram orang-orang.

Beberapa saat kemudian pria lain menghempaskan pantatnya di hadapan Dani. Mereka pun bertos ria dengannya. Namanya....

"Andi." ujar Zayyan padahal ia tidak bertanya padanya nama pria yang menghampiri Dani tersebut.

"Satu club basket sama Dani." lanjut Zayyan.

Pertemuan Dani dan Andi hanya berlangsung beberapa menit, setelah bercakap-cakap sebentar Andi pergi. Tanpa sempat makan apapun Dani beranjak dari kursinya.

Tidak ada hal mencurigakan yang dilakukan Dani. Setelah dari kantin Dani masuk kelas dosen selanjutnya. Setelah tidak ada lagi kelas Dani pun pulang.

Besoknya mereka berdua mengikuti Ridwan. Pria itu bukan tipe mahasiswa yang terkenal seperti Dani, dia hanya mahasiswa biasa yang punya circle pertemanan kecil. Lagi-lagi tidak ada yang mencurigakan dari Ridwan seperti Dani. Begitupun dengan orang terakhir yang dicurigai, terakhir diketahui bahwa namanya Yoga, mahasiswa yang tidak suka bergaul dan lebih suka bersembunyi di perpustakaan jika tidak ada jam. Tiga hari yang mereka lalui untuk mengikuti tiga orang itu sia-sia. Andrea dan Zayyan tidak menemukan apapun.

"Kita berdua gak bisa kaya gini. Petunjuk tinggi badan dan berat badan sepertinya terlalu umum." ujar Zayyan.

"Lalu?"

"Apakah lo bawa catatan yang ditinggalkan orang itu?" tanya Zayyan.

Andrea mengerutkan kening, sepertinya otaknya memang tidak bisa berjalan cepat di saat-saat yang seharusnya. Sehingga ia butuh waktu beberapa saat sebelum menangkap apa yang Zayyan maksud. "Kamu mau kita mencocokan tulisan tangan itu dengan tulisan tangan semua mahasiswa yang masuk kelas itu?"

"Hanya itu satu petunjuk yang kita punya. Yang bisa membawa kita untuk menemukan orang itu."

"Bagaimana cara kita memeriksa tulisan tangan semua cowo yang masuk kelas itu?"

"Lo ingat kita ada tugas membuat paper yang ditulis tangan?" tanya Zayyan.

Andrea membelalak. Ia lupa belum mengerjakannya.

"Gue mau lo mengajukan diri untuk mengumpulkan paper tersebut."

"Gue membawa paper tersebut ke meja dosen dengan begitu kita bisa memeriksa satu-persatu tulisan tangan mahasiswa di kelas itu?"

Zayyan mengangguk. Andrea setuju dengan ide tersebut. Kenapa ia tidak terpikirkan untuk memeriksa tulisan tangan semua mahasiswa yang masuk kelas itu. Dengan bodohnya mereka berdua malah mengikuti tiga orang hanya karena mereka memiliki tinggi badan yang serupa dengan pria misterius berkemeja itu. Inilah kenapa orang-orang bilang untuk memakai otak saat melakukan sesuatu apapun itu. Akan tetapi ia tidak bisa menyalahkan diri sendiri. Zayyan pun sama bodohnya dengan dirinya. Tanpa sadar ia terkekeh.

"Kenapa?"

"Hanya saja lucu."

"Apanya?" tanyanya kelihatan amat sangat heran.

"Lo sama bodohnya dengan gue." ucapannya seketika langsung mendapatkan balasan tatapan tak menyenangkan dari Zayyan. Dia tidak terima kapasistas otaknya disamakan dengannya. Meskipun Zayyan termasuk orang yang tidak terlalu suka belajar berkelompok, bergaul dengan banyak orang, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa diragukan.

Pria ini berbeda dengan Andrea yang nilainya harus diremedial berkali-kali dan mengumpulkan tugas tambahan untuk mendapatkan nilai yang tidak dikatakan kurang. Nilai C saja sudah cukup baginya.

"Iya... iya..." Andrea berdecak karena Zayyan masih menatapnya dengan tatapan yang amat sangat menyebalkan. "Lo lebih pinter dari gue, puas?"

Setelah ia mengatakan tersebut, Zayyan mengalihkan tatapan ke arah lain. "Bagus kalau lo nyadar."

"Tapi, kenapa baru kepikiran buat nyocokin tulisan tangan mahasiwa di kelas itu?" sebetulnya ia belum puas untuk membuktikan pada Zayyan bahwa ada saat-saat dimana dia berpikiran lambat sepertinya.

"Karena gue pikir lo tahu persis orang itu."

Andrea menyipit. Kenapa susah sekali mengatakan ya. Ia juga tidak akan menyalahkan atau seperti apa.

"Oke." kata Zayyan kemudian. "Kadang gue emang agak lemot."

"Agak?" Andrea protes atas apa yang didengarnya. Tiga hari tenggelam pada rencana awal dia bilang agak lemot. "Loadingnya kelamaan."

"Jadi gimana, lo mau kan mengajukan diri buat ngumpulin paper itu?" Zayyan mengalihakn topik pembicaraan. Gadis itu tersenyum penuh kemenangan. Secara tidak langsung Zayyan mengakuinya.

"Oke." setujunya.

***

"Jadi siapa yang mau mengumpulkan tugas yang saya berikan?" tanya dosen yang baru saja mematikan laptopnya itu.

Sebelum ada yang sempat mengangkat tangan, Andrea buru-buru berdiri sambil mengangkat tangan. "Saya aja pak."

"Kamu?" dosen 40 tahunan itu menurunkan sedikit kacamatanya, menatap Andrea penuh selidik.

Pasti hal aneh baginya mahasiswi yang sudah untung dapat nilai C dan kurang aktif di kelas mengajukan diri untuk mengumpulkan tugas dari semua orang. Begitupun dengan teman-teman yang lain. Mereka semua menatap Andrea layaknya objek yang dicurigai berbahaya. Ayolah, Andrea hanya ingin tahu tulisan mahasiswa di kelas ini satu persatu.

Ditatap dengan cara yang sama oleh dosen dan teman-teman satu kelasnya membuat ia merasa grogi sendiri. Ternyata menjadi pusat perhatian tidak enak. Kalau saja ia tidak punya tujuan, ia tidak mau mempertaruhkan rasa malunya untuk mengajukan diri dan ditatapnya layaknya benda asing di langit yang patut untuk dicurigai.

"Kenapa pada lihatin?" ayahnya pernah bilang bahwa senjata paling ampuh saat malu adalah senyum. Maka dari itu ia tersenyum seperti orang bodoh. "Apakah salah?"

Dosen 40 tahunan itu menaikan kembali kacamatanya. "Yasudah." katanya. "Andrea, pastikan kamu mengumpulkan semua tugas di kelas ini dan menyimpannya di meja saya sebelum jam 4 sore."

Sekarang sudah jam 3 lewat, ia dan Zayyan hanya butuh waktu kurang di satu jam untuk mengumpulkan tugas dari 112 mahasiswa di kelas ini dan memotretnya satu persatu.

Setelah dosen keluar Andrea segera berlari ke pintu keluar sebelum ada yang keluar kelas. "Jangan berani-berani ada yang keluar kelas sebelum ngasih tugasnya sama gue." teriaknya.

"Aneh banget sih Dre." kata Dani sambil menyerahkan tugasnya.

"Tiba-tiba aja cari muka." mahasiswi berdress pink mengomentari.

"Ya... siapa tahu nilai gue nambah gara-gara ngumpulin tugasnya." katanya. Jelas itu bercanda. Namun, pasti saja ada yang salah faham.

"Pencitraan banget sih lo."

Andrea tersenyum pada orang yang menyindir di depan wajahnya itu. "Maaf, keduluan sama gue ya?"

Ia tahu mahasiswi yang mengatakan bahwa ia sedang pencitraan di depan dosen adalah mahasiswi yang sering mengajukan diri untuk mengumpulkan tugas dosen ini. Terkadang sindiran seseorang untuk orang lain sebenarnya adalah sindiran untuk dirinya sendiri. Benar kan?

Lalu mahasiswi itu menyurukan tugasnya ke dada Andrea dengan cara yang tidak bersahabat. Dengan kesal dia melangkah keluar dari kelas, kakinya dihentak-hentakan. Anak kecil sekali.

Satu persatu tugas terkumpul. Pukul 4 kurang 15 menit semua tugas terkumpul. Kelas sudah kosong. Zayyan buru-buru menutup pintu kelas bahkan menguncinyad ari dalam. Sekarang yang harus mereka lakukan adalah memotret satu persatu paper ini. Andrea membaginya menjadi 2. Mereka berdua memotret dengan cepat sambil berharap mereka selesai tepat waktu. Dosen itu terkenal tidak suka dengan yang namanya terlambat. Salah-salah dia telat beberapa menit tugas kelas ini tidak dia terima semua. Bisa-bisa ia menjadi bulan-bulanan satu kelas gara-gara mendapat nilai jelek.

Mengerikan.

***


Hai hai hai....

Sending hug

Iis Tazkiati N
170820

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top