18. Bella Hari Itu
Mr. D kembali!!!
Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaaaa.....
Selamat membaca!
***
"Lo tahu kan minggu depan mau ada apa?"
Bella menatap Rineka yang bersidekap dada di depannya. Seperti biasa bersikap angkuh seolah semua hal yang ada di dunia ini adalah miliknya dan seolah semua orang yang ada di dunia ini harus mengikuti kemauannya.
"Emang kenapa dengan minggu depan?" Bella tahu diri, tahu tempatnya dimana, tahu juga seberapa beda dirinya dengan Rineka. Tetapi ia tidak bisa terus-terusan diinjak-injak seperti ini. Bella bukan anak beasiswa seperti di film-film yang baik hati dan menerima apapun perlakukan seburuk ini.
"Gue gak mau tahu gimana caranya, kerjain UTS gue."
"Gue nolak." jawab Bella tak kalah tegasnya.
"Sadar gak posisi lo disini itu apa?" Rineka lagi-lagi mencoba untuk mengintimidasinya dengan status Bella di kampus ini yang sebagai mahasiswa beasiswa.
"Sadar!" Bella meninggikan suaranya. Bodo amat dengan konsekuensi yang akan didapatkannya nanti dengan bertingkah seperti ini pada Rineka. "Gue anak beasiswa."
Rineka tersenyum miring, dagunya dia angkat lebih tinggi dari sebelumnya. "Syukur kalau lo sadar posisi lo disini kaya gimana."
"Terus kenapa kalau gue anak beasiswa?"
"Justru karena lo anak beasiswa lo harus tahu diri, tahu posisi lo disini. Lo gak lebih dari orang beruntung karena dapet beasiswa dari yayasan papa gue."
"Makasih udah bilang kalau gue beruntung."
Rineka tampak meradan melihat sikap Bella yang mulai berani.
"Gue bisa bantu lo belajar tapi ngerjain UTS dan tugas-tugas lo..." Bella menggeleng. "Lo harus lakuin sendiri."
Rineka semakin marah. Bella melihaat tangan Rineka yang mengepal di samping tubuhnya.
"Jangan marah karena gue nolak. Itu demi kebaikan lo sendiri, Rin."
"Tahu apa lo apa yang baik buat gue." Rineka berteriak.
Bella bersikap santai sebagaimana biasanya, tidak mau emosinya juga ikut tersulut karena diteriaki. Meskipun sikap Rineka sebelumnya yang menginjak-nginjak dirinya sebagai anak beasiswa amat sangat melukainya.
"Karena sebelumnya lo bisa, Rin."
Rineka menggertakan giginya. "Gak tahu diri emang lo."
Setelah itu Rineka melenggang pergi meninggalkan ruang kelas. Pintu kelas bedebam kencang karena dibanting Rineka. Bella memejamkan matanya, memegangi dadanya lalu menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Sakit sekali rasanya diperlakukan seperti ini.
Seorang berhodie hitam dengan tudung dipakai menutupi kepala masuk ke dalam kelas, berjalan melewati Bella yang sedang menangis tanpa menoleh sama sekali. Pria itu langsung menempati kursi di barisan paling belakang dan menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan.
Bella menahan mati-matian keinginannya untuk menangis mengeluarkan suara karena kehadiran pria itu sehingga dadanya terasa amat sangat sesak. Seakan tahu penderitaan yang dirasakan Bella, pria itu mengeluarkan headset dan menyumpal telinganya seolah mengatakan padanya bahwa Bella bisa menangis sekeras apapun.
Tapi Bella tidak melakukannya, ia malah menghapus air matanya dan pergi dari kelas.
Seperti biasa teman-temannya termasuk Rineka berkumpul di taman fakultas. Bentuknya berupa hamparan rumput hijau yang bersih. Di beberapa sudut terdapat tempat duduk melingkar yang biasa digunakan mahasiswa/i untuk berdiskusi, akan tetapi karena tidak kebagian tempat kelompok belajarnya belajar di atas rumput. Ada space di samping Rineka tetapi tidak ia tempati karena merasa terlalu berat jika ia harus duduk di sampingnya. Maka dari itu ia menyuruh temannya bergeser.
Rineka menatapnya, bersikap seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa, seolah tidak pernah merendahkannya.Rineka kembali memakai topengnya.
"Bel," Juna yang baru datang tiba-tiba menyentuh bahunya, sedikit meremasnya. Hal tersebut membuat Bella merasa sedikit heran.
"Gue barusan lewat mading." ujar Juna. "Jangan sedih ya."
Bella tidak mengerti.
Agung dan Shofie yang duduk di samping Bella juga tampak saling sikut. Bahkan Agung memberikan tatapan penuh peringatan pada Juna.
"Kenapa Jun?" tanya Bella.
Juna menatap Agung, Shofie, dan Rineka secara bergantian.
"Bilang Jun!" desak Bella
"Walaupun nanti apanya rineka nggak sponsorin lo lagi gue harap lo masih disini."
Bella bingung apa maksud Juna mengatakan hal tersebut.
"Gue tahu apa yang paling susah dipertahanin oleh anak-anak yang masuk kampus ini karena beasiswa. Gue yakin lo bisa. Kalaupun emang nanti Papanya Rineka nggak lagi ngasih beasiswa buat lo pasti ada yayasan lain yang mau bayarin biaya kuliah cewek pinter kayak lo." Juna menepuk bahu Bella. "Lo bisa."
Namun entah kenapa kalimat panjang yang penuh dengan kata motivasi tersebut malah membuat Bela muak. Juna tidak perlu berpura-pura untuk peduli padanya. Mungkin dia sudah tahu apa masalahnya dengan Rineka. Tentang dirinya yang menolak untuk mengerjakan semua tugas kuliah Rineka dengan konsekuensi beasiswanya dicabut. Hal itu lucu sekali.
Lalu apa sekarang? Sofi, Rineka, Agung, dan Juna menatapnya dengan penuh rasa kasihan.
Bella benci keadaan ini.
"Teman-teman." Bella bangkit berdiri.
Semua orang termasuk Rineka menoleh padanya.
"Gue ke toilet sebentar."
Satu-satunya jalan saat terpojok adalah melarikan diri.
Bella tidak ke toilet. Bella pergi ke atap dan menatap apa yang ada di bawah sana. Berkali-kali ia menarik napas panjang yang amat sangat berat. Masalah keuangan selalu menjadi masalah utama dalam hidupnya bahkan saat ia berniat untuk membahagiakan orang tuanya pun masalah itu masih sama, uang.
Pada akhirnya hanya bisa menangis.
Rineka terlalu jahat, dunia terlalu jahat padanya, uang bisa saja menjadi pembunuhnya.
Bella tidak salahkan berpikir untuk bunuh diri.
Namun buru-buru ia mengenyahkan pikiran tersebut. Ia masih punya keluarga,ia masih punya cita-cita yang besar, keinginan yang agung, dan sesuatu harus dia lakukan untuk masa depan. Dia punya tujuan. Rasanya sia-sia jika 20 tahun hidupnya berakhir begitu saja setelah apa yang ia lakukan selama ini. Tidak boleh. Sesulit apapun hidup, seberat apapun itu, sejahat apapun dunia dan menyebalkan apapun teman-temannya, ia harus hidup. Bella harus hidup demi dirinya dan demi orang-orang yang dia cintai.
Detik berikutnya Bella menghapus semua air matanya.
"Sia-sia banget gue nangis. Gak guna. Nanti kalau gue sukses, gue berharap gue gak kayak gitu, berharap gue masih kayak gini. Bantu aku Tuhan."
Bella menahan nafas. Cukup kan saja sekian rasa sakit ini. Bella tidak boleh terlihat menderita. Orang-orang itu pasti senang melihat yang menderita. Rineka pasti puas dengan menyuruh Papanya mencabut beasiswa membuat Dia menderita Bella tidak boleh membiarkan hal tersebut.
Kemudian ia turun, satu persatu anak tangga. Satu tangga ia lewati ia menghela nafas membuang beban yang ada di dalam dadanya. Tangga berikutnya sudah sedikit berkurang. Tanggal berikutnya lagi, berikutnya lagi, tangga yang kesekian ia merasa sedikit lega meskipun masih ada satu titik di dalam sana yang merasa bahwa ini masih berat tetapi sudah lebih baik. Setidaknya seperti itu.
Bella harus kembali ke taman.
Yang harus Bella lewati adalah ruangan-ruangan kosong. Ruangan-ruangan yang hanya diisi apabila terjadi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan komunitas ruangan yang pertama kali ia lewati adalah ruangan komunitas pecinta alam. Orang-orang yang terkumpul adalah orang-orang yang katanya menyukai alam. Bella tidak terlalu suka alam ia menyukai dirinya sendiri tapi bila suka bepergian mungkin ada beberapa orang anggota yang termasuk ke dalam komunitas pencinta alam yang juga sama seperti dirinya hanya menyukai bepergian.
Ruangan berikutnya adalah ruangan band. Anak-anak keren berkumpul di sini. Kemudian ruang chilliders ruang dance dan kemudian ada sesuatu yang ia dengar. Suara ribut. Dari kejauhan pun Bella bisa mengenali suara siapa. Suara besar menggelegar itu suara Andrea pentolan Di kampus Ini saya paling tomboy yang mungkin bisa menindas semuanya termasuk cewek-cowok preman. Andrea memang sekeren itu. Sayangnya Bella tidak bisa seperti dia. Mungkin jika Andrea yang berada di posisinya justru Rinekalah yang akan tertindas. Sayangnya Andrea tidak suka menindas.
Suara tersebut berasal dari ruang komunitas seni tari tradisional. Andrea bisa berada di sana karena sahabatnya adalah anggota komunitas tersebut. Seseorang yang baru-baru ini digosipkan dan menjadi bahan gunjingan satu kampus. Dea hamil. Gadis polos itu hamil. Siapa yang menyangka hal tersebut bahkan Bella juga tidak menyangka. Seseorang tidak bisa dinilai dari luarnya.
Kemudian ada sesuatu yang membuat dia harus mendekat ke ruangan komunitas seni tari tradisional tersebut. Rineka sedang diam-diam merekam apa yang terjadi di dalam dengan ponselnya. Bella tahu apa yang akan Rineka lakukan menggunakan rekaman tersebut untuk menindas adalah hobinya.
Maka dari itu Bella mendekat dan merebut ponsel rineka dari tangannya.
"Apaan sih lo ikut campur aja."
"Gue harap lo mempermalukan diri lo sendiri dengan kayak gini."
Rineka merebut kembali ponselnya.
"Siapa yang mempermalukan siapa? Gue mempermalukan diri sendiri?"
"Jangan pakai kayak gini Buat nindas orang."
Rineka tiba-tiba tertawa. Entah apa yang lucu dalam waktu-waktu tertentu Bella suka merasa bahwa Rineka psikopat.
"Jadi gue gak salah dong nindas seseorang dengan nyabut beasiswanya?"
Itu sindiran.
Tak lama kemudian Andrea keluar dari ruangan tersebut wajahnya merah sekali jelas dia sangat-sangat emosi. Mungkin jika Bella berada di posisi Andrea saat tahu sahabatnya hamil diluar nikah dia akan kecewa, marah besar, beruntung Andrea tidak membunuh Dea.
Bella melunakan wajahnya. PJangan kayak gini. Secara gak langsung lo mempermalukan diri lo sendiri dengan cara mempermalukan orang lain."
Rineka meradang.
"Pak Dino nggak bakalan suka lo kayak gini."
Pak Dino, dosen ganteng dan masih muda yang kebetulan adalah pacar dari wanita penindas di depannya. Entah apa yang dilihat Pak Dino.
"Gue gak keberatan lo cabut beasiswa gue. Gue bisa mulai kerja. Beasiswa dari papa lo bukan segalanya dalam hidup gue."
Rineka terlihat semakin kesal.
Kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun rineka melenggang pergi kakinya menghentak-hentak, kesal sekali dia kayaknya.
Bella sempat menengok ke dalam ruangan komunitas seni tari tradisional, Dea sedang meringkuk di tengah-tengah ruangan menangis sesegukan. Mungkin tangisan penuh penyesalan. Menyesal karena menjadi perempuan bodoh yang diperdaya laki-laki sehingga... Bella tidak mau melanjutkannya.
Terlihat Dear di dalam memainkan ponselnya kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga. Dea menelpon seseorang.
Bella tidak mau memperdulikan urusan orang lain maka dari itu dia berjalan mengikuti arah kepergian Rineka.
Di persimpangan, Bela Melihat Pak Dino berjalan tergesa-gesa. Kerutan di dahinya terlihat, seperti hawatir pada sesuatu. Bella keheranan untuk sesaat, akan tetapi ia memutuskan untuk tidak memperdulikan hal tersebut. Bukan urusannya.
Akan tetapi sesuatu mengusiknya.
Pak Dino berbelok ke arah tempat ruangan komunitas-komunitas tersebut. Kenapa terasa aneh?
Kenapa dia hadir di saat yang terasa amat sangat pas dengan keadaan yang pas juga.
Dan lagi-lagi Bella memutuskan untuk tidak memperdulikan hal tersebut.
***
Halloooo
Selamat malam semuanya
Semoga gak bosen nunggu penulis pemalas ini lanjutin ceritanya wkwk
Apa yang kalian pikirkan dari chapter ini?
Jangan lupa vote dan komentarnya yaa
Sending hug
Iis Tazkiati Nupus
090420
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top