17. Rumor Tentang Rineka

Hai selamat malam
Selamat membaca
Jangan lupa vote dan komentarnya yaa...

***

"Temukan aku." gumam Zayyan.

"Apa yang akan dia lakukan setelah aku menemukan dia?" Andrea menggenggam tangan Zayyan. "Apa kita menyerah saja?"

Zayyan diam, hanya menatap tangan Andrea yang memegangi tangannya. Genggamannya kuat sekali. Gadis ini benar-benar ketakutan.  Ini kali pertamanya ia melihat sisi lain dari gadis yang selalu berjalan dengan dagu terangkat dan pandangan seolah dia bisa melakukan apapun sendirian itu. Ia menyadari dengan sangat betul sejak awal bahwa keputusannya menyelidiki kematian kakaknya bisa mengundang bahaya bagi dirinya dan orang-orang disekitarnya. Sekarang hal tersebut terbukti.

Mr. D jelas-jelas mengirimkan surat ancaman pada Andrea.

Pertanyaan yang dilontarkan Andrea barusan juga ditanyakannya dalam hati. Apa yang akan dilakukan Mr. D setelah ia menemukannya?

Kemudian ia menggeleng. Membantah pertanyaan kedua Andrea.

"Kita tidak bisa menyerah." Zayyan balas mengenggam tangan Andrea di atas meja.

"Dia tahu rumah gue, Za. Dia mungkin tahu apapun tentang gue, tentang keluarga gue."

"Gue ngerti seberapa takut lo dengan hal tersebut. Dia berbahaya, jelas berbahaya, meskipun dia bersembunyi."

"Gak! Lo gak ngerti, Za! Lo gak di posisi gue. Gue terancam."

"Lo mau kan menemukan siapa yang bunuh temen lo?" Zayyan mencoba untuk meyakinkan kembali Andrea. Dia tidak bisa seperti ini, tidak boleh menyerah begitu saja. Mungkin kedengarannya egois, Zayyan ingin terus melanjutkan apa yang telah mereka mulai dengan mengabaikan ketakutan Andrea setelah menerima surat ancaman itu.

Yang tertulis di surat itu bukan main-main.

'temukan aku'

Dua kata itu mengandung banyak sekali misteris dan pertanyaan.

Sekali lagi Zayyan tidak bisa berhenti di sini saja. Ia amat sangat memahami apa yang Andrea rasakan. Ketakutan yang amat sangat. Pokoknya mereka tidak bisa berhenti sampai disini.

Zayyan menghembuskan napas. "Gue faham lo takut." Ia melunakan tatapannya. "Salah satu pintu udah terbuka. Meri udah mau bicara. Tinggal sedikit lagi kita bisa tahu siapa yang bunuh Farhan. Demi Dea."

"Orang tua gue? Apa lo bisa jamin keselamatan mereka?"

Itu pertanda baik. Andrea mulai terbujuk. Pasti, Zayyan yakin dari dalam hari terdalam Andrea dia pasti sangat ingin menemukan siapa yang membunuh sahabatnya Dea. Pasti masih ada sedikit penyesalan yang tersisa dari kematian Dea meskipun jelas bukan dia yang membunuhnya.

"Oke, pertama yang harus kita lakukan adalah ngasih tahu Fardhan tentang surat ancaman ini."

"Bukannya lo gak terlalu percaya sama orang itu?"

"Gak ada pilihan lain. Itu satu-satunya cara agar keluarga lo aman. Pihak berwajib harus tahu."

"Lalu."

"Kedua, kita cari cowok berkemeja kotak-kotak yang ngasih gulungan kertas ke elo di kelas."

Andrea mengangguk.

"Ketiga, kita mengecek kembali alibi Rineka di hari Dea meninggal."

"Kenapa?"

"Gue ngerasa ada yang janggal."

"Janggal?" Andrea mengernyit.

Zayyan menyipit. "Gue sendiri gak yakin, tapi gue ngerasa melewatkan sesuatu dari alibi Rineka."

***

Berita tentang Rineka bunuh diri di rumahnya langsung menjadi topik terhangat di kampus. Banyak desas desus mengatakan bahwa selama ini Rineka tertekan oleh standar kesempurnaan yang diberikan oleh ayahnya, Bian Prahadi. Sejak kecil Rineka dituntut untuk sempurna dalam segala hal. Sejak berusia 5 tahun, dia sudah diikutkan berbagai banyak les sepulang dari Taman Kanak-Kanak, les Bahasa Inggris, Les Piano, Les Balet. Kemudian saat memasuki Sekolah Dasar kesibukannya bertambah dengan harus belajar Bahasa Jepang. Masuk SMP dia mulai harus menguasai Sains sampai-sampai orang tuanya mendatangkan guru khusus untuk mengajarinya. Itulah kenapa Rineka bisa unggul dalam banyak hal.

Lagi-lagi standar menyengsarakan seseorang.

Setelah mendengar tentang masa kecil Rineka, tentang betapa sibuknya gadis itu demi memenuhi standar sang papa Andrea juga mendengar bahwa beberapa bulan ini nilai Rineka selalu turun. Ada yang menggosipkan bahwa Rineka bunuh diri karena sudah tidak tahan memenuhi tuntutan sang papa. Bisa dikatakan Rineka stress karena nilainya turun dan dia tidak bisa menaikannya kembali.

Sungguh kasihan sekali Rineka. Sudah meninggalnya dengan cara seperti itu--bunuh diri-- dia juga harus digosipkan segala macam. Rineka seperti ditelanjangi kembali setelah meninggal. Dulu saat Rineka masih hidup saja, semua orang seolah mendekat padanya, seperti semut pada gula. Setelah gula itu habis, maka pergilah mereka. Kemana semua pujian yang selalu dilontarkan mereka pada Rineka, bahwa Rineka keren, cantik, pintar, berbakat.

Rineka dikelilingi orang-orang palsu.

Dari kejauhan Andrea melihat Bella. Gadis berkacamata, anak beasiswa yang selalu diekori oleh Rineka. Bella dan Rineka memiliki hubungan pertemanan yang unik. Bella mau berteman dengan Rineka karena Rineka kaya dan juga anak dari pemilik yayasan yang membiayai kuliahnya. Sementara Rineka mau berteman dengan Bella karena Bella pintar. Simbiosis mutualisme.

Dalam waktu dua detik Andrea dan Bella sempat saling bertatapan, sebelum Bella memutus pandangan kemudian buru-buru belok ke kanan. Bella seperti melihat hantu.

Menyadari ada yang aneh dengan Bella, Andrea segera berlari mengejarnya. Bella yang juga menyadari diikuti oleh Andrea berlari sekencang mungkin memangkas jarak. Namun, Bella salah memilih lawan. Dia adalah mantan atlet lari marathon saat SMP. Meskipun sekarang ia tidak lagi menjadi seorang atlet, namun sisa-sisa latihan keras selama menjadi atlet masih tersisa. Larinya masih sekencang dulu. Sehingga tak butuh waktu lama Andrea sudah berhasil menyalip Bella.

"Kenapa lo lari?"

Bella mendengus berbalik kembali lalu berlari lagi. Hal apakah yang membuat seorang Bella Gustira harus lari darinya.

Andrea semakin tertarik padanya. Ia melihat kemana arah Bella berlari maka dari itu dia mengambil jalan yang berlawanan demi menyergap Bella di tempat tak terduga.

Berhasil.

Sesuai perhitungannya dia berhasil menjegal Bella tepat di depan toilet perempuan yang sepi. Tempat yang pas sekali untuk menginterogasi Bella kenapa gadis beasiswa ini lari darinya.

"Kenapa lo lari dari gue?"

Bella mengangkat dagu, bersikap sok angkuh. Tapi dia kalah oleh Andrea yang lebih tinggi darinya.

"Gue gak lari."

"Terus barusan lo ngapain? Tari Kecak?"

Andrea geleng-geleng kepala. "Bilang sama gue sekarang juga kenapa lo lari begitu lihat gue?"

"Karena gue tahu lo orangnya seperti apa." jawaban Bella yang begitu ambigu. Andrea tahu dirinya amat sangat bodoh, selalu mendapat skor yang paling bawah diantara yang lainnya dan Bella selalu berada di nomor satu. Tapi tolong jangan mengajaknya bermain teka-teki.

"Emang gue orangnya kaya gimana?"

"Setelah lo denger apa yang beredar tentang Rineka di kampus ini lo bakalan..."

Andrea memicing. Oke, Andrea menarik kembali apa yang dikatakan sebelumnya tentang dirinya sendiri bahwa dirinya sangat bodoh karena nyatanya ia bisa menangkap sesuatu dari apa yang Bella katakan.

"Yang nyebarin berita tentang Rineka itu..." Andrea menunjuk Bella dengan sedikit tak percaya. "Elo?"

Namun, Bella tidak menjawab. Dia malah mengutarakan kekhawatirannya tentang apa yang akan Andrea lakukan padanya. "Sama saat banyak orang hujat Dea karena dia hamil, lo pasti bakalan ngelakuin sesuatu sama gue karena gue nyebarin berita itu, persis yang lo lakuin ke Rineka. Lo terlalu superhero buat orang yang bahkan gak pernah mikirin lo sama sekali."

Kalau ada yang bertanya contoh nyata dari teman palsu Andrea akan langsung menudingkan jarinya pada gadi di hadapannya. Lihatlah apa yang dilakukan Bella pada Rineka, orang lain kira mereka berdua bersahabat amat sangat erat. Iya, memang hanya Andrea yang melihat hubungan simbiosis mutualisme itu diantara mereka. Tidak pernah ada yang menyadari hubungan persahabatan mereka hanya sebatas itu. Namun, Andrea tidak menyangka bahwa hubungan persahabatan Bella dan Rineka seburuk ini.

"Apa yang lo pikirkan saat nyebarin rumor tentang sahabat lo yang udah meninggal?" Andrea penasaran. Sejahat apa gadis berkacamata yang selalu diagung-agungkan para dosen itu selain Rineka.

"Rineka lebih jahat sama gue."

Andrea mengangkat wajah. Jadi karena dendam. Ia menyimpulkannya sendiri tapi tidak berani mengungkapkannya di depan Bella. Gadis pintar ini pasti akan mencari pembenaran sendiri atas apa yang dilakukannya. Semua orang selalu melakukannya kan karena tidak mau disalahkan atau karena tidak mau dipojokan?

"Dia bilang gue parasit." Bella mulai menangis. "Lo sendiri tahu kan gue berasal dari keluarga kaya gimana? Tanpa gue kasih tahu pun lo tahu kalau gue anak dari keluarga miskin yang berusaha mati-matian buat dapetin beasiswa di kampus ini."

"Gue tahu."

"Awalnya gue ngira kalau hubungan pertemanan gue sama Rineka itu kaya simbiosis mutualisme. Sama-sama menguntungkan. Gue butuh Rineka karena dia anak dari pemilik yayasan dimana gue dapet beasiswa dan orang yang bisa bantu biaya hidup gue disini.  Dan Rineka butuh gue sebagai orang yang bisa bantu dia belajar."

Persis seperti yang Andrea lihat selama ini.

"Tapi akhir-akhir ini, Rineka kehilangan fokus, dia gak mau lagi belajar. Rineka maksa gue buat ngerjain semua tugas kuliahnya, bahkan maksa gue buat ngerjain kuisnya. Gue nolak, sebutuh apapun gue sama uangnya Rineka itu salah. Gue bisa bantu dia belajar tapi gak mau kalau disuruh ngerjain tugasnya. Gue nolak. Kemudian dia bilang gue parasit. Dia bilang kalau bukan karena yayasan papanya gue gak bakalan bisa kuliah di kampus ini. Dia juga bilang kalau bukan karena uang dia gue gak bakalan bisa tidur di asrama senyaman sekarang. Bisa dibayangin, gue mati-matian biar bisa dapet beasiswa dan setelah dapet dia bilang kalau gue dapet beasiswa itu karena keberuntungan bukan karena gue bener-bener berusaha. Dia bilang gue parasit setelah usaha yang gue lakuin selama ini."

"Itu sebabnya lo sebarin rumor itu?"

"Itu bukan rumor, itu kebenaran." tukas Bella.

"Memang apa yang sekarang menyebar itu kebenaran, tapi apa pantas lo sebarin tentang temen lo seperti itu."

"Dia bukan temen gue." Bella memalingkan wajahnya, tidak mau menatap mata Andrea. "Gak akan pernah jadi temen gue."

Andrea menghela napas. Kehabisan kata-kata.

"Kenapa lo ngejar gue?" tanya Bella.

"Ada sesuatu yang harus gue pastikan?"

"Tentang?"

"Tentang hari dimana Dea meninggal."

"Gue udah bilang semuanya yang gue tahu di kantor polisi." Bella lagi-lagi memalingkan wajah. Andrea memicing.

"Ada yang lo sembunyikan?"

"Gue gak mau bahas hari itu."

Andrea merain tangan Bella. "Kalau gue minta tolong dengan cara baik-baik apa lo bakal bantu gue?"

Bella bergeming.

"Terlepas seberapa gak suka lo sama gue karena gue superhero di kampus ini. Gue minta tolong, Bel."

Mata Bella gemetar.

"Gue butuh denger kejadian hari itu dari lo dan mungkin dari anak-anak lain yang sama Rineka hari itu."

Bella mengerjap. "Kenapa dengan Rineka pada hari itu?"

"Ada yang harus gue pastikan." Andrea menatap wajah Bella dengan amat sangat serius.

Gadis berkacamata itu menghela napas. "Oke."

***

Hai hai selamat malam...
Tetap semangat walaupun ditengah huru hara ini
Tetap bahagia meskipun gak bisa bebas kemana-mana
Badai pasti berlalu
Kita sama-sama berdoa semoga yang terjadi sekarang cepat-cepat berakhir, aamiin

Hayooo ada yang penasaran sama kelanjutannya?
Lanjut kapan nih?

Vote-nya gak lupa kan?

Salam hangat
Iis Tazkiati N
280320

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top