🍪| Epilog
Play: Talk love - K.Will Ost DOTS
Warning: Mature Content
Akhirnya, kita sampai di penghujung
Kisah Mr. Cookies vs Miss Dubu ini
Gimana? Excited gk? (heboh sendiri)
Entah apakah ini pantas di sebut epilog atau tidak karena panjang sekali :") so, happy reading ya, bacanya pelan-pelan aja,
biar nge-feel ♡
Dahyun telah menjalani hari-hari berat dimana ia harus menyelesaikan naskah sekaligus menangani perusahaan yang sibuknya bukan main. Akan tetapi, selama kurang lebih setengah tahun, naskah itu telah berhasil menjadi sebuah buku. Dahyun tidak yakin, apakah ending yang ia tulis itu akan disukai oleh Jungkook atau tidak, karena ia sudah lama sekali tidak menulis. Oleh sebab itu, ia ingin buku ini pertama kali dibaca oleh Jungkook sebelum akhirnya dipublikasikan.
Dahyun memasukan buku itu ke dalam tasnya lantas memastikan apakah semua kebutuhannya untuk berangkat ke Jerman telah siap atau tidak. Ya, gadis itu memutuskan untuk berlibur di Jerman untuk beberapa bulan, sekalian mencari keberadaan Jungkook yang sampai sekarang masih belum memberinya kabar. Padahal ia sudah tahu dari Chanyeol kalau lelaki itu telah sadar dari komanya.
Lagipula, ia sudah benar-benar merindukan lelaki itu. Selama ini, ia cukup tersiksa karena terus dibayang-bayangi keberadaan lelaki itu. Bahkan tak jarang, ia berhalusianasi melihat Jungkook di sekitarnya namun realita juga selalu menamparnya dengan kenyataan kalau itu hanyalah ilusi. Ini gila, ia tidak menyangka kalau Jungkook akan memiliki efek sedemikian besarnya dalam hidupnya.
Setelah terbang selama kurang lebih sembilan jam, Dahyun akhirnya sampai di Berlin. Gadis itu menginap di penginapan selama dua hari sebelum akhirnya kembali menempuh perjalanan ke Hamburg, kota di mana Jungkook tinggal. Ia sudah memiliki alamat rumahnya dari Chanyeol dan hanya butuh sekitar seperempat jam untuk sampai ke sana dari pusat kota. Dan Dahyun sama sekali tidak mengira jika pertemuan mereka akan terjadi secepat ini. Bahkan ia belum sampai di rumah Jungkook, namun lelaki itu kini sudah berdiri di depannya. Dengan setelan olahraga dan peluh di sekitar pelipisnya, lelaki itu menatapnya kaget dan membeku.
Sementara Dahyun sudah tak bisa menahan dirinya lagi, maniknya sudah memanas. Ini bukan ilusi, kan? Dalam hati ia masih bertanya-tanya. Takut, jika apa yang dilihatnya saat ini hanyalah sebuah ilusi yang selalu menghilang disaat ia ingin menggapainya.
Tapi masa bodoh, untuk terakhir kalinya, Dahyun ingin memastikan; apakah lelaki di hadapannya ini nyata atau justru ilusi. Dan ketika tubuhnya telah menghambur ke dalam peluk sang lelaki, Dahyun sudah tak kuasa lagi menahan tangisnya. Dia nyata, bukan ilusi.
Perasaan marah, kesal dan rindu bercampur menjadi satu. Dahyun mendekap pinggang lelaki itu dengan erat, “Bogoshipo, Kookie-ya. Hiks—manhi, aju manhi.”
Tak lama, Jungkook membalas pelukannya sama eratnya. Menghantarkan hangat yang selama ini dirindukan. Namun alih-alih balas mengutarakan rindu, lelaki itu malah mengucapkan kata maaf. “Mianhe, Dahyun-ah. Jinjja mianhe.” Berkali-kali, seolah ia telah melakukan kesalahan yang besar.
Namun Dahyun tak mempersalahkannya, ia pikir Jungkook bennar-benar menyesal karena kembali meninggalkannya tanpa kabar seperti yang ia lakukan di masa lalu. Dahyun tak mempedulikannya, berapa kali pun lelaki ini meninggalkannya maka ia akan tetap menunggu atau justru menemuinya seperti sekarang.
Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Keduanya begitu terhanyut dalam pelukan kerinduan itu sampai Jungkook mengurai pelukannya. Ia mengusap air mata yang mengalir di pipi Dahyun lantas meraih tengkuknya supaya gadis itu mendongak padanya dan beberapa detik kemudian, kedua belah bibir mereka menyatu. Meraka mulai menyalurkan rasa rindu lewat sentuhan yang lebih intim. Sinar matahari yang mengintip dari celah-celah pohon seolah menyinari keduanya. Jalanan di taman itu mulai ramai namun keduanya masih terlarut dalam pangutan memabukan yang penuh kerinduan.
Tanpa Dahyun sadari, ditiap pangutan yang semakin lama semakin menuntut itu, ingatan Jungkook perlahan-lahan mulai muncul ke permukaan. Lelaki itu terus memejamkan matanya, tangannya yang semula memegang tengkuk, kini mulai turun untuk menarik pinggang Dahyun supaya lebih mendekat ke arahnya. Sementara tangan Dahyun yang mencengkram kaos Jungkook mulai naik dan mengalung lembut di lehernya. Gadis itu bahkan sampai harus berjinjit supaya ciuman mereka tidak terlepas.
Dahyun mulai membuka matanya saat merasa pasokan udaranya telah habis, ia meninju dada Jungkook berulang kali sebelum akhirnya lelaki itu menyudahi pangutannya. Keduanya saling memburu oksigen dengan rakus sementara kening mereka masih menempel dengan intim. Bagi Jungkook, ia tidak perlu mengingat seluruh ingatannya hanya untuk dapat mencintai Dahyun karena dengan melihat sosoknya pun, sudah membuatnya jatuh cinta berkali-kali. “Saranghae, Hwang Dahyun.”
Merasa ada yang aneh, Dahyun langsung meninju perut Jungkook pelan seraya terkekeh, “Margaku masih Shin, Mr. Hwang.”
“Eoh? Belum berubah ya? Baiklah, anggap saja itu sebagai simulasi.”
“Simulasi?”
“Ya, simulasi untuk menjadi istriku.”
Dahyun memandang Jungkook seraya tersenyum miring, “Barusan kau melamarku?”
“Mungkin? Ahh—tunggu, kenapa aku merasa tidak asing ya dengan suasana ini.”
“Tentu saja karena ini lamaran keduamu.”
“Jinjja? Pantas saja terasa familiar. Yang pertama kapan?”
Pipi Dahyun tanpa sadar bersemu saat mengingatnya. “Emm … saat di hotel.”
“Kita pernah ke hotel?”
Dahyun berdecak, “Ya! Masa kau tidak ingat? Apa kau lupa ingatan?”
Iya!
“Tidak!” Jungkook menangkup kedua pipi Dahyun yang semakin tirus itu seraya menatapnya lamat. “Kalau aku lupa ingatan, aku pasti sudah mengira kalau kau adalah orang gila.”
Dahyun mengernyit kesal, “Mwo?!”
Jungkook tersenyum lebar, “Kau kurusan, ya? Sepertinya kau terus memikirkanku, ya?”
“Ani! Siapa bilang?”
“Ck, pembual. Tinggal bilang iya saja, apa susahnya. Dasar wanita.”
“Yak!”
“Jangan marah, atau aku akan menciummu lagi.” Dahyun refleks menutupi bibirnya dengan tangan membuat Jungkook terkekeh seraya mengusap rambutnya gemas sebelum akhirnya mengambil koper Dahyun dan menggeretnya menuju gadis itu yang masih berdiri di tempat mereka tadi. “Ayo, biar kuantar kau ke rumah calon mertuamu,” ujarnya santai seraya menggenggam tangan Dahyun untuk ikut berjalan di sisinya.
Sementara Dahyun tersenyum geli, namun dalam benaknya, ia masih tidak mengerti dengan situasi saat ini. Ia bingung, kenapa lelaki ini masih bisa bersikap santai setelah tidak bertemu dengannya hampir setahun lamanya. Lelaki ini bersikap seolah-olah tidak ada hal yang terjadi pada mereka selama setahun terakhir.
“Ya, bukankah ini terasa seperti mimpi?”
Jungkook melirik Dahyun sekilas, “Mimpi? Memangnya kenapa?”
“Ani, hanya saja aku merasa kalau hari ini berjalan terlalu indah dan tenang, padahal minggu lalu aku masih terus memikirkanmu seperti orang gila. Tapi sekarang, kita berjalan bersisian seperti ini seolah tidak ada hal apapun yang telah terjadi diantara kita.”
Jungkook menhentikan langkahnya, membuat Dahyun melakukan hal yang sama seraya menoleh ke arahnya. “Mau kuberi tahu satu cara supaya kau bisa melupakan semua kenangan buruk itu?”
Dahi Dahyun berkerut samar dan tanpa pikir panjang, ia mengangguk. Jungkook tersenyum, lantas menarik kedua bahu Dahyun supaya berdiri berhadapan dengannya. “Tutup matamu.”
Dahyun menutup matanya sesuai perkataan Jungkook. Lelaki itu lantas kembali menutup mata Dahyun dengan sebelah tangan kanannya. “Dalam lima detik, hapus semua ingatan buruk di dalam benakmu. Semuanya, tanpa terkecuali. Jika sulit, maka kau boleh membuka matamu dan lihat apa yang ada dihadapanmu saat ini.”
Jungkook ikut berhitung di dalam hati, dan tepat ketika manik Dahyun terbuka, sebelah tangannya yang semula menutupi mata Dahyun juga ikut menyingkir seolah membuang kenangan buruk di dalam ingatan Dahyun dan membiarkan gadis itu melihat apa yang ada di hadapannya saat ini. Dahyun memilih membuka matanya, itu artinya, ia tidak bisa menghapus semua ingatan buruk itu dalam ingatannya. Jungkook tersenyum begitu lebar sementara gadis itu menatapnya bingung karena kini, hanya wajah tampan Jungkook saja yang bisa ia lihat.
“Pilihan yang bagus.”
Jungkook kembali menangkup wajah Dahyun seraya menundukan kepalanya supaya sejajar dengan Dahyun. “Ingat perkataanku ini. Disaat kau mengingat ataupun sulit melupakan kenangan burukmu, jangan biarkan kegelapan menyelimutimu dan membelenggumu hingga membuatmu jatuh. Tapi bukalah matamu, dan lihatlah ke depan, aku akan selalu ada di hadapanmu. Kalau pun aku pergi, aku pasti akan kembali. Begitupun sebaliknya, seperti saat ini. Disaat aku tidak bisa mendatangimu, justru kau yang datang menghampiriku.”
Perkataan itu seolah menghipnotis Dahyun hingga tanpa sadar, manik gadis itu kembali memanas. Ia mencoba mengalihkan pandangan karena malu terus ditatap sedekat ini tapi Jungkook tak membiarkan gadis itu berpaling darinya.
“Ahh ... memalukan, kenapa kau selalu membuatku terlihat lemah dihadapanmu? Ini—terlalu manis, aku tidak bisa menahannya. Kau benar-benar jahat.”
Jungkook malah tersenyum mendengarnya, “Satu hal lagi, jangan biarkan lelaki lain melihat wajahmu yang sedang menahan tangis ini. Apalagi saat menangis, jangan biarkan lelaki lain melihatnya.”
“Kenapa? kau mau mengolok-ngolokku karena jelek?!”
“Ani.” Tiba-tiba saja Jungkook mengangkat tudung jaket Dahyun dan memakaikannya ke kepala Dahyun hingga wajah gadis itu tertutupi tudung jaketnya sendiri. “Karena kau selalu terlihat cantik! Jadi hanya aku saja yang boleh melihatnya, aku juga tidak mau kalau air matamu itu dihapus oleh lelaki lain karena itu adalah tugasku, dubu-ya,” sambungnya sebelum berlari kabur sembari menyeret koper Dahyun.
Gadis itu langsung membuka tudung jaket yang menutupi kepalanya, lantas mengejar Jungkook yang dengan sialannya telah berlari jauh meninggalkannya. “Ya, Jeon Jungkook! Tunggu aku! Kau harus bertanggung jawab sudah membuatku salah tingkah, sialan!” pekik Dahyun hingga lagi-lagi mengundang perhatian orang-orang di taman. Jangan lupakan, kalau mereka sejak tadi bermesraan dan berbicara dengan bahasa korea di tengah umum di negri Jerman. Otomatis, hal itu bukan hanya membuat mereka terlihat seperti penumpang di negara asal mereka sendiri tapi juga seperti orang bodoh yang tidak bisa mengerti dengan hal apa saja yang tengah keduanya ributkan.
Satu hal yang ada dipikiran mereka saat melihat keduanya kejar-kejaran seperti seekor kucing dan kelinci; mereka muda-mudi yang tengah dimabuk asmara.
Ada banyak hal yang terjadi semenjak Dahyun tiba di Jerman. Saking banyaknya, gadis itu bahkan tidak sempat memikirkan hal lain termasuk pekerjaannya di Korea—liburan kali ini adalah liburan terbaik sepanjang hidupnya. Senyumnya tak pernah luntur semenjak tiba di negeri penyair ini. Dalam kurun waktu satu bulan, keduanya telah menjelajahi berbagai tempat yang cukup populer di Jerman seperti Bradenburg Gate, gerbang kota yang menjadi monumen sekaligus landmark dan ikon paling terkenal di sini.
Ketika melewati gerbang itu, di samping kiri dan kanannya telah tersaji jejeran pohon Linden yang berwana jingga dan kuning keemasan.
Jungkook benar-benar memanjakannya dengan berbagai makanan enak khas Jerman, ya—walaupun tidak semuanya cocok di lidah Dahyun, tapi lelaki itu sukses memulihkan pipinya yang semula tirus jadi kembali berisi. “Ya! Aku sudah kenyang, jangan suapi aku terus!” protes Dahyun dengan mulut yang penuh makanan. Sementara Jungkook malah tertawa puas setelah menjejalkan potongan terakhir apfelstrudel—kue berbahan dasar apel khas Jerman— yang mereka beli barusan.
“Sudah jangan banyak bicara, bibirmu jadi belepotan, kau menyukainya juga kan.” Dengan lembut, Jungkook membersihkan remah roti dan potongan apel kecil disekitaran bibir Dahyun lalu memakannya dengan santai. “Emm … enak, apa kita harus membeli satu lagi?”
“Terserah! Perutku sudah sangat penuh.” Dahyun memegangi perutnya yang sudah akan meledak. “Hah … sepertinya aku sudah tak sanggup berjalan lagi, kita istirahat dulu ya?”
Jungkook menghentikan langkahnya, lantas mengedarkan pandangannya, mencari tempat yang kosong supaya mereka bisa beristirahat sejenak dengan tenang. “Oh, ayo kita ke dekat jembatan itu, masih ada satu bangku yang kosong.”
Dahyun melihat ke arah bangku yang Jungkook tunjuk lalu menggeleng, “Terlalu jauh, aku malas.”
Jungkook berdecak lantas mendekati gadisnya yang tiba-tiba saja menjadi sangat rewel. “Ya, apa aku harus menggendongmu?”
“Memangnya kau bisa? berat badanku ini sudah bertambah dua kilo gram asal kau tahu dan itu semua karenamu.”
“Tentu saja aku bisa! kakiku ini sudah dua kali operasi dan kini jadi sekuat baja.” Jungkook langsung membelakangi Dahyun dan berjongkok di depannya. “Naiklah.”
“Ahh dwaesseo! aku masih bisa berjalan.”
*Ahh, tidak usah!
“Ck, Hwang Dahyun. Jangan buat aku malu,” desak Jungkook.
Dahyun mencebik namun beberapa detik kemudian lengannya telah mengalung di leher Jungkook. Gadis itu mengulum bibirnya dengan pipi bersemu saat Jungkook mulai menggendongnya perlahan menuju bangku di dekat jembatan yang berbatasan langsung dengan sungai. “Ya, kita sudah menikah sejak dua hari yang lalu, tapi kenapa aku masih tak terbiasa dengan marga baruku yang sekarang,” celetuk Dahyun pelan membuat Jungkook tersenyum geli.
Iya, tak lama setelah Dahyun sampai di sini, kedua orangtua Jungkook telah memutuskan tanggal pernikahan mereka. Mengadakan pernikahan untuk mereka tidak sesulit yang dipikir karena kedua belah pihak telah saling mengenal sejak lama. Mungkin terkesan terburu-buru, tapi ada baiknya pernikahan itu cepat digelar, mengingat Jungkook yang selalu mencari cara untuk dapat tidur sekamar dengan Dahyun.
“Kenapa kau diam saja? aku sangat berat, ya?” tanya Dahyun saat tak mendapati balasan apapun dari Jungkook.
“Eoh,” balas Jungkook tanpa berpikir membuat Dahyun langsung memukul bahunya kesal. “Ck, kau ini tidak romantis sekali. Seharusnya walau aku berat, kau harus bilang kalau aku ini seringan kapas!”
“Iya iya, kau ini seringan bulu hingga aku bisa mengangkatmu dengan satu jari.”
“Itu terlalu berlebihan!”
Jungkook berdecak, dalam hati ia membatin, dasar wanita, untung sayang.
Begitu sampai, Jungkook langsung menurunkan Dahyun di salah satu bangku. Lelaki itu menghela napas berat, agaknya ia kelelahan karena jarak dari tempat mereka tadi menuju bangku dekat jembatan ini memang agak jauh. Tanpa banyak bicara, Jungkook langsung menidurkan kepalanya di paha Dahyun. “Hah … himdeuro.”
*Hah ... Aku lelah
Dahyun tersenyum tipis, ia mengusap rambut Jungkook yang mulai memanjang itu dengan jari lentiknya, “Cape? Sudah aku bilang tidak perlu di gendong.”
Jungkook memejamkan matanya, “Ani, aku ingin melakukannya. Kau tahu, saat aku menggendongmu tadi, kakiku sama sekali tidak sakit. Tidak sia-sia selama ini aku rutin berolahraga, kakiku benar-benar pulih seperti sedia kala.”
“Charaesseo. Tapi kau jangan terlalu memaksakannya. Kau harus berolahraga sesuai porsinya, jangan berlebihan.”
“Arrasseo.” Jungkook membuka matanya, memergoki Dahyun yang sejak tadi terus memandangi wajahnya dari atas. “Malam ini kita jadi menginap di sini, kan? Aku memesan penginapannya.”
“Mwo? Eodi?”
“Di dekat sini. Kalau kita memaksakan pulang akan butuh waktu semalaman di jalan. Jadi kita habiskan malam terakhir kita di sini saja, lusa nanti kita kan sudah harus kembali ke Seoul untuk mengurus segala urusan pernikahan,” jelas Jungkook panjang lebar.
“Kalau kau sudah mengaturnya begitu kenapa masih bertanya? Aku ikut saja asal kau tidak macam-macam.”
Wajah Jungkook langsung berubah masam. “Apa kau benar-benar tidak mau kita ‘melakukannya’? Aku bisa pakai pengaman supaya kau tidak cepat hamil.”
Dahyun langsung menyentil bibir Jungkook pelan. “Ya! Ini ditempat umum! Jangan bicara sembarangan!”
“Kau lupa? Ini Jerman, mereka mana mengerti apa yang aku ucapkan barusan.” Jungkook mendelik, masih tak terima jika malam ini mereka hanya akan tidur seranjang saja seperti biasa. “Ck, kau benar-benar tidak mau?” tanyanya lagi.
“Y-ya, kita bisa tidur berpelukan seperti biasa. Jangan meminta yang aneh-aneh.”
“Ck, bukankah kita sudah menikah? Kita sedang berbulan madu, tapi kita bahkan belum pernah melakukannya sejak malam pertama.” Jungkook mencebik seraya kembali memejamkan matanya, karena sinar matahari, lelaki itu memiringkan kepalanya jadi menghadap ke perut Dahyun, mencari kenyamanan di pangkuan wanitanya.
“Kau merajuk?” tanya Dahyun.
Jungkook tak menjawab, namun suara dengkuran halus dengan deru napas teratur dapat dirasakan oleh Dahyun tak lama kemudian. Gadis itu tersenyum tipis dan kembali mengusap rambut hitam legam Jungkook dengan lembut. “Jungkook-ah, kau benar-benar tidur?”
“Hmm,” Jungkook berdehem kesal membuat Dahyun tak kuasa menahan senyum.
“Kau benar-benar menginginkannya, ya?”
Jungkook langsung membuka matanya, namun ia masih menelusupkan kepalanya di perut Dahyun sehingga gadis itu tak menyadarinya. Dahyun menggigit bibir bawahnya gugup. Well, entah kenapa ia jadi terpikirkan hal gila yang ingin Jungkook lakukan malam ini.
“Umm … kupikir kita bisa melakukannya … malam ini,” putusnya setelah berpikir sesaat.
“Jinjja?” Jungkook langsung bangkit dan menatap Dahyun yang kaget dengan mata yang berbinar senang. “Kita akan melakukannya malam ini?” tanyanya lagi dengan semangat.
Jarak wajah mereka saat ini begitu dekat, apalagi konteks pembicaraan mereka yang mengarah ke hal dewasa membuat Dahyun semakin salah tingkah. “Ahh … umm … ya. Ta-tapi … “ Dahyun menunduk. “Kau harus pakai … pengaman,” cicitnya dengan wajah memerah, membuat Jungkook tak kuasa menahan gemas.
Jungkook langsung meraih wajah Dahyun dan menghujaninya kecupan kilat bertubi-tubi di pipi dan bibirnya. “Gumawo.”
Dahyun tersenyum, lantas memejamkan matanya saat lelaki itu kembali mencium bibirnya. Sinar matahari yang membias di permukaan sungai yang biru seolah menjadi pemandangan indah pangutan keduanya kali ini.
Beberapa pasangan muda yang melihat mereka seolah dapat merasakan luapan cinta keduanya. Tak dapat dipungkiri kalau Dahyun dan Jungkook telah menyedot perhatian semenjak Jungkook menggendong Dahyun hingga sampai di bangku yang kini mereka berdua duduki.
Mereka pikir, Jungkook benar-benar lelaki yang lucu, romantis dan pengertian. Namun mereka tidak tahu saja, dibalik wajah dan tingkahnya yang lucu itu, terselip seorang lelaki mesum yang keras kepala—dan hanya Dahyun saja yang mengetahui sisi itu.
Dahyun menyembunyikan tubuh telanjangnya di balik busa-busa yang memenuhi bathub. Kedua pipinya merona saat tiba-tiba saja, Jungkook masuk ke dalam bathub yang sama dengannya, membuat tubuh polos mereka kini saling bersinggungan. “Y-ya, bagaimana bisa kau masuk ke sini?” cicitnya panik sekaligus gugup.
Beberapa menit yang lalu, mereka telah sampai di penginapan. Dahyun memutuskan untuk mandi lebih dulu sementara Jungkook menungunya di luar, namun tanpa diduga, lelaki itu malah bergabung dan kini ikut berendam di dalam bathub yang sama dengannya.
“Aku bosan menunggu diluar jadi kenapa kita tidak berendam bersama saja?” celetuk Jungkook santai seraya merebahkan tubuhnya di sandaran bathub seberang Dahyun. Ya, sebenarnya ini adalah bathub couple yang memiliki ukuran dua kali lebih besar dari bathub biasa, namun tetap saja, Dahyun agak tidak nyaman karena tubuh polosnya ini tetap saling bersentuhan dengan tubuh Jungkook. Menghantarkan gelenyar aneh yang membuat sesuatu dalam dirinya terasa meledak dan panas.
“A-aku sudah selesai—“
“Kau takut?” potong Jungkook, membuat Dahyun lagi-lagi mengalihkan pandangan.
“Eoh, a-ani maksudku ... ini baru pertama kali jadi ... aku malu,” cicitnya seraya menunduk dan menggigit bibir bawahnya gugup.
Lelaki itu menggeser tubuhnya mendekat, hingga tubuh bagian atas mereka saling bersinggungan dengan intim. “Kau mencintaiku?”
“M-mwo?”
Jungkook menatap Dahyun lamat, “Kau mencintaiku?” tanyanya lagi.
“Tentu saja! kau masih bertanya?”
“Kau percaya padaku?”
“Iya.”
“Lalu? Kenapa kau masih ragu?”
Dahyun terdiam. Jungkook meraih dagunya membuat gadis itu mendongak dan menatap matanya, “Saranghae, Shin Dahyun.”
Gadis itu tanpa sadar mengernyit, “Shin?”
Jungkook tersenyum gemas, “Wae? Kau ingin dipanggil Hwang Dahyun? tapi kau kan tidak menyukainya. Walaupun kau sudah menjadi milikku, aku tidak akan memaksamu kalau kau tidak mau.” Jungkook membalikan ucapan Dahyun membuat gadis itu meringis malu. Tanpa sadar, Dahyun sudah terbiasa dengan panggilan Hwang Dahyun dari Jungkook, hingga membuatnya lupa dengan marganya sendiri.
“Ya! Apa kau marah padaku? sikapmu jadi menyebalkan,” sungut Dahyun tak terima.
“Ani, aku hanya kesal saja karena kau masih ragu dan tidak percaya padaku padahal kita sudah menikah.”
“Apa aku harus melakukan itu denganmu supaya kau percaya kalau aku percaya padamu? Apa itu segalanya? Sangat penting?”
“Eoh.” Jungkook menatap Dahyun tanpa ekspresi, membuat gadis itu merasa terintimidasi. “Itu sangat penting untukku. Kau pikir sudah berapa lama aku memimpikan malam ini? apa aku tidak pantas mendapatkannya? Bahkan setelah kita menikah?” Jungkook agak menaikan nada bicaranya, membuat Dahyun tersentak hingga maniknya berkaca-kaca.
Lelaki itu meringis kesal, “Aiisshh jinjja, aku benar-benar tidak bermaksud membentakmu. Mian, sepertinya aku terlalu berlebihan.” Jungkook perlahan menjauh dan keluar dari bathub itu. Dengan cepat ia membilas tubuhnya di bilik kaca tepat di depan bathub lalu ke luar dari kamar mandi ini dengan bathrobe yang membalut tubuh telanjangnya.
Sementara Dahyun masih terdiam di bathub itu. Perkataan Jungkook barusan sangat menamparnya. Selama ini ia merasa takut dan belum siap tapi ia tidak menyangka jika hal itu justru sangat menyiksa Jungkook.
Begitu Dahyun ke luar dari kamar mandi, gadis itu agak tersentak saat sepasang lengan kekar langsung memeluknya dengan erat dari belakang.
“Mianhe,” bisik Jungkook tepat di samping telinganya. Lelaki itu menyusupkan kepalanya di ceruk leher Dahyun membuat napasnya terasa menggelitik leher jenjang gadis itu.
“Mianhe, aku terlalu bersemangat tadi. Lagipula memang tidak seharusnya kita melakukannya sekarang, masih ada dua bulan lagi. Aku masih harus menunggu, dan akan selalu menunggu, sampai waktu yang tepat tiba,” terang Jungkook lagi, ia benar-benar tidak mau merusak malam ini. Apalagi bayangan manik Dahyun yang berkaca-kaca tadi membuatnya semakin merasa bersalah.
“Aniya, Kookie-ya.” Dahyun melepaskan pelukan Jungkook di pinggangnya, lantas membalikan tubuhnya hingga berhadapan dengan Jungkook.
“Ayo kita lakukan saja, malam ini,” ucap Dahyun mantap seraya memandang Jungkook dalam.
Dahyun sudah memikirkan soal ini sejak tadi, dan keputusan telah bulat kalau ia bersedia melakukannya.
Jungkook menggeleng, “Ani, malam ini sebaiknya kita tidur saja. Sekarang sudah sangat malam.” Lelaki itu mengelus rambut Dahyun yang masih agak basah itu dengan lembut, namun Dahyun langsung berjinjit dan mendaratkan kecupan di bibirnya. “Saranghae, My Cookie.”
Dahyun sengaja menggoda Jungkook namun lelaki itu hanya mengulas senyum tipis, “Emm… nado. Kau cepatlah berpakaian, kita harus segera tidur.” Lelaki itu menepuk kepala Dahyun pelan sebelum beranjak pergi ke luar kamar, namun lagi-lagi Dahyun menahannya dengan memeluknya dari belakang.
“Aku … tidak mau tidur. Ayo, kita lakukan saja di sini,” pinta Dahyun lagi.
Jungkook menghela napas, sebisa mungkin ia menahan gairahnya yang memang sejak tadi ingin dituntaskan. Bohong jika ia tidak ingin melakukannya, bahkan ia juga tidak percaya kalau selama ini dirinya kuat tinggal bersama dengan Dahyun di apartemennya tanpa pernah melakukan itu sekalipun. “Sekarang sudah sangat malam, kau bisa sakit.”
Dahyun melepaskan pelukannya. “Kau … menolakku?” lirihnya dengan napas tercekat, membuat Jungkook segera berbalik itu melihat ke arahnya. “Ani, aku hanya menghormati pilihanmu. Kita bisa melakukannya nanti setelah kau siap.”
“Tapi aku sudah sangat siap.”
“Aku tahu ... Mwo?!”
“Iya, jadi ayo kita lakukan itu ... malam ini.”
“Ya Shin Dahyun!”
“Hwang Dahyun!” Air mata Dahyun mengalir begitu saja dari maniknya. “Panggil aku Hwang Dahyun karena aku istrimu.” Jungkook membeku, terlalu kaget mendengarnya.
“Jadikan aku milikmu sepenuhnya, malam ini,” sambungnya sembari menarik senyum lebar.
Jungkook melangkahkan tungkainya mendekat hingga tak menyisakan jarak sedikitpun. “Kau tidak akan menyesal? Apa kau tahu arti dari perkataanmu barusan?”
Dahyun mengangguk seraya menarik senyum tipis. “Aku ingin menghabiskan malam terakhir ini bersamamu.”
“Sungguh? Kau benar-benar tidak akan menyesalinya? Bagaimana jika aku pergi lagi sebelum kita sempat menikah?”
“Ani, aku tidak akan menyeselinya karena aku melakukannya bersamamu. Kau suamiku dan aku percaya padamu, kau berhak atas tubuhku.”
“D-Dahyun-ah—”
Jungkook terdiam saat Dahyun kembali mengecup bibirnya hingga sesuatu dalam dirinya terasa ingin meledak, bahkan kedua telinganya memerah. Shit, Dahyun benar-benar menggodanya.
“Kau terlalu banyak bicara. Ini tawaran terakhir, mau atau tidak?” tanya Dahyun, masih mengalungkan lengannya di leher Jungkook.
Tentu saja, Jungkook tersenyum senang, salah besar jika Dahyun melakukan hal ini kepadanya karena ia jadi tidak bisa menahan diri lagi, “Mana mungkin aku bisa menolak?” terangnya seraya menangkup kedua pipi Dahyun. “Kau yang memulai jadi jangan marah kalau aku terus melakukannya walaupun kau sudah lelah,” bisiknya tepat di depan bibir Dahyun.
Gadis itu mengangguk seraya tersenyum lebar, “I'm yours, Mr. Hwang.” Tak lama, Jungkook lantas meraih tengkuk Dahyun dan menyatuhkan kedua belah bibir mereka. Tangannya mendekap tubuh Dahyun yang hanya berbalut handuk itu dengan erat seiring dengan pangutannya yang semakin meliar.
Suara decapan lidah telah memenuhi kamar itu, Jungkook begitu mendominasi sementara Dahyun berusaha terus mengimbangi alur permainan lidahnya yang menuntut.
Dengan mudah, Jungkook memangku tubuh Dahyun ala bridal dan menidurkannya perlahan di atas ranjang tanpa menghentikan ciumannya. Tak lama, ciumannya turun, dari rahang menuju leher putih Dahyun yang menguarkan wangi memabukan. Dahyun mendongak, memberikan akses supaya lelaki itu bisa menyesap lehernya semakin jauh.
Kedua tangannya meremat bahu Jungkook cukup kuat seiring dengan pergerakan tangan Jungkook di dadanya. Entah sejak kapan, handuk yang membalut tubuh Dahyun itu kini telah teronggok di atas lantai, membuat tubuhnya kini polos—tanpa sehelai benang pun.
Dengan terburu-buru, Jungkook juga melepaskan seluruh pakaiannya. Posisi Jungkook berada diantara kedua kaki Dahyun, membuat gadis itu mengangkang. Kedua pipi Dahyun merona sementara maniknya telah sayu saat melihat tubuh kekar Jungkook terpampang di hadapannya. Dengan lembut, Jungkook kembali mengecup seluruh wajah Dahyun penuh kehangatan.
“Aku akan melakukannya dengan pelan. Kalau sakit, kau bisa mencakar punggungku,” bisik Jungkook tepat di perpotongan leher Dahyun, membuat gadis itu mengangguk sembari menggelinjang geli.
Sebelah tangan Jungkook turun dan membelai milik Dahyun sebentar sebelum akhirnya memasukan satu jarinya ke dalamnya. “Ahh—mmpphh.” Jungkook langsung membungkam bibir Dahyun saat satu jarinya telah masuk ke dalam milik Dahyun. Rasanya sangat sempit hingga Jungkook menggeram dalam ciumannya. Milik Dahyun benar-benar ketat dan basah.
Dari satu menjadi tiga jari. Peluh telah menguar dari tubuh Dahyun padahal itu baru jari Jungkook yang masuk belum miliknya. Tangan Dahyun meremas rambut Jungkook di atasnya. “Ahh—pallii—“ jerit Dahyun karena tersiksa dengan permainan Jungkook di intinya. Namun tepat ketika Dahyun akan meledak, Jungkook langsung memasukan miliknya yang telah memakai pengaman dalam satu kali hentakan hingga darah keluar dari inti sang gadis—yang kini telah menjadi seorang wanita seutuhnya.
“Ahhh!”
Jungkook mendiamkan miliknya di dalam sebentar seraya menghapus air mata yang keluar dari sudut mata Dahyun. “Apa sangat sakit?” tanyanya dengan suara beratnya seraya mencium kening Dahyun lama. Dahyun mengangguk pelan, membuat lelaki itu kembali memangut bibirnya lembut untuk mengalihkan Dahyun dari rasa sakit di bawah sana.
Napas keduanya begitu memburu ketika tautan itu terlepas. “Aku gerakan ya?” Dahyun kembali mengangguk dan detik selanjutnya, Jungkook menggerakan miliknya keluar masuk inti Dahyun dengan lembut. Ia menggeram, merasakan miliknya yang dijepit dengan erat, sementara Dahyun sudah tak bisa menahan desahannya lagi. Kedua tangannya mencengkram bahu Jungkook hingga meninggalkan bekas namun hal itu sama sekali tidak mempengaruhinya. Lelaki itu justru malah semakin menaikan temponya, membuat ranjang yang mereka tempati berdecit heboh.
Malam itu, keduanya terus mendesahkan melodi cinta sepanjang malam. Bahkan ketika jam telah menunjuk angka dini hari, kegiatan itu masih terus berlanjut. Keduanya terlalu terbuai dalam kenikmatan hingga melupakan waktu yang terus berjalan, bahkan status yang masih belum pasti. Namun siapapun tahu, kalau cinta keduanya tidak akan pernah tergantikan, bahkan ketika memori Jungkook terenggut, Dahyun masih mampu menghadirkan cinta itu hanya dalam sekejap.
Satu hal yang menjadi saksi percintaan mereka, adalah buku karangan mereka sendiri, Dahyun mungkin tidak tahu kalau Jungkook hampir membacanya setiap malam hanya untuk kembali mengingat momen yang telah mereka lalu. Dan semua itu telah tertulis dengan apik di dalam bukunya, Mr. Cookies and His Dubu.
Sesaat, ingatan saat Jungkook pertama kali membaca seluruh isi bukunya yang telah dicetak kembali terlintas. “Apakah akhir yang ‘happily ever after’ itu memang ada? Bukankah itu hanya ada dalam dongeng?” tanya Jungkook. Saat itu keduanya telah menikmati sunset bersama di balkon kamar Jungkook.
“Entahlah, tapi sepertinya ada, hanya saja, orang-orang sibuk mencari kebahagiannya sendiri hingga tidak sempat memikirkan hal lain. Dan aku—ingin menjadi saksi kalau kehidupan yang berakhir bahagia selamanya itu memang ada.” Dahyun menyamankan kepalanya yang bersandar ke bahu Jungkook, sementara lelaki itu mulai mendekapnya dengan erat dari samping.
Jungkook memandang Dahyun yang masih memandangi sunset itu dengan senyum tipis. Sinar jingga yang terpantul dari cahaya matahari itu membuat wajah Dahyun terlihat lebih bersinar dari biasanya. Jungkook langsung mengecup pipi Dahyun kilat hingga membuat wanita itu menoleh, “Ada apa?” tanyanya.
“Alih-alih menjadi saksi, maukah kau membuktikan akhir itu bersamaku? Kita juga harus mewujudkan bagian akhir buku itu, kan? Karena isi buku itu adalah kisah kita berdua.”
Dahyun tersenyum, lantas menangkup kedua pipi Jungkook itu sebelum mendaratkan ciuman di bibirnya, “Eoh, dengan senang hati, Mr. Cookie.”
——————
Mr. Cookies vs Miss Dubu The End
——————
Hai, akhirnya cerita ini resmi tamat setelah memakan waktu hampir lima-enam bulan :') jujur, aku gk pernah nyangka kalo cerita ini bisa mendapat respon yang sangat baik dari kalian karena ini adalah cerita dahkook pertamaku >_< dan tentu saja, aku mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepada kalian 😭 yang sudah sudi meluangkan waktunya untuk membaca kisah dahkook disini😊 semoga kalian bisa memetik sedikit pelajaran dari cerita ini ya, hehe
Sampai jumpa di wawancara eksklusif dahkook yang akan dirilis besok yaa 😂 akan ada banyak kejutan dan info terkait cerita ini juga kedepannya. Oh ya, kira-kira reaksi jk pas baca question dari kalian kemarin gmn ya 🌚 ada yang mau nebak?
See you ♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top