🍪6| Date on Research

           Dahyun kembali melirik jam tangannya untuk yang kesekian kalinya. Sekarang sudah jam sepuluh, dan si lelaki sialan yang membuatnya tidak jadi ikut dengan Jaehyun malah belum menampakan batang hidungnya.

          Dahyun berdecak seraya menghela napas kasar, “Ck! Seharusnya aku tidak menurutinya! Buang-buang waktu saja!”

          Gadis itu menghentakan kakinya kesal, lantas memutuskan untuk kembali ke flat-nya. Namun belum juga sampai, sebuah mobil sport sudah terparkir manis di depan gedung flat-nya.

          “Dub-ttungie! Annyeong!” teriak Jungkook seraya melambai-lambai dengan senyum tanpa dosanya. Lelaki itu mengenakan sweater berwarna abu-abu yang dipadukan dengan mantel berwarna cream—yang entah kebetulan macam apa, Dahyun juga mengenakan mantel berwarna senada dengannya.

          Dahyun melengos, “Cih, dasar tak tahu malu.”

          “Ya! Palli!” teriak Jungkook lagi yang membuat Dahyun ingin melemparkan sepatu haknya ke gigi kelincinya itu.

          Dahyun langsung masuk ke dalam mobil dengan raut wajah datarnya. "Bagimu sekarang jam tujuh, ya? Maaf ya, aku terlambat," sindir Dahyun sinis tanpa mau melihat ke arah Jungkook.

          Merasa tersindir, Jungkook menggaruk belakang lehernya sembari cengengesan. "Iya, aku telat bangun. Kau sih, tidak membangunkanku."

          “Mwo?" Dahyun menatap Jungkook tak percaya. "Kenapa kau jadi menyalahkanku? Itu kesalahanmu!"

          “Tidak, ini salahmu karena membuatku sulit tidur tadi malam.”

          “Mwo? naega wae?!

          “Sudahlah, cepat pakai seatbelt-nya. Kita akan berangkat!” Jungkook mulai menyalakan mobilnya.

          “Tunggu, kita akan pergi kemana?”

          “Oh ya, aku lupa memberitahumu kalau tugasmu sekarang menjadi tour guide-ku.”

           “Hah? Tour guide?”

           “Iya, aku harus segera menyelesaikan novelku, kan? Jadi aku perlu meriset beberapa tempat di Seoul untuk kebutuhan ceritaku. Dan karena aku baru kembali ke sini, jadi kau harus menjadi tour guide-ku.”

           “Tapi—”

           “Let's go!”

          Tour Guide apanya.

          Seharian ini, Dahyun malah merasa sedang melakukan kencan dengan Jungkook.

         “Dub-ttungie! Ayo kita naik wahana itu!” teriak Jungkook hingga mengundang tatapan aneh dari orang-orang. Ralat, hanya para lelaki yang demikian karena para wanita malah menatap Jungkook gemas.

          Tidak, ini bukan kencan. Lebih tepatnya, Dahyun seperti sedang membawa seorang bocah lima tahun yang baru keluar dari rumah. Dengan sebelah tangannya yang memegang permen kapas, Jungkook langsung menarik tangan Dahyun paksa saat melihat gadis itu masih bergeming di tempatnya.

          “Ayolah, aku baru pertama kali ke tempat seperti ini,” bujuknya untuk yang kesekian kalinya. Dahyun rasanya ingin pulang saja saat Jungkook terus saja menarik tangannya kesana kemari.

          “Apa di Jerman tidak ada tempat seperti ini?” tanya Dahyun sarkas saat lelaki itu dengan semangat membawanya naik bianglala.

          “Tentu saja ada, tapi disana tidak ada kau,” ujarnya sembari tersenyum menatap Dahyun. Gadis itu berdeham lantas memalingkan wajahnya salah tingkah. Pipi meronanya tak luput dari pandangan Jungkook, membuat lelaki itu tersenyum geli.

           Keduanya melihat pemandangan Seoul dari sudut pandang yang baru saat bianglala mulai bergerak dan membuat kabin yang mereka tumpangi perlahan naik. Dilihat dari atas sini, Seoul terlihat semakin cantik. Perpaduan antara pohon-pohon dengan gedung pencakar langitnya terlihat sangat rapi, menambah kesan estetika yang kaya warna. Bukan hanya Jungkook, tapi Dahyun juga sangat terpesona saat melihat pemandangan itu.

           “Wah, neomu yeopeda. Sudah lama sekali aku tidak naik ini,” ujar Dahyun takjub.

           “Memangnya kapan terakhir kali kau kemari?” tanya Jungkook.

           “Sudah lama sekali, aku menaiki wahana ini bersama ayah.”

           “Oh ya, bagaimana keadaan aboeji? Aku belum mengunjungi ayah dan ibumu. Mereka pasti masih mengingatku, kan?”

           Dahyun tersenyum miris sembari memandang kosong ke arah jendela kaca yang menampilkan pemandangan indah itu. “Mereka sudah meninggal. Empat tahun yang lalu,” ujarnya. Gadis itu kembali menyeruput minumannya sementara Jungkook menatapnya dalam. Lelaki itu lantas mengulurkan tangannya lalu menepuk bahu Dahyun perlahan sembari merangkulnya dari samping.

           “Gwenchana. Mereka pasti sangat bahagia di sana ketika melihat putri kecilnya sudah tumbuh dewasa. Aku tahu, melepas kepergian seseorang itu sulit, apalagi kedua orang tua. Pasti sangat menyakitkan tapi tak apa, aku akan selalu bersamamu mulai sekarang,” ujar Jungkook, berusaha menghibur Dahyun.

           Manik gadis itu sudah berkaca-kaca, ia menghela napas panjang lalu menyingkirkan tangan Jungkook dari bahunya. “Itu tidak perlu. Aku sudah mengikhlaskan mereka. Kau juga tidak harus selalu ada sisiku, aku bisa mengurus hidupku sendiri.”

           Begitu bianglala berhenti berputar dan kabin mereka sudah berada di bawah, Dahyun segera ke luar dari sana, disusul oleh Jungkook yang menghela napas panjang. Lelaki itu tahu kalau saat ini Dahyun sedang marah padanya, namun ia tak kehabisan akal.

            Jungkook langsung menarik tangan Dahyun saat gadis itu terlihat akan pergi meninggalkan tempat ini.

           “Ya, Hwang Jungkook! Aku sudah lelah! Sebenarnya apa yang sedang kita lakukan? Riset apanya! Ini malah membuang-buang waktuku!” cerocos Dahyun saat Jungkook lagi-lagi menarik tangannya ke sana kemari.

           “Hey, asal kau tahu ya, bersenang-senang itu hal yang sangat penting dilakukan sebelum riset!” Jungkook masih membantah, namun melihat peluh di kening putih Dahyun membuatnya agak iba.

            “Baiklah, satu wahana lagi saja ya? Setelah itu mari kita melakukan riset. Bagaimana?" tawar Jungkook.

            “Okey, aku akan menunggumu di sini.” Dahyun langsung duduk di salah satu kursi yang disediakan di jalanan, namun Jungkook langsung menariknya lagi. Lelaki itu paham betul kalau dibiarkan sendiri, gadis itu pasti sebentar lagi akan menangis karena teringat orang tuanya.

           “Kau harus ikut!”

            “Shiro!”

            “Sudahlah, percaya padaku. Kau pasti akan menyukainya, okey?

            Dahyun mengalah. Pada akhirnya, si kelinci besar ini yang menjadi pemenangnya. Satu hal yang tak Dahyun sadari adalah lengan Jungkook yang terus menggenggamnya erat hingga sampai di sebuah wahana pertunjukan.

            Mereka mengambil tempat duduk di podium tengah—tempat yang sangat strategis untuk menonton. Pertunjukan lumba-luma dan anjing laut ini memang cukup terkenal. Bahkan saking terpesonanya dengan pertunjukan hewan-hewan menggemaskan itu, senyum Dahyun tanpa sadar selalu mengembang. Kesedihan yang sempat singgah dalam benaknya otomatis menghilang, tergantikan oleh perasaan gembira ketika melihat hewan menggemaskan itu melompat ke sana kemari.

            Hal itu tentu tak dibiarkan begitu saja oleh Jungkook. Ia meraih kamera kecilnya dalam saku, lantas memotret Dahyun yang tengah tersenyum dari pinggir. Kedua sudut bibirnya otomatis terangkat membentuk senyuman begitu melihat hasil jepretannya yang sempurna.

            “Kyeopta.”

            “Hm? Kau bilang apa barusan?” tanya Dahyun, namun ia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.

            “Ah? Tidak, mereka sangat lucu bukan?” alibi Jungkook, mengalihkan pada anjing laut itu yang tengah menari-nari.

            Dahyun mengangguk semangat. “Sangat! Seharusnya kau mengajakku ke sini sejak tadi!”

            “Okey, lain kali aku akan membawamu ke sini lagi.”

            “Jinjja?

            “Kau begitu ingin pergi denganku, ya? Bersemangat sekali,” goda Jungkook seraya mencolek dagu Dahyun gemas.

             “Eyy, mwoya ... aku tidak ingin pergi bersamamu, tuh? Aku akan mengajak Jae Oppa," balas Dahyun tak mau kalah.

             “Mwo? Tidak boleh!”

             “Kenapa tidak boleh? Kau bukan pacarku! Jadi tak usah mengatur hidupku!”

              “Tapi aku kan—”

              “Sudahlah, aku jadi tidak mood! Kau selalu membuatku kesal!” Dahyun mencebik, lantas membalikan tubuhnya seraya menatap Jungkook tajam.

              “Lagipula jabatanku lebih tinggi darimu, kan? Seharusnya aku yang memberimu tugas! Bukan sebaliknya! Ayo kita pulang!” ketus Dahyun seraya pergi lebih dulu meninggalkan Jungkook jauh di belakangnya.

             Sementara Jungkook malah menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Pikiran wanita itu rumit, ya? Cepat sekali berubahnya."

            “Jadi, kau sudah tentukan apa genre novel yang akan kau buat?”

           Saat ini keduanya tengah duduk di atas rerumputan taman yang telah digelar tikar sebelumnya. Dahyun sudah mengenakan kaca mata bulatnya dengan sebuah buku notes di tangannya sementara Jungkook tengah memangku dagunya dengan mulut yang tak berhenti mengunyah cookies yang ia bawa dari rumah.

           “Genre yang paling kubenci, romance.”

           “Mwo?” Dahyun mengernyit bingung. Ia meletakan notesnya ke meja dengan kesal. "Bagaimana kau bisa menulis novelmu jika kau sendiri membenci genre itu? kau pikir menulis novel itu mudah?"

           Sementara Jungkook malah mengangkat kedua bahunya acuh. “Tidak tahu, itu keinginan Donghwa hyung dan ibuku. Lagipula aku sudah terlanjur menandatangani kontrak.” Tangannya kembali menyomot cookies lalu memakannya lagi.

           Dahyun mengurut keningnya yang terasa pening. Gadis itu bahkan sudah menggigit bibir bawahnya menahan kesal. “Ya, sebenarnya kau serius tidak? Kalau kau tidak suka dengan genrenya kenapa ditanda tangani?!”

           “Itu sebabnya aku meminta bantuanmu.”

           “Hah?

           “Iya. Selama ini aku bisa menulis kerangka cerita untuk webtoon-ku tapi genrenya bertolak belakang sekali. Apalagi sekarang latar tempatnya harus di Korea, aku jadi harus menyesuaikan diri lagi, bukan? Itu sebabnya aku meminta bantuanmu.”

            “Ya, Jungkook-ah, dengar. Menulis novel itu bukan hanya soal riset dan merangkai kata saja. Menulis juga harus memiliki feel supaya pembaca dapat merasakan dan menerima pesan yang akan kau sampaikan nanti. Kau pikir itu pekerjaan yang mudah?”

            Jungkook mengurungkan niatnya untuk mengambil potongan terakhir cookies-nya. Obsidiannya kini menatap Dahyun serius, sangat intens hingga membuat suasana seketika berubah hening. “Tentu saja aku tahu kalau itu sulit. Makanya aku meminta bantuanmu.”

           “Bantuan apa?”

           Jungkook menyangga dagunya dengan satu tangan, membuat wajahnya kini sejejar dengan wajah Dahyun. “Kau suka menulis, kan? Bukankah impianmu dulu ingin menjadi seorang penulis?”

          “M-mwo?”

          Jungkook masih mengingatnya? Batin Dahyun

          “Aku benar, kan? Jadi bantu aku menyelesaikan novel itu dan ...," Jungkook menatap Dahyun lembut seraya menyunggingkan smirk-nya. “Bantu aku merasakan apa itu cinta, supaya novel yang akan kita kerjakan memiliki feel yang nyata.”

          “Apa maksudmu?”

          Jungkook meraih satu tangan Dahyun, lantas menggenggamnya dengan erat. “Kau tahu maksudku. Aku ingin hubungan kita yang seperti dulu. Lupakan soal masa lalu dan kita mulai semuanya dari awal lagi. Kau ... Mau, kan?”

           Dahyun terdiam sementara Jungkook terus menatapnya dalam sembari mengulas senyum terbaiknya. Tidak ada candaan, justru sorotan tulus yang terpancar dari matanya mengundang desiran aneh dalam tubuh Dahyun.

           Sekali saja, bolehkah aku serakah? Aku ingin waktu berjalan lebih lambat. Hanya ada kau dan aku. Tersenyum dan berpegangan tangan. Seperti saat ini.

Translate:

Shiro! = Tidak mau!
Neomu yeopeda = sangat indah/cantik
Kyeopta = lucu, menggemaskan
Naega wae? = Kenapa aku?
Palli! = Cepat!
Aboeji = ayah (formal)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top