🍪52| Gone

Play: Can You Hear My Voice -
Ben ost hotel del luna 

Ada satu masa, di mana kita merasa kalau kehidupan kita berhenti sejenak. Seolah tak memiliki tempat yang dituju atau sesuatu yang ingin kita capai. Sementara waktu terus berputar dan mengalir tanpa kita sadari. Dan ketika sadar, kita tahu, kalau kita telah melewatkan banyak hal.

Semuanya telah terlambat.

Yang tersisa hanya rasa sesal yang teramat dalam.

Dan ketika saat itu terjadi, hanya ada satu hal dalam pikiran kita; andai saja aku bisa memutar waktu.

Dahyun menatap isi apartemen itu dengan kosong. Sudah beberapa bulan ia menjalani perawatan di rumah sakit semenjak sadar dari koma akibat tusukan yang ia dapatkan tempo lalu. Jaehyun telah diadili dan semua itu sudah diatur oleh Eun Woo dan Wonwoo, ia hanya tahu kalau sepupunya itu kini sudah berada di jeruji besi.

Walau gadis itu telah menduga kalau perpisahan ini akan terjadi lagi, ia tetap merasa sesak saat tak melihat keberadaan Jungkook di sini. Ya, lagi-lagi, Dahyun terlambat dan walaupun ia juga telah berkali-kali merasakan kehilangan seperti ini, tapi rasanya tetap sama. Sakit.

Setetes air mata kembali mengalir di pipinya. Ruangan ini tetap sama seperti dulu, bahkan posisi sofa dan perabotan yang lainnya juga tidak berubah. Tapi tetap saja, rasanya tidak akan sama seperti dulu. Suasananya berbeda karena Jungkook telah membawa semua itu dari sini.

Jungkook telah pergi.

Dahyun mengusap air matanya, lantas berjalan menuju kamar Jungkook. Gadis itu membuka pintunya perlahan, dan masuk ke dalamnya. Begitu lampu dinyalakan, Dahyun tertegun saat melihat barang-barang Jungkook telah tiada—hanya menyisakan sebuah meja dan ranjangnya saja. Ia berjalan menuju meja Jungkook lantas mendudukan dirinya di sisi ranjang. Walau Jungkook tidak ada, tapi wanginya masih melekat di kamarnya ini.

Di luar sana, bulan purnama telah tertutupi awan yang terus bergerak, berkumpul dan bersatu. Dan beberapa menit kemudian, kumpulan awan iitu menjatuhkan bulir demi bulir air hujan ke bumi. Dahyun menangis. Kini gadis itu telah meringkuk di sisi ranjang Jungkook, maniknya memejam tak kuasa menahan rasa sakit yang terus menyiksa batinnya.

Sampai sekarang, Jungkook masih koma. Ia telah di bawa kembali ke Jerman, orangtuanya begitu khawatir dan aku tak bisa menahan mereka. Ini kesempatan terakhir Jungkook, kalau ia tidak kunjung siuman setelah beberapa bulan, maka kemungkinannya untuk hidup semakin kecil. Kau harus mengerti, ada banyak hal yang terjadi saat kau koma selama seminggu.” Perkataan Chanyeol saat ia menanyakan keberadaan Jungkook kembali terputar dalam benak.

Dahyun memeluk erat bantal Jungkook, menghirup wangi lelaki itu yang masih menempel di  sarung bantal dengan rakus, berharap bisa sedikit mengurangi rasa penyesalannya.

Jungkook … kau akan kembali, kan? Seperti dulu?

Dahyun kembali menjalani hari harinya seperti biasa setelah beberapa hari memilih beristirahat di apartemen. Ya, ia memutuskan untuk tetap tinggal di apartemen Jungkook. Bukannya ia tidak mampu untuk membeli apartemen baru, tapi ia tidak ingin meninggalkan tempat yang telah menjadi saksi kehidupan mereka berdua. Apartemen ini telah menyimpan begitu banyak kenangan, dan yang terpeting, Dahyun masih mengharapkan kedatangan Jungkook.

Keadaan perusahaan begitu sibuk seperti biasa, tapi mereka masih sempat-sempatnya menanyakan perihal kasus Jaehyun yang sempat menjadi perbincangan hangat semenjak kejahatannya terkuak. Untungnya, mereka cukup tanggap saat Dahyun melayangkan tatapan tajamnya, alhasil, mereka tak lagi menanyakan apapun dan kembali fokus pada pekerjaan masing-masing sampai Hyunjin tiba-tiba saja membuka pintu dan masuk ke dalam ruangannya begitu saja tanpa menunggu persetujuan Dahyun.

Noona,” panggil Hyunjin.

Dahyun menghela napas pendek, tanpa berniat untuk melepaskan pandangan dari monitor ia berujar dingin, “Ka!”

* Pergi!

Aisshh noona, aku ingin bicara serius,” rengek Hyunjin membuat Dahyun langsung menyentakan dokumen di tanagnnya ke meja. “Apa? Cepat! aku sedang sibuk.”

Hyunjin menelan salivanya gugup, “Umm … ini terkait naskah Mr. Jeon. Para penggemarnya sudah menanyakannya sejak beberapa bulan yang lalu tapi mereka tidak tahu kalau bagian akhir naskahnya belum selesai. Jadi bagaimana? Apa perusahaan akan membatalkan penerbitannya saja? lagipula, Mr. Jeon sekarang sudah tidak ada di Korea jadi—“

Ani, tidak boleh dibatalkan.” Dahyun kemudian mendongak, menatap Hyunjin dengan manik monolid tegasnya. “Aku akan menyelesaikannya.”

“T-tapi noona—“

“Jangan membantah! Lagipula itu memang tugasku. Jungkook sudah memintaku untuk menyelesaikannya, jadi aku harus menyelesaikannya.” Dahyun menyenderkan punggungnya pada kursi. “Tolong bawakan aku salinan naskahnya. Aku akan segera menyelesaikannya. Dan beritahu Yeji, kalau untuk sementara, dia lakukan pekerjaanku dan kau lakukan pekerjaan Yeji.”

Nde?! Aku juga punya pekerjaan—“

“Kau tidak terlalu sibuk, aku tahu. Batalkan janji kencanmu itu, malam ini kita harus lembur.”

Dahyun kembali fokus pada pekerjaannya barusan sementara Hyunjin sudah mencebik kesal. Dalam hati ia ingin sekali memaki Dahyun. Ya, hanya dalam hati. Mana berani ia melakukannya langsung, bisa-bisa ia malah kena semprot duluan. Lelaki itu kemudian ke luar dari ruangan Dahyun, walau begitu, ia tetap melakukan perintah Dahyun tadi.

Sementara Dahyun langsung terdiam begitu Hyunjin ke luar dari ruangannya. Ia kembali teringat dengan naskah novel Jungkook yang rupanya adalah kisah mereka berdua. Helaan napas panjang ke luar dari bibirnya, Dahyun menengadahkan kepalanya seraya memejamkan mata. “Apa aku bisa menyelesaikannya?” monolognya ragu, namun secercah harapan kembali muncul saat mengingat kembali pesan Jungkook untuknya.

Bagian akhir dari naskahku masih belum selesai. Dan sekarang, itu adalah tanggung jawabmu. Aku ingin kau yang menuliskan takdir kisah cinta kita di dalam buku itu.

“Ya, aku harus menulis akhir yang bahagia. Happily ever after. Setidaknya, walaupun tidak di dunia nyata, kisah kita tetap bisa berakhir dengan indah.” Dahyun tersenyum miris seraya menatap potret dirinya dan Jungkook yang ia jadikan walpaper di ponselnya.

Hamburg, Jerman

Jungkook dirawat disalah satu rumah sakit terbaik, pemegang penghargaan Medical Travel Quality Alliance (MTQUA) di dunia, yakni rumah sakit Asklepios Klinik Barmbek yang terletak di Hamburg, Jerman.

Lelaki itu sudah terbaring koma selama kurang lebih tiga bulan, namun belum ada peningkatan yang pasti terkait kesehatannya.

Walau kondisi tubuhnya terbilang sudah cukup stabil, tapi lelaki itu masih memejamkan matanya. Sang ibu selalu menemaninya saat malam hari sementara saat siang, hanya ada suara dentingan jarum jam yang menemani. Sinar matahari yang menembus jendela membuat ruangan ini cukup terang, pepohonan rindang di sekitarnya menambah kesejukan di ruang inap Jungkook.

Pintu yang semula tertutup itu kini terbuka, menampilkan seorang gadis berponi yang telah memangkas rambutnya menjadi lebih pendek. Lisa masuk dan mendudukan dirinya di kursi dekat brangkar Jungkook. “Oppa, aku datang.”

Jungkook tetap bergeming, sama sekali tidak terpengaruh oleh keberadaan gadis itu. Lisa menunduk, melihat keadaan Jungkook yang terbaring lemah seperti ini membuatnya sedih. Apalagi mengingat kesalahan yang telah ia perbuat sejak lama semakin membuatnya tak mampu untuk melihat wajah Jungkook.

Oppa, aku tidak tahu apa kau bisa mendengar perkataanku ini atau tidak tapi—aku benar-benar minta maaf. Aku telah egois dan tidak memberitahumu selama ini terkait surat itu. Saat itu aku benar-benar … dibutakan oleh cinta.” Lisa mengulum bibirnya. “Aku … benar-benar tidak tahu kalau hal itu akan berujung seperti ini. andai saja aku memberitahumu lebih cepat mungkin kau—hiks—mungkin kau tidak akan berada di posisi menyakitkan ini. mianhe oppa. I’m so sorry.”

Lisa menghapus air mata yang keluar dari maniknya dengan kasar, lantas menyimpan paper bag berisi kotak yang memuat puluhan surat Dahyun itu di atas nakas. “Ini … aku mengembalikannya padamu. Aku harap oppa masih bisa bertahan dan sadar supaya bisa membaca semua surat itu. Dahyun benar-benar mencintaimu, oppa. Hah … aku tidak menyangka bisa mengatakan hal itu tapi … itulah kenyataannya. Bahkan rasa cintaku padamu tidak bisa dibandingkan dengan rasa cintanya. Dia benar-benar tulus … sejak dulu hingga sekarang jadi … oppa harus sadar.”

Gadis itu menengadahkan kepalanya untuk menahan supaya air matanya tidak terus ke luar. “Haisshh jinjja, aku sebenarnya tidak ingin terlihat cengeng di hadapanmu tapi … hiks.” Lisa menunduk, kembali menghapus derai air matanya yang tak tertahankan. Lalu menatap Jungkook yang masih bergeming itu dengan manik sembabnya yang telah memerah. “Mari kita tidak bertemu lagi. Aku tidak akan menganggu hubungan kalian lagi, tapi sebagai gantinya, oppa harus hidup dengan bahagia, ok?”

Lisa bangkit berdiri, lantas menggenggam lengan Jungkook untuk terakhir kalinya sebagai tanda perpisahan. “Annyeong, mianhe. Aku tidak bisa menjadi adik perempuan yang baik untukmu.”

Setelah itu, gadis itu segera berbalik dan ke luar dari ruang inap itu sembari menahan tangis. Nyatanya, sangat sulit melepas seseorang yang telah lama menempati tempat yang spesial dalam diri. Daripada diangap sebagai adik perempuan, Lisa memilih untuk pergi saja dari kehidupan Jungkook. Toh, sampai kapanpun ia tidak akan pernah dapat memiliki Jungkook—ani, sejak awal, ia memang tidak pernah memilikinya. Satu-satunya wanita yang ada di pikiran Jungkook hanyalah ibunya dan Dahyun. Tidak ada yang lain.

Sementara itu, alis Jungkook mulai bergerak saat sebuah suara terasa mengusik rungunya. “Kookie-ya.”

Gerakannya tidak terlalu kentara, tapi suara itu terasa semakin jelas terdengar di dekat telinganya. “Ireona, kau sudah terlalu lama tidur.” Lagi-lagi, suara gadis yang dicintainya itu kembali terdengar.

“Kookie-ya, bogoshipo. Palli ireona.”

“Kalau kau tidak bangun, aku akan pergi.” Suaranya terdengar sedih, seolah benar-benar akan meninggalkannya.

Hana.” Dahyun mulai menghitung mundur, membuat tangan Jungkook tanpa sadar mulai bergerak.

Dul.”

Set.”

ANDWAE!” Jungkook langsung tersadar sepenuhnya. Peluh mengucur di keningnya sementara napasnya memburu. Hentakan tubuhnya yang bergerak tiba-tiba membuat beberapa organ dalam tubuhnya kaget. Maniknya langsung melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Dahyun namun nihil, tidak ada siapapun di sini. Hanya sebuah ruang inap beroase putih dengan dirinya yang berada di tengah-tengah.

Dibelahan dunia yang lain, Dahyun menatap langit cerah di sore hari sembari menikmati minumannya—Cookie Vanilla Shake. Minuman ini kembali mengingatkannya pada seseorang yang dulu pernah membuatkan minuman ini untuknya. “Jungkook-ah, apa di sana kau tetap memikirkanku seperti aku yang terus memikirkanmu?”

Bogoshipo. Kookie-ya,” ujarnya seraya tersenyum tipis menatap langit.

Translate:

Ka! = Pergi!
Bogoshipo = Aku merindukanmu
Palli ireona = Cepatlah bangun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top