🍪4O| I Need You
Play: purpose -
Jungkook (cover)
“Bagaimana? Kau sudah mengantar Dahyun sampai ke apartemenku, kan? Dia tidak apa-apa?” Chanyeol berdecak kesal saat Jungkook langsung membombardirnya dengan pertanyaan begitu ia masuk ke dalam mobil.
“Ck, apa hanya itu saja yang ada di pikiranmu? Dia baik-baik saja. Bukankah kau seharusnya mengkhawatirkan dirimu sendiri? Kau apakan kaki dan tanganmu itu sampai bisa berdarah seperti itu?” Chanyeol balas mengomeli Jungkook yang masih nekat mengejar lelalki misterius itu padahal keadaannya masih belum bisa dikatakan baik-baik saja.
Sementara Jungkook sama sekali tak memperdulikannya, ia menghela napas lega seraya merebahkan tubuhnya pada jok. “Syukurlah kalau ia baik-baik saja. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri kalau saja Dahyun terluka di saat aku tidak ada di sampingnya.”
Chanyeol menoleh ke arah Jungkook sekilas, “Sungguh tidak terduga. Lelaki sepertimu ternyata bisa mencintai seorang gadis sedalam itu ya, padahal dulu ku pikir kau itu seorang player,” sindirnya santai, membuat Jungkook langsung mendelik malas padanya. “Yang selalu gagal move on dari mantannya lebih baik diam saja,” balas Jungkook.
“Ya! Siapa yang gagal move on?” tanya Chanyeol tak terima disindir seperti itu.
“Tentu saja kau hyung. Sampai kapan kau akan menunggu Suzy noona? Siapa tahu dia sudah menikah dengan pria lain.”
“Ya! Itu tidak mungkin! Dia pasti sedang sibuk saja makanya tidak menghubungiku tapi ...” Chanyeol terdiam sesaat lalu menoleh pada Jungkook.
“Ya, darimana kau tahu soal suzy?” Karena seingatnya, ia tidak pernah menceritakan soal kisah asmaranya pada siapapun.
Jungkook menunjuk ke arah sebuah potret Chanyeol bersama seorang wanita di atas dashboard mobil dengan catatan kecil di bawahnya “I will waiting for you, Suzy.” Lelaki berlesung pipit itu langsung berdecak dan merutuki kecerobohannya. “Berjanjilah tidak akan menceritakan hal ini pada siapapun,” peringatnya pada Jungkook, sementara lelaki bergigi kelinci itu hanya mengangkat bahunya tak acuh.
“Tergantung. Aku akan menyebarkannya kalau kau tidak mau menuruti permintaanku.”
Chanyeol memejamkan matanya sesaat menahan kesal. Kalau saja ia tidak sedang menyetir, ia pasti sudah memiting kepala Jungkook dengan lengannya. “Baiklah, terserah. Tapi kau juga harus berjuang untuk kesembuhanmu.”
“Hmm.” Jungkook kembali menatap ke arah jendela. Mobil silver itu terus bergerak menuju rumah sakit, sementara pikirannya terus berputar soal kejadian tadi. “Siapa lelaki itu? kenapa aku merasa pernah melihatnya?”
Jungkook menatap langit malam tanpa bintang itu dengan gamang. “Dahyun ... Benar-benar baik saja, kan? Entah kenapa perasaanku tidak tenang.”
Begitu masuk, Dahyun segera menutup pintunya dengan rapat. Kakinya sangat lemas hingga ia terduduk di atas lantai dengan napas yang memburu. Dia kembali. Lelaki yang selama ini selalu menghantuinya semenjak kematian Eun Bi baru saja muncul di hadapannya lagi setelah sekian lama. Terlalu mendadak dan tiba-tiba, membuat gadis itu tentu saja merasa terguncang dan terintimidasi. Apalagi suara rendahnya terus terdengar hingga membuatnya semakin kacau.
“Kau melupakan janjimu, nona?”
“Nyawamu akan menjadi taruhannya kalau kau berani angkat bicara.”
Dahyun meremat rambutnya kuat, ia bahkan sudah tak mampu menangis dan hanya bisa melampiaskan ketakutan itu lewat membenturkan kepalanya pada pintu berulang kali. Dahyun pikir teror ini telah selesai saat ia pindah ke Seoul, namun rupanya orang itu masih mengincarnya. Selama ini ia memang sengaja memilih untuk tinggal bersama Jungkook karena kali pertama ia kembali ke flatnya setelah dari Busan, ada tulisan mengerikan di balik pintu kamarnya. Tidak ada yang tahu mengenai hal itu, termasuk Jungkook, Dahyun masih belum berani memberitahunya.
Ketika kejadian mengerikan itu kembali terputar, jiwa rapuhnya kian meronta. Bayangan Eun Bi yang terkapar dengan berlimpah darah semakin menamparnya, di tambah tudingan orang lain terhadapnya dulu semakin membuat napas Dahyun terasa sesak. Serangan panik itu kembali lagi, Dahyun meringis saat dadanya terasa nyeri.
“Dasar pembunuh!”
“Psikopat! Dia bahkan membunuh temannya sendiri!”
“Sialan, aku bukan pembunuh! Dia—dia … yang melakukannya … bukan aku,” cicit Dahyun, ia semakin merapatkan tubuhnya pada sudut pintu, seolah-olah suara dalam bayangannya itu nyata, dan mereka tengah mengerumuninya saat ini.
“Hagsaeng, kalau kamu tidak ingin disalahkan, setidaknya beri kami kesaksian yang jelas.”
Ingatannya kembali memutar pada saat ia dibawa ke pihak kepolisian untuk memberikan kesaksian saat penyelidikan kematian Eun Bi. Saat itu Dahyun masih kacau, bibirnya sangat pucat dan pandangannya kosong. Ia hanya menekan-nekan kuku pada pada jarinya di bawah meja, sementara polisi itu terus mengajukan banyak pertanyaan padanya.
“Aku … tidak tahu.” Dahyun baru menyahut setelah beberapa lama terdiam. “Aku hanya sedang lewat, dan tidak sengaja menemukan dia yang sudah tak sadarkan diri.”
“Bukankah korban itu adalah temanmu?” Pertanyaan itu seolah menampar Dahyun. Gadis itu kemudian mengangkat wajahnya yang terus menunduk. Tanpa ekspresi, ia berujar, “Bukan. Dia bukan temanku.”
Kilas balik ingatan itu semakin membuat Dahyun kacau. Air mata yang sejak tadi sulit ke luar itu langsung ke luar begitu saja. Fakta dibalik ia terbebas dari kasus pembunuhan itu karena kesaksiannya dan suap dari kedua orangtuanya supaya kasus itu ditutup sebagai kasus bunuh diri biasa. Sahabat macam apa dia? Bahkan di saat Eun Bi meninggal dengan tak wajar pun, Dahyun malah lebih memilih untuk melarikan diri demi keselamatan dirinya sendiri.
Dahyun semakin kalut, maniknya menangkap kilatan sebilah pisau di dapur yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Ia bangkit berdiri, lantas berjalan menuju dapur lalu mengambil pisau itu. Dadanya semakin terasa sesak, sementara jantungnya semakin berdebar cepat. “Bodoh, orang sepertiku ini tidak pantas untuk hidup.”
Dahyun sudah memejamkan matanya, sementara tangannya menggenggam bagian pisau yang tajam dengan kuat hinga darah segar perlahan mengalir dari telapak tangannya. Ia benar-benar merasa tak berguna dan sudah benar-benar muak dengan keadaannya saat ini. Lagipula sudah tidak ada yang membutuhkannya lagi, untuk apa dia hidup?
Ketika kesadarannya sudah akan menghilang, seiring dengan darah yang terus mengalir di telapak tangannya yang semakin banyak, suara Jungkook yang berteriak seolah menyadarkannya. “Astaga, Dahyun. Hentikan!”
Dahyun langsung membuka matanya dan mencari keberadaan Jungkook, namun tidak ada siapa-siapa di sini. Pisau di genggamannya langsung terjatuh begitu saja membentur lantai saat ia melihat bayangan dirinya yang tengah kacau dan Jungkook yang berusaha menenangkannya di kamar mandi saat kedatangan Lisa ke apartemen ini dulu.
Tubuh Dahyun merosot ke lantai, air matanya kembali menetes melihat pemandangan itu.
“Apa yang terjadi, hm?” di sana Jungkook mengelus rambutnya lembut seraya memeluk tubuhnya erat. Bahkan ketika Dahyun berontak, lelaki itu masih mencoba menenangkannya hingga memberikan ciuman yang sangat lembut untuk menenangkan dirinya. Bayangan itu terlihat sangat jelas, seolah-olah Dahyun tengah mengamatinya secara langsung saat ini.
“Aku tidak tahu kenangan apa yang selalu menghantuimu sampai saat ini. Satu hal yang pasti, aku akan selalu berada di pihakmu. Jadi kau jangan ragu untuk membagi semua keluh kesahmu padaku.”
Gadis itu menggigit bibir bawahnya miris, ia benar-benar merindukan Jungkook dan sangat-sangat membutuhkan kehadiran lelaki itu di sini saat ini. Mengabaikan tangan kanannya yang masih bersimbah darah, Dahyun berusaha mengambil ponsel di saku mantelnya. Ia kembali mencoba untuk memanggil Jungkook, namun suara operator kembali menyambutnya, “Nomor yang anda tuju, tidak menjawab. Anda akan dialihkan pada pesan suara setelah bunyi—“
“Jungkook-ah …,” Dahyun memutuskan membuat pesan suara untuk Jungkook. Gadis itu menghela napas panjang sebelum melanjutkan.
“Bagaimana kabarmu di sana? Kau pasti sedang bersenang-senang ya di sana sampai melupakanku di sini. Kau bahkan tidak pamit dulu dan sama sekali tidak memberiku kabar.
Kenapa? bukankah kau sudah berjanji waktu itu kalau kau akan terus memberiku kabar—hiks.”
Dahyun sudah tak bisa menahan tangisnya lagi, ia membiarkan air matanya membasahi pipinya untuk yang kesekian kalinya. “Gotjimal. Kau tahu, aku sangat benci pembohong. Jungkook-ah, aku sangat membencimu.”
Dahyun memukul-mukul dadanya yang semakin terasa sesak. “Kenapa kau membuatku terus mencemaskan keadaanmu dan merindukanmu sedalam ini. Aku bahkan tidak tahu kau sakit apa dan tidak sempat melihatmu saat di bandara. Bukankah kita juga pernah berjanji untuk terus bersama dan tidak saling menyakiti? Tapi apa yang kau lakukan itu sangat menyakitiku … hiks! Aku sangat membencimu! Sangat-sangat membencimu!” tangis Dahyun semakin pecah. Ia meremas ponselnya dengan erat seiring dengan sesak di dadanya yang kembali terasa.
“Pulanglah … hiks … aku membutuhkanmu.” Suaranya kali ini terdengar saat putus asa. “Kalau kau pulang, aku tidak akan membencimu, sungguh. Aku juga akan memaafkanmu dan akan menceritakan semuanya padamu kalau kau segera pulang. Hiks ... Aku bersumpah.”
Dahyun menenggelamkan wajahnya pada lutut. “Aku juga sangat merindukanmu. Kembalilah … jebal.”
Pesan suara itu berakhir dan telah terkirim dengan cepat. Dahyun sama sekali tidak menyadari kalau pesan itu langsung di dengarkan oleh Jungkook di waktu yang sama. Lelaki itu memejamkan matanya menahan sesak saat mendengar suara Dahyun yang terdengar sangat tersiksa.
“Mianhe, aku berjanji akan kembali secepatnya. Bertahanlah sebentar lagi.”
Translate:
Hagsaeng = sebutan untuk pelajar
Mianhe = maaf
Gotjimal = pembohong
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top