🍪44| He Know's

Play: Night is gone, again -
Ost fight for my way

Hari-hari berjalan sangat cepat layaknya hembusan angin dipagi hari. Musim dingin saat ini tengah berada di puncaknya, membuat sebagian besar tempat di dominasi dengan warna putih. Pepohonan, jalanan, atap-atap rumah dan pertokoan, semuanya diselimuti salju.

Setiap harinya, Jungkook benar-benar menjalani terapi dengan giat. Ia bahkan harus mengurangi konsumsi cookies-nya karena zat gula yang terkandung di dalamnya bisa sangat mempengaruhi pemulihan otot kakinya.

Namun tetap saja, Jungkook adalah Jungkook. Lelaki itu kerap kali menyuruh seorang anak untuk membelikannya cookies dan ia akan memakannya diam-diam. Seperti hari ini, matanya langsung berbinar saat melihat bocah lelaki yang waktu itu hampir menabraknya, membawakannya sekotak cookies yang masih hangat.

“Wah … aku sudah sangat menung—“ Jungkook yang hendak mengambil kotak itu langsung protes saat sebuah tangan lain telah mengambilnya lebih dulu. “Ya, itu milik—“

“Oh, jadi kau masih memakan ini?” Jungkook meneguk ludahnya payah saat melihat Dahyun yang kini menatapnya tajam, sementara bocah lelaki itu sudah kabur entah ke mana. Lelaki itu meringis seraya menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal, mampus.

“Ahahaha, tentu saja … tidak. Aku baru saja akan membuangnya.” Jungkook mengelak.

Dahyun menatap Jungkook penuh antisipasi, ia membuka kotak itu lantas menghirup wangi yang menguar dari cookies yang masih hangat itu. “Emm … wangi sekali. Daripada dibuang mending buatku saja.” Tanpa basa-basi, Dahyun langsung mengambil satu buah cookies dan memakannya dengan perlahan ala-ala iklan di televisi. Terlihat sangat menikmati cookies buatan tangan itu.

Jungkook yang melihatnya hanya bisa menelan air liurnya, tatapannya seperti anak kecil yang tengah mendambakan sebuah mainan, “Enak?” tanyanya.

Dahyun mengangguk dengan mulut penuh, “Wanjeon! Woah … ini sangat mirip dengan cookies buatan mendiang ibuku.” Tanpa sadar, Jungkook terus memperhatikan cookies di tangan Dahyun dengan lamat. Dahyun menyadarinya, ia tersenyum miring, lantas mendekatkan cookies itu ke arah Jungkook supaya lelaki itu bisa mencium aromanya. “Kau mau?”

Jungkook refleks mengangguk, namun detik berikutnya ia langsung menggeleng seraya membuang pandangan, “Tidak! Aku sudah membulatkan tekad untuk tidak memakannya dulu sebelum kakiku benar-benar sembuh.”

Jinjja? Rasanya sangat enak loh.” Lagi-lagi Dahyun sengaja mendekatkan cookies itu pada mulut Jungkook lalu memakannya sendiri saat lelaki itu hendak menggigitnya.

Jungkook berdecak kesal. “Ya! Jangan menggodaku!”

“Siapa yang menggodamu? Aku hanya memberitahumu saja, kalau tidak mau yasudah.” Dahyun hendak pergi ke luar namun Jungkook langsung mencegahnya.

“Eh tunggu-tunggu! Jangan pergi!”

Dahyun kembali membalikan tubuhnya menghadap Jungkook yang terduduk di brankar. “Kenapa?”

Emm … itu … aku menginginkannya.”

“Katanya tidak mau memakan cookies dulu sebelum benar-benar sembuh.”

“Iya tapi … aku ingin.” Jungkook menunduk, membuat Dahyun tersenyum geli. Ayolah, lelaki itu terlihat sangat menggemaskan jika sedang merajuk seperti ini. Terlihat seperti anak kecil polos yang belum tahu apapun, berbanding terbalik jika lelaki itu sudah turn on. Senyum gadis itu semakin mengembang saat sebuah ide muncul di pikirannya.

“Baiklah, kalau kau mau, aku akan memberikannya.”

Jinjja?” Mata Jungkook langsung berbinar, Dahyun mengangguk.

“Coba kau berjalan ke arahku. Kalau bisa, aku akan memberikan semuanya untukmu.”

“Baiklah, itu mudah.” Jungkook mengambil kruknya dan langsung dicegah oleh Dahyun. “Jangan pakai kruk! Kau berjalan biasa kemari, maka aku akan memberikannya.”

Jungkook terdiam. “Berjalan tanpa kruk? Ke … sana?” Dahyun mengangguk. Saat ini gadis itu ada di ambang pintu, dan jarak dari brankar ke sana itu kurang lebih 2 meter. Jungkook meneguk ludahnya berat seraya menatap ke arah kaki kirinya yang menggantung tak berdaya. Selama terapi, ia sudah beberapa kali mencoba untuk berdiri dan berjalan dengan berpegangan pada tiang. Walaupun masih tersendat, tapi ia sudah mulai bisa mengendalikan kaki kirinya itu.

Ia kembali menatap ke arah Dahyun yang masih menunggu di ambang pintu. Gadis itu tersenyum lebar, menantinya untuk berjalan ke arahnya.

“Baiklah, tunggu di sana, aku akan datang,” ujar Jungkook yang langsung diangguki oleh Dahyun.

Jungkook menguatkan tekadnya. Ia menarik napas panjang, lalu perlahan memijakkan kakinya pada lantai, kemudian berdiri dengan berpegangan pada brankar. Jungkook mengatur napasnya yang memburu, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat karena gugup, namun ia memantapkan dirinya untuk mulai melangkah.

Langkah pertama, Jungkook melakukannya tanpa hambatan. Ia semakin bersemangat, saat melakukan tiga langkah berturut-turut dengan baik.

“Dubu-ya, aku bisa berjalan!” pekiknya antusias membuat Dahyun menatapnya takjub sekaligus terharu.

Eoh! Tinggal sedikit lagi! Pelan-pelan saja, kalau sudah tidak bisa jangan dipaksakan!” peringat Dahyun agak was-was.

Lelaki itu terus melanjutkan langkahnya hingga sampai setengah perjalanan. “Lihat! Aku bisa! aku bisa berjalan!”

Jungkook terus menatap ke arah kakinya yang mulai melangkah dengan teratur. Ia benar-benar tidak menyangka bisa berjalan lagi seperti ini tanpa bantuan apapun. Namun tepat ketika jaraknya dengan Dahyun tinggal menyisakan beberapa langkah lagi, mendadak kakinya kehilangan keseimbangan, membuat Dahyun segera berlari ke arahnya dan menahan tubuh Jungkook yang akan ambruk.

“Kookie-ya, gwenchana?!” tanya Dahyun panik. Jungkook menghela napas, kemudian menegakkan kembali tubuhnya dengan bertumpu pada satu kakinya.

Yah … aku gagal,” ujarnya kecewa.

Dahyun segera membantunya untuk kembali duduk di atas brankar, lalu duduk di sampingnya. “Ani, neon charesso. Ini baru dua bulan kan, dan kau sudah bisa berjalan. Besok aku akan memberitahu pada terapismu terkait perkembanganmu ini.”

Jungkook menatap Dahyun, ia tersenyum, lantas mengecup bibirnya kilat sebelum gadis itu bisa menghindar. “Aku gagal mendapatkan cookies-nya, tapi aku boleh menciummu, kan?” godanya tak tahu diri. Jungkook yang mesum telah kembali.

Ani, andwae.” Dahyun mengambil satu cookies, lalu memasukannya ke dalam mulut Jungkook sebelum lelaki itu kembali mencium bibirnya. “Itu hadiah dariku.”

Jungkook cemberut, sementara pipinya menggembung karena cookies itu masuk ke dalam mulutnya bulat-bulat.

Dahyun baru saja kembali ke perusahaan setelah menengok Jungkook di rumah sakit pada jam makan siang. Akhir-akhir ini, ia merasa semua pekerjaannya berjalan lancar. Bahkan Hyunjin dan Yeji merasa aneh melihat tingkah atasannya itu yang selalu terlihat ceria—tidak seperti biasanya yang terlihat sangat murung atau meledak tiba-tiba semenjak Jungkook pergi ke Jerman.

Ya, tidak ada satu pun orang di kantor yang tahu perihal Jungkook yang dirawat di rumah sakit. Keduanya sudah sangat hapal, kalau tidak ada satu pun pegawai di sini yang dapat di percaya untuk menjaga rahasia karena mereka pasti akan heboh dan membicarakannya di mana pun mereka berada.

Gadis itu tengah memeriksa tumpukan naskah yang dikirimkan para penulis di minggu ini saat seseorang mengetuk pintunya tiga kali kemudian Hyunjin muncul di balik pintu itu. “Noona, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu.”

“Siapa? Aku sedang bekerja, tolong beritahu ia untuk menunggu dulu di luar du—“

“Dahyun-ssi.”

Dahyun terdiam saat suara itu menyapa gendang telinganya. Ia mendongak dan mendapati seorang lelaki yang mengenakan pakaian semi formal telah berdiri di ambang pintu ruangannya. “Wonwoo-ssi? Kau … otteokhe—“

“Boleh aku masuk?” potong Wonwoo, membuat Dahyun segera berdiri dengan kikuk karena kaget.

Ahh ani, kita bicara di luar saja.” Dahyun mengambil mantel dan tasnya, lalu berjalan ke luar mendahului Wonwoo.

“Hyunjin-ah, tolong tangani pekerjaanku dulu selama aku di luar,” titahnya pada Hyunjin, membuat lelaki jangkung itu hanya bisa mengangguk tanpa protes, karena gadis itu sudah lebih dulu pergi bersama lelaki beriris tajam yang mengikutinya dari belakang.

“Ck, noona selalu seenaknya saja.” Hyunjin kembali ke mejanya sembari menggerutu. “Aku heran, dia itu sangat galak tapi kenapa ia dikelilingi lelaki tampan.”

Ya! Berhenti mengomel dan lakukan saja perintah eonni,” bentak Yeji yang langsung mendapat sinisan dari Hyunjin.

“Kau juga, kenapa harus kau yang datang ke kencan butaku minggu lalu?” Lelaki itu malah membahas kejadian yang terjadi pekan lalu, saat dirinya mengikuti kencan buta namun ternyata, pasangannya adalah Yeji.

Mwo? Ya! kau pikir aku akan datang jika aku tahu kalau kau yang akan menjadi pasangan kencan butaku?!” Yeji tak mau kalah, lagipula ia juga tidak mau berkencan dengan lelaki berbibir dower itu.

Keduanya saling menatap tajam. Mungkin jika dalam anime, akan ada sengatan listrik yang ke luar dari manik mata mereka yang saling menghunus. Donghwa yang baru saja datang hanya bisa menghela napas panjang saat melihat bawahannya yang bertingkah kekanakan itu.

Alih-alih melerai, ia lebih memilih untuk masuk ke dalam ruangannya saja, “Well, aku tidak akan kaget lagi kalau mendengar berita kencan dari mereka nanti. Hah … masa muda memang sangat menyenangkan, aku jadi merindukan Juri, sedang apa ya dia?”

Disisi lain, Dahyun dan Wonwoo kini duduk saling berhadapan di sebuah café yang tak jauh dari perusahaan. Dahyun mencoba menenangkan dirinya sementara Wonwoo menatapnya lurus. Tidak ada yang memulai percakapan selama beberapa menit berlangsung, sampai akhirnya Wonwoo mengeluarkan sebuah amplop berwarna peach dengan beberapa titik darah di permukaannya. “Kedatanganku kemari hanya untuk memberimu ini,” terang Wonwoo.

“Waktu itu kau tidak datang ke tokoku, bahkan setelah beberapa bulan berlalu pun, kau tidak datang, jadi aku memutuskan untuk datang kemari.”

Ahh ya … beberapa bulan ini … aku sangat sibuk.” Iya, Dahyun terlalu sibuk mengurus Jungkook hingga lupa kalau ia memiliki janji dengan pacar mendiang sahabatnya ini. “Geunde … ini apa?”

“Itu … salah satu peninggalan Eun Bi. Aku baru mendapatkan itu dari salah satu kenalanku yang menangani kasus Eun Bi dulu. Sebenarnya aku sudah tak berniat kembali mengungkap kasus ini, hanya saja aku merasa janggal dan lagi … aku ingin status yang jelas untuk kematian Eun Bi dan membersihkan namanya dari kasus bunuh diri.” Wonwoo menatap tajam Dahyun saat gadis itu mulai terlihat gelisah. Tangannya bergetar saat ia menyentuh amplop yang telah lusuh itu, apalagi ketika ia melihat namanya tertulis di sana, matanya langsung berkaca-kaca.

“Ini … untukku? Eun Bi … menulisnya untukku?”

Wonwoo mengangguk, “Iya. Bacalah. Aku sudah membacanya duluan, dan saat ini aku yakin kalau kau bukan pelakunya. Tapi … aku masih belum bisa memaafkanmu karena kau telah memberi kesaksian palsu selama ini jika yang ada di surat itu adalah kebenarannya.”

Dahyun terhenyak. Ia menepis kasar air matanya yang keluar seraya menarik napas panjang untuk menghilangkan rasa takutnya. “M-mwo? Kesaksian palsu?”

Wonwoo menatap Dahyun dingin, ia lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Dahyun seraya berbisik dengan suara beratnya, “Pembunuh itu … aku yakin kau tahu sesuatu mengenainya. Aku tidak tahu kenapa kau menyembunyikannya selama ini, yang jelas, kau harus berhati-hati. Karena bisa jadi, kau menjadi incarannya saat ini.”

Dahyun membeku, ia merasa dejavu dengan situasi seperti ini. Wonwoo kembali duduk dengan tenang, seolah tidak ada hal yang terjadi, lalu menyesap americano-nya perlahan dengan pandangan yang tak lepas dari Dahyun yang kini wajahnya memucat.

Ekhm, aku harus segera kembali ke toko, terimakasih atas waktunya.” Wonwoo beranjak, namun sebelum ia pergi dari café itu, ia sempat kembali menoleh ke arah Dahyun seraya berujar, “Oh ya, berterimakasihlah pada Jungkook, karena ia yang sudah meyakinkanku kalau kau tidak bersalah. Aku tidak akan lagi mengungkit hal ini tapi jika kau butuh bantuanku, kau tahu di mana aku berada.”

Dahyun terdiam di tempatnya. Ia kembali menatap amplop di tangannya dengan perasaan gamang, sementara pikirannya melayang pada ucapan terakhir Wonwoo tadi.

“Jungkook? Apa ia sudah tahu mengenai ini sebelum aku memberitahunya?”

Translate:

Chareso = Kerja bagus
Wanjeon = Sangat (enak)
Andwae = Tidak boleh
Jinjja = Benarkah?, Sungguh?
Mwo = Apa
Neon =  Kau
Gwenchana = Baik-baik saja?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top