🍪43| His Morfin

Play: Sweet Night -
V ost Itaewon Class


“Kookie-ya, aku ingin menginap, boleh?” tanya Dahyun tiba-tiba, membuat Jungkook agak menunduk untuk melihat wajahnya, walau begitu, terlihat sekali kilatan bahagia dalam maniknya. “Kau pikir aku akan menolak? Tentu saja boleh. Tapi besok memangnya kau tidak akan bekerja? Kau tidak membawa baju ganti, kan?”

“Untuk itu kau tenang saja, aku bisa mengambil cuti lagi, hehe.”

“Oh, jadi gadisku ini mulai nakal, ya.” Jungkook mencubit hidung Dahyun membuat gadis itu memanyunkan bawah bibirnya kesal. “Ya, Appo!”

*Hey, ini sakit!

Jungkook hanya tertawa saat melihat hidung Dahyun yang sudah memerah karena ulahnya. Ia lalu merentangkan tangan kanannya yang semula memeluk Dahyun lantas menyuruh gadis itu untuk berbaring di atas lengannya, “Kemarilah.”

Dahyun menurut, kini keduanya berbaring dengan saling berhadapan dalam pencahayaan remang dari lampu di dekat nakas sementara lampu utamanya telah dimatikan. “Dubu-ya,” lirih Jungkook dengan suara rendahnya.

Hemm?”

Aniya, aku hanya ingin memanggilmu saja. Ini … bukan mimpi, kan?”

Dahyun tersenyum, tanpa diduga, ia mendaratkan ciuman kilat di bibir Jungkook. “Kau dapat merasakannya? Ini bukan mimpi.” Jungkook sempat terdiam karena kaget.

Ani, aku belum merasakannya.” Jungkook tersenyum miring, lantas mendekatkan wajahnya, dan mendaratkan ciuman di bibir Dahyun. Kali ini ciumannya lebih dalam dan menuntut, Jungkook mulai menggerakkan bibirnya perlahan seiring dengan tangan kirinya yang menyentuh pipi Dahyun supaya mengimbangi ciumannya. Ia benar-benar merindukan bibir ini, rasa manisnya telah menjadi candu untuknya, membuatnya ingin terus mengecap rasanya, lagi dan lagi.

Jungkook semakin mendekatkan tubuhnya, sementara Dahyun mulai terdesak karena tidak diberi ruang untuk bernapas. Gadis itu mulai membuka matanya, sementara Jungkook masih menciumnya dengan rakus. “Ju—Jung … mmpphh—Jung … henti—mmmpphh.”

Jungkook tak mendengar, seakan tuli, ia terus menggerakkan bibirnya hingga suara decapan terdengar semakin jelas. Dahyun sudah tak tahan, ia mencoba mendorong badan Jungkook untuk menjauh namun ia tak sengaja menyentuh kaki kiri Jungkook yang sakit, membuat lelaki itu seketika menghentikan ciumannya dan meringis nyeri, “Arrgghh! Ya, appo!”

Nado appo!” gertak Dahyun tak mau kalah, saat ini bibirnya terasa sangat kebas dan mengembang karena ulah Jungkook sementara lelaki itu kini mengamati kakinya yang kembali terasa nyeri. “Ahhh seharusnya kau jangan menendangnya, ini sangat sakit.”

Jinjja? A-aku tidak sengaja, lagipula aku hanya mengenainya sedikit, tidak benar-benar menendangnya.” Dahyun mulai panik dan merasa sangat bersalah. “Ottokhaji? Apa aku harus memanggilkan dokter? Tunggu dulu ya, aku akan—“

Dwaesso.” Jungkook menarik tangan Dahyun supaya gadis itu kembali berbaring di atas lengannya lagi. “Nanti juga nyerinya hilang, bibirmu bagaimana? Apa aku menciumu terlalu kasar?”

Pipi Dahyun semakin memerah saat Jungkook menyentuh bibirnya dengan jarak wajah mereka yang sangat dekat. “Ahh ani … jangan disentuh!”

Dahyun menutupi bibir dengan tangannya, membuat alis Jungkook mengernyit bingung, “Wae? Aku hanya ingin melihatnya.”

“Tidak boleh!” Dahyun menyembunyikan wajahnya di dada bidang Jungkook, membuat lelaki itu mendengus geli karena tingkah gadisnya yang sangat menggemaskan.

Kapchagi? Kenapa kau jadi malu-malu begini? Kita baru saja berciuman, masa aku menyentuh bibirmu saja tidak boleh?”

“Pokoknya tidak boleh!” Dahyun semakin menenggelamkan wajahnya, menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah strawberry. Jungkook mengalah, ia kembali mendekap Dahyun seraya memainkan rambut gadis itu yang semakin memanjang. “Arrasseo.”

Untuk beberapa saat, keduanya terdiam dalam posisi saling berpelukan. Hanya terdengar helaan napas dan dentingan jarum jam yang terus bergerak. Bulan purnama merangkak semakin ke atas, awan-awam terhapus bayangan hitam dan beberapa bintang yang bertebaran. Waktu tengah malam hanya tinggal menunggu menit, namun rasa kantuk masih belum menyapa keduanya.

“Jungkook-ah,” panggil Dahyun, membuat Jungkook segera menyahut, “Hm? Wae?” tanyanya. Ia tahu, kalau Dahyun sudah memanggil namanya seperti itu—bukan dengan sebutan Kookie—maka gadis itu sedang serius dan akan membicarakan hal penting.

Dahyun memejamkan matanya seraya menarik napas dalam, “Sasireun, nanmusowo.”

*sebenarnya, aku ... takut.

Jungkook agak tak tenang saat mendengar suara Dahyun yang agak bergetar. Walau ia tak melihat raut wajah Dahyun saat ini, tapi ia yakin, kalau saat ini gadisnya ini memang sedang ketakutan. “Wae? Ceritakan saja, aku akan mendengarkan.”

Dahyun semakin mencengkram baju pasien yang Jungkook kenakan dengan erat. Ia mencoba membuat dirinya tenang dan meyakinkan dirinya kalau Jungkook berhak tau atas semua hal yang telah menimpanya saat ini. Lagipula Jungkook sudah lebih dulu melakukannya, jadi sekarang gilirannya untuk membuka diri. “Aku … bertemu dengannya.”

“Siapa?”

“Orang itu.” Dahyun kembali memejamkan matanya. “Orang yang … membunuh Eun Bi. Kemarin … kemarin aku bertemu dengannya.”

Tanpa sadar, Jungkook mengepalkan tangannya. Ia sudah menduga, kalau orang yang kemarin itu pasti dalang dibalik insiden itu. Lelaki itu tak lagi bertanya, ia membiarkan Dahyun menceritakan apa yang ingin katakan tanpa paksaan. “Sejak hari itu … ani, sejak aku bertemu dengan Wonwoo, aku jadi terus memikirkannya hingga tak bisa tidur. Ditambah kau tidak ada, aku jadi merasa tidak memiliki siapapun hingga berniat bunuh diri. Hiks—Jungkook-ah, nan ottokhe? Bagaimana jika pembunuh itu kini mengincarku?”

*Aku harus bagaimana?

Jungkook semakin memeluk Dahyun erat saat gadis itu mulai menangis. Sungguh, ia jadi semakin menyesal karena tidak bisa menamani Dahyun disaat-saat terberatnya, “Aniya, sekarang ada aku. Kau jangan takut.”

Dahyun semakin menenggelamkan dirinya di dalam dekapan Jungkook hingga dapat merasakan debaran jantung lelaki itu yang berdebar kencang seperti miliknya. Ia merasa sangat beruntung, tapi ia juga merasa miris karena tidak bisa membantu Jungkook yang tengah mengalami rasa sakit yang mungkin melebihi rasa sakitnya, yang ada ia malah menambah beban lelaki itu. “Gumawojinjja gumawo. Kalau bukan karenamu, mungkin aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri kemarin.”

Jungkook meraih tangan Dahyun yang dililit perban lantas mengecupnya perlahan, “Manhi appa?” tanyanya seraya menatap Dahyun dalam.

Eoh, manhi. Geunde … sekarang sudah tidak sakit.” Dahyun tersenyum, lantas kembali membaringkan kepalanya di lengan Jungkook, membuat mereka kini saling berhadapan lagi.

Gotjimal,” ujar Jungkook, ia lantas menilik tangan Dahyun yang diperban itu dengan ngeri. “Sejak kapan kau melakukan ini? kali ini jawab yang jujur, aku sudah memberitahumu segalanya, sekarang giliranmu.”

Dahyun memberengut, maniknya berotasi seraya berpikir, “Hmm … entahlah, aku tidak begitu ingat. Lagipula tidak sering juga, mungkin sejak … lima tahun yang lalu? Selama ini kupikir aku sudah sembuh, tapi baru akhir-akhir ini aku melakukannya lagi.”

“Kenapa kau melakukannya?” Jungkook menyentuh pipi Dahyun sayang, “Kumohon jangan lakukan lagi. Kalau pun sulit, setidaknya ingat orang-orang yang menyayangimu, kau tidak sendirian, Dubu. Walaupun aku tidak ada di sana, tapi aku selalu mencemaskanmu juga di sini.”

Dahyun tersenyum, ia menyentuh tangan Jungkook di pipinya lalu berujar, “Kalau begitu, kau juga harus berjuang supaya kau bisa berjalan lagi. Aku akan membantumu sebisaku.”

Jungkook balas tersenyum, ia lantas mendekat hingga kedua hidung mereka saling bersentuhan. “Kalau begitu bantu aku sekarang.”

“Bantu apa?”

“Tutup matamu.”

“Untuk ap—“

“Aku ingin menciummu lagi.” Jungkook kembali mendekatkan wajahnya, namun Dahyun otomatis memundurkan wajahnya membuat Jungkook menatalnya kesal. “Kenapa? tidak boleh?”

“Sudah cukup untuk malam ini, aku mau tidur.” Dahyun segera menenggelamkan wajahnya di dada Jungkook lagi seraya memeluk lelaki itu erat, membuat Jungkook mendengus geli, “Hanya sekali lagi saja, tidak boleh?”

Tidak ada jawaban, Jungkook menengok ke bawah, tepatnya ke wajah Dahyun yang entah sejak kapan sudah tertidur pulas. “Ck, cepat sekali tidurnya, padahal aku masih rindu.”

Jungkook semakin memeluk Dahyun erat, ia menempelkan dagunya di pucuk kepala Dahyun, membuatnya dapat menghirup wangi shampo miliknya yang menguar dari rambut Dahyun. “Hmm … selamat tidur, My Dubu.”

Sementara Dahyun diam-diam tersenyum, ia semakin menyamankan dirinya dalam pelukan Jungkook sebelum menyusul ke alam mimpi. Tak jauh dari sana, Chanyeol tersenyum tipis melihat kedekatan keduanya. Ia baru saja akan mengecek kondisi kaki Jungkook namun ia mengurungkan niatnya saat mendengar suara wanita, yang ternyata adalah Dahyun.

“Dokter, kau tidak ma—“

Ssstt—“ Chanyeol buru-buru menutup pintu itu dan menyuruh perawat wanita itu untuk tidak berisik. “Dia sudah tidur, kita cek besok saja.”

“Ta-tapi …”

“Sudahlah, lagipula ia sudah menemukan morfinnya sendiri jadi dia bisa tidur nyenyak untuk malam ini.”

Perawat itu tidak mengerti arah pembicaraan Chanyeol, tapi ia tetap menurut dan meninggalkan kamar rawat VVIP itu dengan pikiran bertanya-tanya. Sementara Chanyeol kembali menengok ke arah pintu  itu sesaat sebelum ia kembali ke ruangannya, “Ck, kupikir mereka tidak akan bertemu untuk waktu yang lama tapi sepertinya dugaanku salah. Mereka bertemu lebih cepat dari yang aku kira.”

Translate:

Nado = aku juga
Gotjimal = Bohong
Appo = Sakit
Jinjja = Benarkah?/sungguh?
Manhi = Banyak
Gumawo = terimakasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top