🍪37| Reason Why

Play: in your time -
Ost its okay to not be okay

Enam jam sebelum Jungkook tiba di apartemen.

Pukul sepuluh pagi Jungkook sudah ke luar dari perusahaan penerbitan itu. Sebelumnya, ia sempat berbicara empat mata dengan Hyunjin. Meminta lelaki itu untuk mengikutinya ke tempat yang lebih privasi, "Hyunjin-ah, aku bisa mengandalkanmu, kan?"

"Apa maksudmu Hyung? aku tidak mengerti."

Jungkook menepuk bahu Hyunjin seraya tersenyum tipis. Walaupun terkadang sikap Hyunjin agak menyebalkan dan kekanakan, tapi ia tahu kalau lelaki ini sangat menyayangi Dahyun selayaknya seorang adik yang menyayangi kakaknya, "Selagi aku pergi, tolong jaga noonamu ya. Jangan biarkan dia menanggung bebannya sendiri. Walaupun Dahyun suka bersikap cuek dan cenderung kasar, tapi hatinya sangat sensitif. Ia juga sangat overthinking, dan ambisius. Sebisa mungkin kau mengingatkannnya untuk makan kalau ia terlalu fokus bekerja. Aku tidak tahu bisa meminta tolong pada siapa lagi. Aku hanya dapat mengandalkanmu."

"Hyung, memangnya kau akan di Jerman berapa lama?"

"Entahlah, aku tidak tahu pasti. Pokoknya, aku menitip Dahyun padamu ya."

Jungkook menyalakan mobilnya lantas menginjak pedal gas menyusuri jalanan yang cukup padat. Perbaikan jalan di jalan menuju apartemennya membuatnya berdecak kesal. Ia memutuskan untuk memutar jalan, beralih menuju toko Wonwoo yang baru saja di buka. "Wonwoo-ya!" panggil Jungkook pada Wonwoo yang tengah menata kursi.

Jungkook hanya membuka jendela mobilnya, lantas menggerakan tangannya dengan gestur mengajak, "Kemarilah, ada yang harus aku bicarakan denganmu," ujar lelaki itu lagi. Jungkook merasa kakinya mulai terasa sakit lagi, sepertinya efek obatnya akan segera habis.

Wonwoo segera masuk ke dalam mobil Jungkook. "Ada apa? Wajahmu terlihat sangat pucat, kau tidak apa-apa?" tanyanya agak khawatir.

Jungkook mengibaskan tangannya mengelak, "Aku tidak apa-apa, sungguh." Ia memiringkan badannya, menatap Wonwoo dengan sungguh-sungguh, "Maksud kedatanganku kesini untuk meminta sesuatu padamu."

"Apa? Cookies?"

Jungkook terkekeh sekilas, "Bukan itu! aku memintamu untuk maafkan Dahyun. Apapun kesalahannya di masa lalu, maafkanlah."

Raut wajah lelaki pemilik iris setajam belati itu langsung berubah datar dan melirik Jungkook tanpa ekspresi. "Apa maksudmu? Kau ... sudah tahu?"

Jungkook menghela napas lalu menggaruk belakang lehernya seraya meringis, "Aku belum tahu detailnya sih, tapi aku yakin kalau ini ada hubungannya dengan pacarmu yang meninggal lima tahun lalu, iya kan?"

Mendengar itu, tangan Wonwoo otomatis mengepal. Sorot kekesalan dan amarah tergambar jelas dalam manik tajamnya. "Kau tahu bukan kalau aku sangat mencintainya? Dan selama ini aku sudah menunggu permintaan maaf Dahyun, tapi gadis itu bahkan bersikap seolah tak terjadi apapun dan hanya menatap kosong ke arah tokoku. Selama ini aku terus tersiksa karena kehilangan cintaku sedangkan pelakunya malah hidup bahagia bahkan berpacaran dengan sahabatku sendiri. Bagaimana bisa aku memaafkannya? Kalau aku tak mengungkit hal ini waktu itu, ia pasti tidak akan sadar."

Jungkook memejamkan matanya, berusaha mencari kata yang tepat untuk membujuk sahabatnya ini. Wonwoo itu cenderung berhati dingin jika sudah menyangkut masalah orang yang disayanginya. Dan melihat sorot matanya yang kesal, membuatnya berpikir kalau lelaki itu pasti benar-benar membenci Dahyun. Walau demikian, hatinya tetap berpikir kalau Dahyun tidak bersalah, Dahyunnya tidak mungkin melakukan hal keji itu.

Setelah beberapa saat, Jungkook menghela napasnya panjang lalu kembali menatap Wonwoo dengan penuh ketulusan. "Ya, aku tahu, pasti sulit bagimu untuk memaafkannya. Aku bahkan hanya orang asing yang berada di tengah masalah pacarmu, kau dan Dahyun. Tapi satu hal yang kutahu, kalau selama ini Dahyun pun tidak bahagia. Ia juga tersiksa, bahkan selalu menyiksa dirinya sendiri saat mengingat 'kejadian itu'. Aku yakin, Dahyun pasti memiliki alasan, jadi aku mohon, kau harus membicarakannya dulu baik-baik dengan Dahyun sebelum memutuskan untuk kembali mengangkat kasus itu."

Wonwoo memalingkan wajahnya, berusaha mengurangi egonya dan mulai memikirkan perkataan Jungkook barusan. Setahunya, memang Dahyun dan Eun bi berteman baik sejak SHS hingga kuliah. Mungkin salahnya juga yang berkencan dengan Eun Bi diam-diam dan lengah ketika gadisnya itu didapati meninggal dengan mengenaskan sementara satu-satunya saksi yang menyaksikan kejadian itu hanya Dahyun. Satu hal yang membuatnya kesal, Dahyun tak mau angkat bicara, bahkan ketika akhirnya kasus pembunuhan itu ditutup sebagai kasus bunuh diri, gadis itu masih tak mau menjelaskan dan malah pindah dari Busan ke Seoul.

Selama ini Wonwoo diam saja karena sudah mencoba mengerti. Tapi ia kembali merasakan sakitnya kehilangan itu saat menemukan surat yang ditulis Eun Bi yang baru ia temukan. Apalagi melihat Dahyun yang berpacaran dengan sahabatnya semakin membuatnya ingin mengangkat kasus yang sudah lama ditutup itu. Setidaknya, ia butuh kejelasan mengenai kematian gadis yang dicintainya.

"Wonwoo-ya, bagaimana? Kau mau menerima permohonanku, kan?" tanya Jungkook lagi. Wonwoo berdecak lantas memukul bahu Jungkook agak keras.

"Ya, kau bukan tipe orang yang akan memohon seperti ini, apalagi untuk seorang gadis. Sepertinya kau benar-benar sudah terkena peletnya, ya?" terka Wonwoo yang membuat Jungkook tergelak.

"Iya ya, padahal dia sangat berbeda dari tipe idealku tapi dia berhasil membuatku hanya terfokus padanya. Hah ... sepertinya aku sudah benar-benar gila." Jungkook merebahkan tubuhnya pada sandaran jok, lalu menoleh pada Wonwoo, "Jadi bagaimana? Kau mau memikirkannya lagi, kan? Jangan buat keputusan sepihak dan tolong, tanyai Dahyun dengan baik-baik, jangan sampai ia menangis apalagi sampai penyakit kecemasannya kumat."

"Arrasseo, kau benar-benar berubah dalam sekejap. Aku masih tak menyangka."

Jungkook menepuk bahu Wonwoo seraya menyeringai sombong, "Setiap orang pasti akan berubah. Kau pun begitu, nanti juga pasti akan mendapat wanita yang lebih baik daripada Eun Bi, percayalah. Kehidupan itu pasti berputar, ok?"

Wonwoo tersenyum simpul, "Baiklah, aku harus segera kembali ke toko. Aku akan memikirkan saranmu."

Jungkook mengangguk, "Terimakasih." Lantas Wonwoo segera keluar dari mobil lelaki itu. Jungkook menatap sahabatnya yang mulai melakukan pekerjaannya lagi itu beberapa saat sebelum kembali menjalankan mobilnya menuju apartemennya. Sesaat, ia memegangi kakinya yang kembali terasa nyeri.

"Hanya tinggal sedikit lagi, aku pasti bisa sampai di apartemen."

Jungkook semakin menekan pedal gasnya dalam, mengabaikan rasa sakit di kaki kirinya yang semakin menjadi.

Dan sekarang, firasat buruknya benar-benar terjadi. Setelah mengabaikan dan menolak puluhan panggilan dari Dahyun, ia segera menghubungi Chanyeol. Ia sudah terduduk lemas dengan beberapa benda yang pecah di sekitarnya. Balutan perban pada kakinya sudah ia buka, membuat nanah dan darah mulai merembes ke lantainya.

Begitu panggilannya telah terhubung, ia langsung menyahut, "Hyung, bisa kau datang ke apartemenku? Aku ... sudah tidak tahan."

"Ada apa?! Kakimu sakit lagi? aku akan segera ke sana. Sudah makan obatnya?"

"Sudah, tapi masih terasa sakit karena morfinku entah ada di mana."

"Astaga, baiklah, tunggu di sana oke? Aku segera berangkat."

Jungkook langsung menjauhkan ponsel dari telinganya dengan lemas. Ia mendongak dengan mata memejam, menahan rasa sakit yang terus menguras tenaga dan kesadarannya. Keringat dingin semakin membasahi kening dan pelipisnya, sementara bibirnya sudah semakin pucat dan kering.

Dengan sisa tenanganya, ia meraih amplop berwarna peach yang berada tak jauh darinya. Ia lantas menyimpan amplop berisi surat itu di atas meja, dan ketika ponselnya kembali bergetar memunculkan nama "My Dubu❤️", kesadarannya sudah benar-benar hilang.

Jungkook pingsan.

Dahyun segera berlari memasuki apartemen setelah membayar argo taksi. Dengan tak sabaran, ia memencet tombol lift menuju lantai lima. Ia terus menggigit bibir bawah dan menggerakkan kakinya gelisah. Begitu lift terbuka, ia segera menuju apartemen dan mengetikan sandinya dengan terburu-buru.

"Ya, Jungkook-ah, kau—" Gadis itu terdiam di ambang pintu ketika melihat kekacauan yang terjadi. Banyak benda-benda yang berserakan dan pecah di sekitar pintu. Ia langsung lemas hingga kakinya sudah tak mampu menahan berat tubuhnya. Dahyun terduduk dengan mata berkaca-kaca saat melihat banyaknya darah di lantai.

"I-ini ... tidak mungkin. Ju ... Jungkook-ah, di mana kau? Ke-kenapa ini berantakan sekali dan ada darah?!"

Dahyun berteriak memanggil Jungkook, berharap lelaki itu masih ada di sini. Tubuhnya mulai bergetar dan tangannya semakin dingin saat benaknya memutar kenangan mengerikan yang selalu menghantuinya.

"Jungkook-ah, ini tidak lucu! Aku yakin kau masih ada di sini ... hiks!" Dahyun menangis saat kenangan itu semakin menghujam benaknya bertubi-tubi. Seolah ada benda tak kasat mata yang terus menusuk-nusuk kepalanya.

Pembunuh!

Mati saja kau sana!

"Tidak ... " Dahyun menggeleng seraya menutup kedua telinganya. "Tidak ... aku bukan pembunuh."

Ia mencoba melawan serangan itu, sekuat tenaga. Ia berusaha menyadarkan dirinya sendiri kalau itu hanyalah ilusi. Mereka tidak nyata, ia harus mengambil alih kendali dalam pikirannya. Dahyun mencoba mengatur napasnya yang memburu dan mulai mengangkat kepalanya lagi. Sebisa mungkin menenangkan dirinya saat melihat darah—yang kemungkinan terburuknya adalah darah Jungkook—yang mulai mengering.

Pandangannya teralih pada sebuah amplop berwarna peach di atas meja. Tangannya bergetar saat mengambil amplop dengan tulisan "My Dubu❤️" yang dihias cantik.

"Jungkook-ah, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau membuatku terlihat seperti orang bodoh yang tidak tahu apapun mengenai kondisimu." Matanya sudah sangat sembab dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Ia benci pada dirinya yang memiliki sisi lemah seperti ini, tapi Jungkook sudah keterlaluan. Lelaki itu sudah menyembunyikan hal yang sangat penting, namun ia langsung merasa tertampar oleh kenyataan kalau bukan hanya Jungkook yang menyembunyikan masalahnya—tapi dirinya pun demikian.

Kalau sudah seperti ini, siapa yang patut di salahkan? Dahyun yang menyembunyikan masa lalu kelamnya? Jungkook yang menyembunyikan soal penyakitnya? Atau justru keadaan yang membuat mereka terjebak dalam situasi saling mencintai tapi tak mampu untuk saling berterus terang karena takut?—takut jika kenyataan itu akan menjadi bumerang yang membuat hubungan mereka kandas. Padahal, cinta mereka terlalu kuat untuk dapat goyah hanya karena hal itu. Sayangnya, mereka tidak menyadari hal itu, hingga terbiasa untuk saling menyembunyikan masalah masing-masing.

Sekarang, Jungkook sudah pergi. Air mata terus mengalir dari maniknya saat membaca untaian kalimat yang Jungkook tulis di suratnya. "Nappen! Kau bahkan tidak berpamitan dulu padaku."

Translate:

Nappen = Jahat
Arraseo = Baiklah/aku mengerti

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top