🍪2| Never Change
Dahyun memakan roti buatan ibunya dengan lahap. Padahal dia baru saja sarapan di rumahnya tapi sesampainya di sekolah, ia sudah kembali lapar. Saat makan siang pun, Dahyun tetap makan dengan lahap membuat orang dewasa yang melihatnya selalu merasa gemas melihatnya. Saat Dahyun makan, pipinya yang seputih tahu susu itu terlihat menggembung imut, membuat siapapun gemas ingin mencubit pipinya. Saat itu, Dahyun masih duduk di Junior High School tahun kedua.
Teman-teman sekelasnya pun sudah tidak aneh lagi saat melihat Dahyun yang selalu makan atau mengemil kapan pun dan dimana pun. Kejadian aneh justru terjadi ketika Dahyun tidak mau makan sama sekali, seperti hari. Untuk pertama kalinya ia tidak mau makan karena selau di ejek oleh tetangganya.
“Dub-ttungie! Ayo kita berangkat sekolah bersama!”
Dahyun menutup pintu rumahnya, dengan kesal ia berjalan ke arah lelaki itu sembari menghentak-hentakan kakinya sebal. “Ya Jungkookie! Jangan panggil aku Dub-ttungie! Panggil aku dubu! Aku tidak gendut!”
“Tidak mau! Wlee!” Dengan sialannya Jungkok malah menjulurkan lidahnya mengejek. Belum lagi bokongnya malah digoyang-goyangkan di depan wajah Dahyun, membuat gadis itu langsung menendang bokongnya keras.
“Auuhh ... kau menendangnya terlalu keras, ttungie!” Jungkook meringis sembari mengusap bokong semoknya.
“Mwo? Ttungie?!” Dahyun marah hingga wajahnya memerah menahan kesal, ia sudah melepas sebelah sepatunya untuk di lemparkan pada si lelaki sialan itu. Jungkook langsung berlari hingga akhirnya keduanya berakhir dengan berlari-larian di sepanjang jalanan komplek. Keduanya tidak jadi sekolah, malah seharian itu dihabiskan dengan bertengkar dan saling mengejek.
Walaupun sering bertengkar, namun keduanya dekat satu sama lain. Rumah mereka bersebelahan, dan kedua orang tua mereka juga dekat hingga sering mengunjungi acara bersama.
Sampai suatu hari, saat mereka akan masuk ke Senior High School, Jungkook akan pindah ke luar negeri karena tuntutan pekerjaan ayahnya. Dahyun sudah menangis sepanjang malam, bahkan Jungkook sampai menginap di rumah Dahyun karena gadis itu tidak ingin jika Jungkook sampai pergi tanpa pamit dulu padanya.
Dahyun masih menangis sesenggukan. Gadis itu berulang kali menyedot ingusnya sementara Jungkook tak berhenti mengomel, “Dasar cengeng. Sudahlah jangan menangis, aku pasti akan kembali.” Tangannya tak berhenti mengusap rambut Dahyun seraya mengelap air mata di wajah Dahyun.
“Ka-kapan kau akan kembali?” tanya Dahyun sembari mempoutkan bibirnya sedih.
“Aku tidak tahu, tapi aku pasti kembali.” Jungkook mengusap pipi Dahyun tapi sedetik kemudian, usapan itu berubah jadi cubitan gemas. “Aww! ... yak! Sakit!”
Jungkook malah tertawa, “Saat kita bertemu nanti, apa aku akan tetap melihat pipi chubby ini?” kekehnya sembari mengejek, membuat Dahyun mendengus. Ia mengusap-ngusap pipinya yang sudah memerah—entah karena cubitan Jungkook atau karena salah tingkah.
“Tidak akan! Mulai sekarang aku akan diet supaya tidak diejek Dub-ttungie lagi olehmu!”
“Benarkah? Memangnya kau bisa?” tanya Jungkook meremehkan.
“Yak!” Jungkook kembali tertawa saat melihat raut wajah kesal Dahyun. Pemberitahuan bahwa pesawat yang akan dinaiki Jungkook akan segera berangkat, membuat Dahyun kembali sedih. Jungkook mengusap rambut hitam legam Dahyun—yang mungkin akan dirindukannya itu dengan lembut. “Aku harus segera pergi, ttungie.”
Dahyun memanyunkan bibirnya, ia meraih sebuah kotak yang ada di dalam tasnya lalu memberikannya pada Jungkook sementara lelaki itu mengernyit saat melihat benda yang diberikan Dahyun padanya.
“Cookies?” tanyanya memastikan.
Dahyun mengangguk, “Iya, itu hadiah dariku.”
“Yang begini mana bisa dikatakan hadiah?”
“Yak! Itu cookies buatanku! Kau seharusnya berterimakasih bodoh!”
Jungkook terkekeh lalu mengacak rambut Dahyun gemas, “Arrasseo. Gomawo-yo, ttung.”
Dahyun berdecak, tapi ia tetap tersenyum saat Jungkook memeluknya dengan erat untuk terakhir kalinya. Walaupun pertemuannya dengan Jungkook selalu diawali dan diakhiri dengan pertengkaran, tapi sepertinya baik Dahyun ataupun Jungkook akan merasa kehilangan saat berpisah.
“Bye bye! Jangan lupakan aku ya, Kookie! Kau harus membalas suratku!” teriak Dahyun saat melihat Jungkook yang akan menaiki pesawat bersama kedua orangtuanya.
“Kau juga! aku akan menghubungimu nanti! Bye bye!”
Ya, menghubungi. Tapi itu semua hanya kebohongan belaka. Seminggu bahkan bertahun-tahun kemudian, tidak ada satu pun suratnya yang dibalas. Dahyun sudah berulang kali mencoba menghubungi kontak Jungkook, namun sama sekali tak ada balasan. Jungkook seolah menghilang dan kenyataan itu tanpa sadar sedikit demi sedikit mengikis kepribadian Dahyun. Dari yang semula ceria menjadi dingin.
Nafsu makannya juga semakin menghilang.
Setiap makan, Dahyun selalu ingat ejekan Jungkook yang mengatainya ttungie atau babi. Hal yang paling Dahyun benci adalah ia bahkan tidak bisa membencinya. Gadis itu tanpa sadar selalu mengingat Jungkook dan malah semakin merindukan keberadaannya disaat dirinya merasa kesepian. Lemak di tubuh dan wajahnya juga berangsur-angsur menghilang, Dahyun berubah jadi gadis yang kurus saat menginjak Senior High School maupun saat Kuliah bahkan sampai bekerja di sebuah perusahaan penerbitan.
Setiap pulang, tanpa Dahyun sadari ia selalu berdiam di depan sebuah kedai kue yang menyajikan cookies terbaik di wilayahnya. Walaupun enggan, alam bawah sadarnya selalu menuntunnya ke sana karena kenangannya bersama Jungkook nyatanya telah membekas terlalu dalam tanpa ia kira.
Dahyun bahkan telah memutuskan untuk meninggalkan Busan. Gadis itu berhasil dimutasikan ke pusat perusahaan penerbitan itu yang berlokasi di Seoul. Semua hal menyakitkan dan beribu kenangan di Busan telah ia tinggalkan satu persatu. Dahyun telah memutuskan, akan memulai kehidupan barunya di Seoul dan melupakan semuanya.
Namun saat ini, tiba-tiba saja Jungkook kembali ke kehidupannya. Disaat ia sudah mencoba merelakan semuanya, lelaki itu kembali. Membawa senyum dan aura kebahagiaan. Jungkook sama sekali tidak terlihat sedih. Lelaki itu terlihat terlalu ceria untuk dikatakan sebagai orang yang telah mengkhianatinya.
Janji mereka, untuk tetap saling berhubungan walaupun jarak memisahkan. Dahyun sudah tidak mempercayainya lagi. Baginya, Jungkook yang lama telah mati.
Entah kesialan macam apa, Jungkook berada di sekitarnya. Tanpa rasa bersalah, lelaki itu masih bisa mengulas senyum hangat sembari mengejeknya kala mereka berpapasan atau saat berada di ruangan yang sama.
Lama kelamaan, Dahyun jadi malas untuk pergi ke perusahaan karena Jungkook masih gencar mengerjainya walau tak se-ekstrim dulu. Bahkan pegawai lain sudah menyebar gosip yang tidak-tidak; kalau Dahyun genit dan mencoba menggoda Jungkook karena terus berdekatan dengannya.
Hey, mereka buta atau apa? Justru Jungkook yang terus mengikutinya. Terkadang, Dahyun heran dengan pola pikir mereka yang terbutakan oleh wajah rupawan Jungkook sehingga menganggap kalau apa yang dilakukan lelaki itu selalu benar.
“Chogiyo, Jungkook-ssi, mau sampai kapan Anda mempermainkan saya? Ini tempat kerja, Anda tidak bisa seenaknya berbicara informal. Tolong, walaupun Anda sudah tinggal lama di Jerman, setidaknya Anda harus mematuhi tatakrama di negara ini.” Kesabaran Dahyun telah habis, lelaki itu tidak akan pernah mengerti jika tidak ia jelaskan secara langsung seperti ini.
Jungkook yang tengah menyeruput kopi buatannya hampir saja menyemburkan cairan hitam itu. Lelaki itu sempat terbatuk beberapa kali karena tersedak lalu meraih tisu untuk mengelap bibirnya. Jungkook menatap Dahyun dengan kesal.
“Apa kau tidak melihat? Aku sedang minum, bagaimana kalau aku tersedak lalu mati? Kau mau bertanggungjawab?”
“Itu bagus! Saya akan sangat senang kalau Anda mati!” ketusnya tanpa banyak berpikir membuat Jungkook melotot.
“Kau menyumpahiku?”
“Syukurlah kalau Anda mengerti. Sekarang bukan waktunya untuk bermain-main, ayo cepat selesaikan pekerjaanmu supaya saya bisa tidur dengan tenang,” terang Dahyun.
Beberapa minggu ini, pekerjaan Dahyun tidak terlalu banyak namun karena ulah Jungkook yang selalu beralasan ketika disuruh untuk menulis, beban pikirannya jadi bertambah berkali-kali lipat.
Dahyun menyerah, kepalanya sudah sangat pening. Gadis itu memutuskan untuk ke luar dari ruangannya namun Jungkook langsung menahan pintu itu dengan tangan kanannya.
Dahyun segera berbalik namun ia langsung terdiam saat menyadari posisi mereka saat ini. Jungkook berada tepat di hadapannya dengan satu tangannya yang menumpu pada pintu.
“Apa-apaan ini?” desis Dahyun. Gadis itu mendongak, menatap tepat obsidian Jungkook yang menatapnya tajam.
“Kau berusaha menghindariku?” selidik Jungkook. Suaranya terdengar berat dan menusuk. Dalam sekejap, aura lelaki itu berubah menjadi dingin. Dahyun mengalihkan pandangan dan memundurkan tubuhnya saat jarak tubuhnya dengan Jungkook saat ini semakin dekat. Gadis itu bahkan bisa mencium wangi maskulin yang menguar dari tubuh Jungkoook.
“Mr. Hwang, tolong jangan melewati batasanmu. Kita sedang bekerja.”
“Tentu saja, tapi kau bekerja untukku. bukankah kau harus menuruti apa kata atasanmu?”
“Mwo? Anda hanya seorang penulis.”
“Tapi aku memiliki pengaruh yang cukup kuat di sini. Donghwa hyung adalah saudaraku dan aku memiliki beberapa persen saham di sini. Kau bisa dipecat jika kau terus berulah,” terang Jungkook membuat Dahyun menggeleng tak percaya.
“Mwo? Jadi Anda mau menyalahgunakan kekuasaan yang Anda milikki? Wah ... Benar-benar tidak dapat dipercaya.”
Lelaki itu berdecak kesal. “Haishh … lupakan soal itu. sekarang aku ingin bertanya, Shin Dahyun, apa kau tidak merindukanku? Kau lupa siapa aku?” tanya Jungkook pada akhirnya.
Dahyun kembali menatap ke arahnya. “Maaf, apa kita pernah saling mengenal? Ingatanku terlalu berharga untuk menyimpan memori yang tidak penting.”
Bugh!
Jungkook meninju pintu dengan tangannya yang tepat ada di samping kepala Dahyun, membuat gadis itu seketika membeku. Lelaki itu semakin mendekatkan tubuhnya dan mencondongkan wajahnya hingga berada tepat di depan wajah Dahyun.
“Shin Dahyun, kau sungguh melupakanku?”
Dahyun tak menjawab. Kedua tangannya tanpa sadar mengepal kuat. Jungkook menatap Dahyun dari bawah hingga atas, lalu tersenyum miring. “Kau sekarang kurus ya, aku sampai sempat tidak mengenalimu awalnya.”
“Mr. Hwang kau—“
“Ssstt—“ Jungkook meletakan telunjuknya di bibir Dahyun. “Kau tahu, aku paling benci jika dilupakan.” Jarinya beralih mengusap bibir Dahyun dengan lembut hingga membuat tubuh dan wajah Dahyun semkain memaku di tempat. Lelaki itu lalu menyeringai, menunjukan smirk yang menggoda—namun terlihat menyeramkan di mata Dahyun.
“Apa aku harus menciumu dulu supaya kau mengingatku?”
Mereka mungkin memang baru bertemu lagi setelah belasan tahun berpisah, namun Hwang Jungkook tidak pernah berubah. Sejak dulu bahkan hingga sekarang, lelaki itu selalu bersikap seperti ini. Jahil dan mesum.
Ttungie = Gendut
Mwo = Apa
Bye = Selamat Tinggal
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top