🍪17| Meet Harabeoji
Play: Heartbeat - Suran
Ost Strong Woman Do Bongsoon
Jungkook benar-benar bekerja dengan keras hari ini. Lelaki itu memperbaiki, membersihkan hingga menata ulang perabotan Dahyun yang masih layak digunakan. Sisanya yang kondisinya rusak parah, sudah diangkut oleh beberapa pekerja untuk di buang. Jungkook sudah terbiasa memperbaiki beberapa barang karena dulu ayahnya selalu mengajarkannya demikian. Alih-alih membeli barang baru, lebih baik untuk memperbaikinya terlebih dahulu sebelum benar-benar tidak bisa digunakan lagi.
Dahyun baru saja selesai memilah bajunya dan mengamankan barang peninggalan orang tuanya untuk di bawa ke Busan sore ini. Gadis itu kini tengah menyiapkan beberapa camilan dan minuman segar di dapur. Begitu selesai, ia langsung membawanya ke ruang tengah dan menyajikannya di atas meja.
“Jungkook-ah, kemarilah. Kau bisa melanjutkan itu nanti,” sahut Dahyun memanggil Jungkook. Lelaki itu menjulurkan kepalanya di ambang pintu kamar sebelah lantas ke luar dari sana dengan napas memburu lelah. Keringat bahkan sudah mengucur deras dari tubuhnya sementara wajahnya telah dipenuhi warna hitam di beberapa titik.
“Hah … aku sangat lelah.” Lelaki itu langsung melemparkan tubuhnya ke sofa. Dahyun yang tengah duduk di atas karpet menggeleng samar melihat penampilan Jungkook sekarang. Pupus sudah penampilan kerennya pagi tadi, sekarang lelaki itu lebih terlihat seperti pengemis.
“Aigoo … kau benar-benar bekerja keras ya.” Dahyun mengambil beberapa lembar tisu basah lantas membersihkan noda hitam di leher dan wajah Jungkook tanpa ragu. Perlakuan spontannya itu tentu saja membuat Jungkook agak kaget, lelaki itu terpaku melihat raut wajah serius Dahyun yang begitu dekat dengannya.
“Semuanya sudah selesai kuperbaiki, tapi sepertinya kita masih membutuhkan pekerja untuk membuat flat ini kembali seperti semula. Kita tidak memiliki waktu untuk mengecat semuanya, karena kita harus segera berangkat ke Busan,” ujar Jungkook dengan masih memandangi Dahyun dengan lembut.
Dahyun tersenyum tipis. “Ara, aku sudah memanggil pekerja bangunan untuk itu. Terimakasih sudah membantuku, aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan bekerja sekeras ini.” Gadis itu agak terpaku saat melihat wajah Jungkook yang baru selesai ia bersihkan. “Wah … apa wajah ini sungguhan? Kau tidak terlihat setampan ini dulu. Apa kau sungguh Jungkook yang ku kenal?”
Jungkook berkedip. “Wae? Kau terpesona melihat wajah tampanku?”
Pandangan mereka bertemu membuat sesuatu di dalam Dahyun berdetak dua kali lebih cepat. Pipinya bersemu saat dengan sialannya lelaki itu mengulas senyum yang sangat tampan. Berdecak sebal, gadis itu langsung melemparkan tisu basah bekas mengelap wajah Jungkook itu hingga menutupi wajahnya, membuat lelaki itu protes.
“YA!” pekiknya.
“Bersihkan saja sendiri! Aku akan mandi dulu.” Dahyun bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Jungkook yang kini terduduk dengan bingung. Lelaki itu melirik ke arah camilan dan minuman di atas meja yang masih belum tersentuh. Maniknya langsung berbinar saat melihat cookies di salah satu wadah yang disajikan.
“Wah, kenapa Dahyun tidak bilang kalau ia menyajikan cookies untukku.” Jungkook menggerutu namun senyum lebarnya tak dapat di tahan lagi begitu ia memakan sepotong kue berwarna cokelat itu.
“Rasanya masih sama.”
Jungkook menatap ke arah pintu kamar Dahyun seraya tersenyum hangat. “Rupanya kau masih suka membuat cookies ya.” Maniknya tanpa sadar memanas, mengingat perpisahan mereka dulu saat Dahyun memberikan sekotak cookies untuknya.
“Akhirnya, aku bisa merasakan cookies buatannya lagi.” Jungkook kembali memakan cookies itu, ia bahkan tidak melirik ke arah camilan lain. Terlalu sibuk menikmati kue yang selama ini menjadi favoritnya.
“Harabeoji, bogoshipoyo.” Dahyun langsung menghambur ke dalam pelukan hangat sang kakek. Gadis itu memejamkan matanya, matanya sudah berkaca-kaca saat melihat tubuh sang kakek yang semakin kurus. “Mwoya, seharusnya kakek makan lebih banyak. Aku rindu perut buncit kakek,” cicitnya manja, membuat sang kakek—Shin Donghyuk—tertawa gemas.
“Kau ini, bukannya sering mengunjungiku, malah mengomel tidak jelas,” ujarnya seraya mengecup rambut sang cucu dengan sayang. Di usianya yang sudah menginjak kepala 7, kakek Shin masih memiliki tubuh yang cukup bugar dibandingkan orang-orang seusianya, namun karena tinggal seorang diri, kakek Shin sering kali bekerja lebih keras sehingga berdampak pada kesehatannya yang semakin menurun.
“Mianheyo haraboeji, aku sangat sibuk di Seoul tapi untuk dua hari ke depan aku bisa merawat haraboeji di sini. Aku sudah mengambil cuti, jadi kakek harus sembuh ya,” ucap Dahyun pura-pura tegas. Sikap manjanya hanya akan keluar saat bersama orang-orang terdekat termasuk kakek yang sangat disayanginya ini. Jungkook yang melihat interaksi keduanya hanya tertawa kecil, rupanya sikap manjanya itu masih ada.
“Tentu saja, kalau cucuku yang merawat, aku pasti bisa sembuh dengan cepat. Oh ya, dengan siapa kau datang kemari? Atau kau datang sendiri?” tanya Kakek Shin.
“Ah … aku datang dengan seseorang—“
Tok! Tok!
Jungkook mengetuk pintu, membuat Dahyun dan Kakek Shin menoleh ke arahnya. Lelaki itu tersenyum lebar lantas masuk ke dalam ruangan itu. “Anyeonghaseyo haraboeji, oraemaniyeyo,” sapa Jungkook seraya membungkuk sembilan puluh derajat.
Kakek Shin mengernyit kebingungan, melihat siapa lelaki tampan yang tiba-tiba saja masuk ke rumahnya. “Siapa kau?” tanyanya dengan mata menyipit.
“Haraboeji, apa kau masih ingat anak keluarga Hwang yang dulu tinggal di sebelah rumahku namun mereka pindah ke Jerman? Teman kecilku, Hwang Jungkook. Bocah lelaki yang selalu menjahiliku, ingat?” Dahyun berusaha memancing ingatan kakeknya sementara Jungkook sudah menahan dirinya untuk tidak memelototi gadis itu karena tidak terima dengan penggambaran yang diberikan Dahyun tentangnya saat kecil dulu.
Kakek Shin berpikir keras, membuat kerutan di dahinya semakin tercetak jelas. “Hmm … Jungkook. Aku merasa tidak asing dengan … oh, aku ingat! Kau bocah itu? bocah nakal yang selalu membuat cucuku menangis karena suratnya tak kunjung di balas?” ujarnya, membuat manik Dahyun melotot panik.
“Haraboeji, kenapa berkata seperti itu? itu benar tapi—“
“Nde, haraboeji benar. Anak itu adalah aku, maaf baru bisa kembali menyapamu hari ini,” ujar Jungkook kembali memotong perkataan Dahyun. Walaupun perkataan kakek Shin sangat menamparnya, ia tetap harus mengakui hal itu karena memang itulah kenyataannya. Ia tidak pernah membalas surat Dahyun karena ia memang tidak menerimanya—namun fakta kalau Dahyun selalu menanti balasan darinya hingga menangis membuatnya semakin merasa bersalah.
“Kemarilah.” Kakek Shin merentangkan kedua tangannya seraya menyuruh lelaki itu untuk mendekat padanya. Lelaki paruh baya itu langsung memeluknya dengan hangat, membuat Jungkook tersenyum seraya membalas pelukannya.
“Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa tumbuh sebaik ini. Kupikir kau sudah tidak akan kembali,” ujar kakek Shin setelah melepaskan pelukannya.
“Ya, aku juga tidak menyangka kalau aku masih memiliki kesempatan untuk datang kesini dan menemui kakek. Aku benar-benar merindukan tempat ini.”
Kakek Shin memukul bahu Jungkook cukup keras. “Ya! Seharusnya kau kembali lebih cepat! aku nyaris tak mengenalimu tadi kalau tidak dijelaskan oleh cucuku.” Jungkook hanya tersenyum canggung, sementara Dahyun hanya mengulum senyum geli saat melihat Jungkook yang terus di omeli oleh kakeknya.
Bulan purnama sudah sejak tadi menggantikan posisi sang surya untuk mengusai langit malam ini. Rumah tua yang masih terawat apik di dekat perkebunan itu terlihat lebih hangat dari biasanya. Kunjungan hari ini terasa sangat melelahkan sekaligus melegakan. Dahyun merasa hari ini berjalan begitu lancar hingga ia tidak menyadari kalau Jungkook sudah selangkah lebih jauh masuk ke dalam kehidupannya. Kehadirannya mulai mencairkan es yang selama ini membekukan hatinya.
Translate:
Ya = Hey (sapaan untuk yang seumuran atau lebih muda / ungkapan kekesalan, protes)
Ara = Aku tahu
Aigoo = Yaampun
Harabeoji = Kakek
Mianheyo= Maaf (sopan)
Oraemaniyeyo = Lama tidak bertemu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top