🍪14| Fire

Play: waste it on me

          Dahyun mencengkram bahu Jungkook saat ia telah kehabisan napas. Jungkook terus menciumnya tanpa henti hingga membuat Dahyun sangat kewalahan. Hingga akhirnya pangutan dalam itu terhenti, Jungkook tak langsung menjauhkan wajahnya, melainkan menempelkan keningnya pada dahi Dahyun seraya berbisik dengan napas terengah, "Sampai saat ini kau tidak pernah menolak ciumanku. Apa kau masih bisa mengelak kalau kau tak mencintaiku?"

           Dahyun tak membalas tatapan dalam yang Jungkook berikan padanya, ia hendak memalingkan wajah yang membuat Jungkook kembali menangkup pipinya lembut,

           "Jawab aku, Sayang."

           Dada Dahyun berdesir mendengar panggilan itu, namun egonya masih tak mau mengakui. "A-aku ... entahlah. Aku bingung."

          "Bingung?" Jungkook menegakkan tubuhnya sementara kedua lengan kekarnya masih mengungkung kedua sisi tubuh mungil Dahyun. "Aku harus melakukan apa lagi supaya kau mau percaya? Aku sudah begitu tergila-gila padamu hingga rasanya tak bisa melakukan apapun tanpamu."

          Manik Dahyun mulai menatap ke arah obsidian Jungkook yang masih menatapnya teduh. Gadis itu mencoba mencari celah kebohongan dari sana tapi sejauh ia menyelam dalam obsidiannya, ia hanya dapat melihat ketulusan dari lelaki itu.

          "Sungguh? Lalu kenapa kau baru kembali setelah belasan tahun?" tanyanya.

          Jungkook terdiam, ia sempat menghela napas panjang seraya menggigit bibir bawah saat sedang berpikir. "Emm ... ceritanya panjang. Aku cerita lain kali, ya?"

          Dahyun menghela napas jengah, rasanya percuma saja ia memberi Jungkook kesempatan karena lelaki itu selalu mengelak dari pertanyaannya. "Hah ... baiklah kalau itu maumu. Sekarang aku mau pulang saja karena sudah malam."

          "Ramennya bagaimana?"

          "Apa yang enak dari ramen yang sudah mengembang dan dingin? kau makan saja sendiri." Dahyun turun dari atas pantry lalu mengambil tasnya. Gadis itu langsung mendelik ke arah Jungkook saat lelaki itu mengekor di belakangnya sembari membawa kunci mobil. "Kau mau apa?"

          "Tentu saja mengantarmu. Apa lagi?"

          "Tidak usah. Aku mau pulang sendiri."

          "Ya, mana bisa begitu? Kalau kau diculik bagaimana?"

          "Aku sudah besar!"

          "Tapi aku khawatir."

          "Khawatirkan saja naskahmu yang tak kunjung selesai."

          "Ya, Kim Dahyun."

          "Bye!"

          "Ya, ttung—"

          Brak!

          Jungkook langsung membuka pintu apartemennya yang sempat ditutup oleh Dahyun saat gadis itu telah keluar. Ia segera mengejar Dahyun sebelum gadis itu benar-benar pergi tapi langkahnya langsung memelan saat melihat Dahyun yang tengah terdiam di tengah jalan dengan ponsel menempel di telinganya.

          "A-apa? Kebakaran?" pekik Dahyun yang masih dapat didengar jelas oleh Jungkook. Lelaki itu segara menghampirinya dan memegang bahunya khawatir saat melihat Dahyun yang menatap lantai dengan kosong.

          "Ada apa? Apa yang kebakaran?"

          "F-flatku. Semuanya ... Semuanya habis terbakar," ujar Dahyun dengan suara lemah, nyaris tak terdengar. “Katanya, di flat sebelah terjadi korsleting listrik dan apinya langsung menyebar hingga sampai ke flatku.

           "Apa? Kalau begitu ayo, kita harus segara kesan—"

           "Tidak." Dahyun menahan lengan Jungkook. Air matanya tiba-tiba saja keluar dan jatuh ke lantai, mengingat semua barang peninggalan orangtuanya mungkin kini telah terbakar habis. "Jangan sekarang. Aku ... aku tidak sanggup melihatnya. Lagipula Jae oppa sudah mengurusnya, ia melarangku pergi ke sana."

           "Mwo? Tapi yg terbakar itu flatmu! Kenapa si jahe yang mengurusnya?"

           "Aku sudah mempercayakan semuanya padanya. Lagipula aku tidak yakin bisa mengendalikan diriku saat melihat flatku hangus terbakar." Jungkook mencelos, Jaehyun rupanya sudah benar-benar mendapatkan kepercayaan dari Dahyun.

           Dengan mata berkaca-kaca, Dahyun mendongak seraya menatap Jungkook memohon. "Jungkook-ah, untuk malam ini saja. Aku boleh ikut menginap?" cicitnya.

           Sementara Jungkook malah menahan diri untuk tidak tersenyum karena gemas. Kekesalannya hilang begitu saja. Sungguh, sebut saja ia lelaki yang lemah karena melihat Dahyun yang memohon seperti ini padanya saja sudah membuatnya ingin memeluk gadis itu dengan erat. "Tentu saja boleh! Sangat boleh! Kapan pun itu, apartemenku akan selalu terbuka untukmu."

          "Gumawo." Jungkook terdiam saat Dahyun langsung memeluk tubuhnya dengan erat. Ia dapat merasakan tubuh Dahyun yang bergetar menahan tangis dan tanpa harus dikomando, lengan kekarnya langsung membalas pelukan itu sambil sesekali mengusap rambut Dahyun lembut.

          "Tidak apa-apa, menangislah. Aku akan menutupi wajahmu supaya orang-orang tidak ada yang tahu kalau kau sedang menangis."

          Dahyun menenggelamkan wajahnya di dada Jungkook dan menumpahkan isak tangisnya di sana. Rasanya sesak sekali, seakan dunianya runtuh karena semua peninggalan orang tuanya mungkin telah habis dilahap si jago merah. Andai saja ia bisa memutar ulang waktu, mungkin ia tidak akan membiarkan flatnya terbakar. Setidaknya, ia berusaha melindungi tempat tinggalnya, bukan malah menangis dan menyesalinya seperti saat ini.

            Nasi sudah menjadi bubur. Saat ini ia hanya bisa berharap kalau peninggalan orang tuanya itu masih bisa diselamatkan. Gadis itu tidak peduli dengan barangnya yang lain, ia masih bisa membelinya nanti.

            Ketika tangisnya sudah mulai mereda, Dahyun menjauhkan wajahnya dari dada Jungkook sementara lelaki itu masih belum melepas pelukannya.

           "Sudah menangisnya? Kupikir saat kau besar seperti ini sifat cengengmu sudah hilang, tapi ternyata tidak, ya?" ejek Jungkook membuat Dahyun langsung memukul dadanya lagi.

            "Menyebalkan."

            "Hehe, habis menangis pun wajahmu masih terlihat cantik, ya?"

            Dahyun menghela napas jengah, "Berisik! Berhenti menggodaku!" sifat galaknya kembali lagi, membuat Jungkook langsung mencebik.

            "Ck, kau ini. seharusnya aku merekam suaramu saat kau merengek tadi, biar semua orang kantor tahu kalau Dahyun si ketua editor galak itu hanyalah gadis yang cengeng."

            "Ya! Kau mau mati?! Kapan aku merengek?!"

            "Aku hanya bercanda, serius sekali sih." Jungkook melirik ke arah Dahyun yang berjalan di sampingnya, gadis itu tak lagi merespon.

             Jungkook lalu memelankan langkahnya, dan ketika Dahyun berjalan di depannya, ia langsung memeluk bahu Dahyun dari belakang.

             "Ya! Apa-apaan ini?" protes Dahyun.

             "Diamlah, hanya sampai apartemenku saja. Baju depanku jadi basah seperti ini karena air matamu, kan? Jadi biarkan aku menyembunyikannya seperti ini."

              Dahyun menghela napas panjang. "Baiklah tapi ... ya! Jangan sentuh yang dibawah!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top